Wahyu, Aji dan Lila, para pegawai di kafe milik Vika itu kompak berdiri sejajar di depan kasir, menonton bos mereka nangis-nangis di meja tengah.
Pagi buta begini, kondisi mood bosnya sepertinya tengah kacau. Kafe yang telah dibuka oleh Wahyu, mendadak ditutup oleh Vika. Aji dan Lila yang tengah bersih-bersih pun jadi terdiam.
"Aduh, Sis bos kenapa ya?" pikir Lila, kasihan melihat Vika sesenggukan menarik tisu yang kesekian.
"Bisa-bisanya dia move on secepat itu dari gue?!" jerit Vika, menyeka air matanya. "Rehan monyet!"
Selepas nama keramat tersebut keluar, barulah ketiganya mulai memahami dalang kegalauan bos mudanya itu.
"Walah, Mas Rehan toh yang buat Sis Bos pagi-pagi ngereog." komentar Aji.
"Bangsat!" Vika mengumpat lagi, kini karena kotak di depannya itu sudah kehabisan isi. "Lila! Bawain tisu baru!" teriaknya tanpa menoleh.
Wahyu menyikut lengan Lila, lantas menyuruhnya segera menuruti Vika kalau tak mau kena semprot.
Lila berlari ke gudang penyimpanan, mengisi ulang tisu. Tetapi, bukannya langsung pergi, Lila malah duduk di samping Vika. Tatapan ibanya membuat Vika menyeringit.
"Sis Bos..." Lila melirih, matanya berkaca-kaca. "Huwaa! Sis Bos jangan terus-terusan sedih dong." ujarnya, air matanya mulai tumpah. "Lila ikut sedih tau ngeliat Sis Bos inget Mas Rehan terus."
Bibir Vika kedutan, antara terharu karena Lila sangat berempati padanya atau jengkel karena ucapan terakhir Lila yang menyentil egonya.
Belum selesai tangis Lila, Aji turut mendekat seraya membawa sepiring macaron warna-warni. Pemuda itu meletakkannya di depan Vika, lantas duduk di sisi lainnya.
"Sis Bos, tenangno pikirmu. Ayemno atimu. Gusti Allah mboten sare, Sis Bos. Percaya sama Aji." pemuda perantauan itu menatap Vika sungguh-sungguh. "Ojo sampe kenangan ngrusak masa depan."
Kini Vika melongo melihat Aji mengangguk-angguk menasihatinya. Masalahnya, Vika nggak paham bahasa Jawa meski sang Ibu berasal dari Yogyakarta.
"Uwes-uwes, mending Sis Bos makan yang manis-manis dulu biar pahit hidupnya ilang."
Dari belakang, Wahyu menahan tawa melihat wajah bos nya yang seperti sudah tak kuat lagi menghadapi kedua pegawainya. Baru saja dia hendak ikut menghibur Vika, matanya berhasil melihat sesosok laki-laki di depan pintu kafe.
Kala melihat Wahyu, alisnya menyatu dalam. Seolah bertanya 'Kenapa kafe ditutup?' Buru-buru Wahyu membukakan pintu, lalu tersenyum tipis.
"Kenapa belum buka, Yu? Hari ini kafe tutup?" tanya Ibram, bingung.
Wahyu meringis kecil, lalu menunjuk ke arah Vika yang tengah dibujuk oleh Lila dan Aji. "Sis Bos galau, Mas. Pagi-pagi udah marah, suruh tutup kafe. Terus langsung nangis di sana."
Ibram menatap Vika yang tengah menjambak rambut Aji. Dia meringis sesaat Aji mengusap-usap rambutnya yang kena amuk Vika. Oh ya, pegawai-pegawai di sini memang sudah dekat sekali dengan Vika layaknya teman. Mereka tak akan sakit hati karena tingkah laku Vika.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gentle Soldier
EspiritualSOLDIER SERIES 2 "Saat patah hati, membawamu pada ilahi."--J. S Row ________________________________________ Ravika Bilqis Adityaswara, Chef yang mempunyai pacar tampan seorang Dokter bernama Rehan. Hubungan keduanya tidak berjalan mulus, ketika Vik...