5

1.2K 91 20
                                    

Lelaki yang bernama Ibrahim itu melotot kala pistol yang pelatuknya tengah di tarik berarah pada gadis--aneh--di depan nya. Entah waktunya cukup atau tidak, yang pasti Ibram segera menarik gadis itu cepat-cepat dan menjatuhkan diri ke bawah.

Sempat ia lihat tatapan kaget dan jeritan nya melayang kala tembakan tersebut melesat. Ibram melihat gadis dalam dekapannya mulai menunjukkan tanda-tanda kesakitan, mungkin terhantuk ujung meja hingga pelipisnya sedikit berdarah.

Namun Ibram harus menyelamatkan nyawa banyak orang dahulu, kecurigaan nya sejak awal ternyata benar. Ibram yang niat nya ingin mengunjungi salah satu rumah teman nya, memilih menghentikan mobil kala di liat dua orang pria saling berbisik mencurigakan. Rasa penasaran nya meningkat seiring pria berpakaian hitam melihat sekitar seksama sembari buru-buru menyerahkan sebuah plastik hitam yang di sambut pria di sebelahnya.

Ibram merasa was-was, kepekaan dirinya melonjak tinggi. Ia yakin, ada yang tak beres hingga memutuskan untuk mengikuti kemana pria itu pergi. Sampailah Ibram di depan sebuah Kafe, membuat degup jantung Ibram tak berhenti menggema keras sebab hatinya mulai panik dan memikirkan hal yang tidak-tidak.

Ia melihat pria itu ada di sana, di pojok menatap sekeliling dengan sorot mencurigakan. Tak enak terus berdiri, akhirnya Ibram mencari tempat duduk strategis untuk mengawasi si Pria mencurigakan.

Ibram mendesis kala tembakan itu kembali terdengar berikut dengan teriakan panik orang-orang. Ibram menoleh kanan kiri, belum ada korban ia buru-buru membalik meja dan mengeluarkan pistol yang di sembunyikan dalam sepatu secepat kilat. Memburu target dengan mata merah, di sampingnya gadis yang mulai hilang kesadaran itu meracau.

Saat tak mendengar suara tembakan yang ia hitung hingga enam, Ibram mendangak tegas. Dan menodongkan senjata seraya berjalan."Jatuhkan senjata mu!"Pria itu sontak tersentak kala melihat Ibram mendekatinya, ia tak pernah tau bahwa ada aparat di dalam sini. Namun, sang pria rupanya tak mau kalah hingga di sana. Ia mengambil kursi, memukulnya di tubuh Ibram hingga membuat Ibram kehilangan pistolnya yang lepas dari tangan nya. Ibram mengeram, melilitkan kakinya di tubuh Pria kekar tersebut. Membantingnya beberapa kali, lalu memutar tubuhnya. Semua di lakukan di tengah pemberontak si Pria dan jerit wanita-wanita, Ibram melepas jaketnya. Mengikat kedua tangan Pria itu lalu mengusap sudut bibirnya yang luka, nafas Ibram memburu. Ia menoleh pada siapa aja yang ia lihat, lalu berteriak."Telepon polisi!"Saat ia bangkit, beberapa orang membantu memegangi si Pria yang tak berdaya di buat nya. Ada yang marah hingga melontarkan kata-kata kasar sampai menjurus ke perbuatan main hakim sendiri.

Ibram melotot, menarik si Pria dan membentak beberapa orang."Apa islam mengajarkan kepada hambanya untuk bertindak seperti binatang?!"Walau si Pria nyata bersalah, dan Ibram jujur saja emosi besar. Namun, sedari tadi Ibram terus memohon ampunan."Bahkan di agama manapun, main hakim sendiri tidak di halalkan! Tidak ada, dan tidak diperbolehkan main hakim sendiri. Kita punya wewenang yang menangani kasus-kasus hukum, dan masyarakat yang main hakim sendiri seolah-olah masyarakat yang tanpa negara!"

Beberapa orang terdiam mendengar ucapan Ibram. Ada yang mulai berontak karena mereka ikut marah dengan perbuatan si Pria yang sudah tak berdaya di samping Ibram."Demi Allah, saya bahkan sedang menahan amarah. Kita semua sedang berperang dengan hasutan setan! Ingatlah keagungan, kekuasaan juga perlindungan Allah saat sedang marah. Orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf kepada orang lain akan senantiasa Allah cintai, karena melakukan kebaikan."

Ibram menggeleng, kali ini ucapan nya melirih."Teladani sifat Rasulullah, ia tak membalas kejahatan dengan kejahatan namun ia memaafkan dan memberi ampunan."Orang-orang lantas terdiam, hati kecil mereka takjub dengan cara Ibram menyikapi sesuatu dengan amat bijaksana."Jika seseorang mengucapkan A'uudzu billah ketika marah. Niscaya rela lah amarahnya. Duduklah, lalu berbaring  jika marahmu belum reda. Meski orang ini sudah berbuat salah, kita tidak berhak menyakiti nya. Apa bedanya kita dengan dia nanti?"Ibram tersenyum."Ku mohon kerjasama nya."Orang-orang lantas menanggapi dengan senang, mereka mengangguk puas dan mulai menunjukkan kesadaran.

Gentle SoldierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang