9

990 82 9
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
Update borongan spesial day!
👉👈
Selamat membaca Flove!

Hubungan Vika dan Rehan sedang tidak baik-baik saja, Rehan mengaku salah karena tak datang makan malam. Bukan nya takut, Rehan hanya tidak ingin situasi di sana berubah kaku karena dirinya.

Di satu sisi harga diri Rehan terinjak, sebab Ibram yang di undang akan menjadi istimewa karena Devon tentu hanya akan menjagokan Ibram dan menjelekkan dirinya. Itu, juga menjadi alasan Rehan tidak datang

Rehan punya keluarga, Rehan punya hati, Rehan pula punya kehormatan. Dan saat ia di sakiti, Rehan tak terima. Tapi, daripada bertengkar dengan Ayah pacarnya lebih baik Rehan mengalah. Karena masalah ini, ia harus menekan dalam-dalam ego nya demi Vika yang menyatakan nya biang masalah di hubungan ini.

Rehan sabar saat Vika menuntut lebih, Rehan sabar kala Vika terus menunjuknya sebagai orang yang bersalah dalam setiap situasi dalam hubungan ini. Rehan menerimanya dengan ikhlas, ia sama sekali tak berpaling. Walau hati kecilnya ingin Vika peka, ingin Vika lebih memikirkan mereka berdua bukan hanya dirinya sendiri. Semua ini, membuat Rehan menjadi pemurung dan mulai menyerah. Sebab ia sudah lelah dengan drama yang ujungnya hanya perpisahan ini.

Namun di sisi lain, Vika merasa Rehan yang bersalah. Rehan harusnya lebih jantan, mungkin ini ujian yang di berikan Ayahnya untuk melihat kesungguhan Rehan. Sebagai perempuan, sudah menjadi kodratnya Vika di perjuangkan. Vika pun ingin melihat usaha Rehan mendapatkan nya, meski ia tau tekanan yang diberikan Devon cukup membuat Rehan down habis-habisan.

Penolakan Devon yang nyata benar-benar memukul telak Rehan, awalnya mereka santai. Semakin kesini, rupanya masalah ini kian rumit. Membuat hubungan keduanya merenggang, di tambah kehadiran Ibram yang memang sudah di sengaja oleh Devon. Vika sudah bersusah payah mengingatkan Rehan bahwa ia tidak mau dengan pria manapun kecuali Rehan. Melihat perjuangan Rehan yang hanya begitu-begitu saja, membuat Vika muak juga.

Tanpa sadar keduanya saling menyalahkan, meski hati kecil mereka menginginkan meminta maaf. Ego tetap saja menang, tingkah mereka ini hanya tinggal menunggu perpisahan yang menyakitkan saja.

***

"Keva?"

Kevara yang baru saja keluar dari butik, menoleh kaget dan semakin membulatkan matanya melihat wajah seseorang yang menyapanya.

"Ibram?"

Ibram tersenyum tipis, mengangguk."Iya, Saya. Masa lupa?"

Kevara menggaruk kepalanya, dan mendengus kesal."Ngapain kamu di sini?"Dengan ketus.

Ibram merenggut."Kenapa kamu memutuskan hubungan dengan siapa pun? Bahkan dengan Saya, teman mu sendiri."

Kevara berjalan, ternyata Ibram mengikuti di belakang."Bukan urusan mu."

Ibram menarik tangan Kevara, membuat langkah Kevara serta merta terhenti. Di tatapnya Kevara dengan lembut, sarat akan kerinduan."Saya sudah tau masalahnya, saya ikut sedih. Tapi, saya lebih sedih karena kamu tidak mau berteman dengan Saya lagi."Mata Ibram menyendu, ia tidak menyangka kawan baiknya akan mengidap penyakit mematikan.

Kevara menunduk, menatap kedua tangan mereka dan buru-buru melepas. Ia membuang wajah sekaligus membuang nafas tak sedap. Ia berpaling, menatap Ibram lagi. Kawan kecilnya yang setia, yang lama tak berjumpa sebab Ibram harus tugas dan ia yang sengaja memutuskan jarak."Aku sekarat, Bram. Bentar lagi bakal mati, kamu mau berteman sama orang yang hidupnya aja sudah di prediksi?"Kevara tertawa, tawa yang menyimpan berjuta air mata. Sedang Ibram yang mendengar suara Kevara tau, bahwa sahabatnya ini sedang di rundung duka.

Gentle SoldierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang