8

1K 77 21
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Setelah adegan siksa menyiksa di Irwan dan Sabiya, yuk kita netralkan ke adegan Uwuwww di sini 😋❤️

Rehan mendekati keduanya dengan sorot senang, binar senangnya menyembunyikan sesuatu yang membuat hatinya terluka. Vika memang sudah mengirimkan pesan padanya, bahwa ia di antar Ibram. Dan Rehan tak keberatan.

"Martabak!"

Vika berlari, menuju Rehan yang berjalan santai. Tapi, kaki nya malah tak sengaja menginjak batu. Hingga ia sempoyongan dan akan terjatuh jika sebuah tangan tak menarik lengan nya."Hati-hati, Vika!"

Vika kaget, nyegir dan mulai berdiri tegap. Ibram menggeleng, dan tak sengaja melirik Rehan yang memandang nya dengan tatapan tajam. Ibram menghela nafas."Maaf, Saya refleks tadi."Buru-buru ia melepas tangan nya.

Vika ikut melihat ke arah Rehan, ia meneguk ludah dalam diam."Rei, ini...Ibram."

Ibram tersenyum, mengulurkan tangannya. Rehan mulanya hanya diam menatap, namun tak lama senyum hangat nya tercetak."Rehan."

"Saya Ibram, Senang bisa bertemu anda."Ibram menaikan alis ke arah Vika yang tersenyum geli."Ada apa?"

Vika terbahak, mulai bergelayut pada Rehan."Lo kaku banget, Bram! Apa semua tentara gitu ya?"

Ibram menggaruk kepalanya, melihat interaksi itu Rehan diam-diam terluka. Di tekan nya perasaan cintanya dalam-dalam, berupaya untuk tak cemburu. Karena sebenar lagi, Vika akan terlepas dari genggaman nya. Ia harus mulai membiasakan diri.

"Gue denger, Lo yang nolong Vika?"Rehan mulai membuka suara, sambil tersenyum ke arah Vika yang juga tersenyum ke arahnya."Terimakasih sudah menyelamatkan Vika, menemani nya melakukan pemeriksaan juga mengantarnya ke sini."

Ibram tertawa."Santai saja."Ia mengedipkan matanya pada Vika, mengatakan bahwa ia tidak terlalu kaku. Respon Vika yang friendly, membuatnya tak menutup jarak."Sudah menjadi tugasku untuk menjaganya, menjaga negara ini."

"Nanti malam Ibu ngadain makan malam, Lo datang ya?"Pinta Vika, penuh harap. Matanya berbinar cerah, supaya Rehan tak menolaknya.

Berbanding terbalik dengan Rehan yang matanya segera redup, senyum nya pun pudar. Nafas Rehan seperti di tarik paksa, tercekat karena pengharapan Vika kali ini tak bisa ia wujudkan. Sebab, Rehan yakin ada Ibram di sana. Dan, kemungkinan besar yang di lakukan Devon hanya menjatuhkan nya. Untuk yang satu ini, Rehan sudah tak bisa lagi. Rehan tak bisa terus-terusan berdiam diri jika di rendahkan, karena sejujurnya itu sangat menyakitkan. Dia bukan orang yang penyabar, Rehan tak bisa berbohong jika ia bosan dan muak dengan semuanya. Dengan kata lain, Rehan sudah lelah.

Karena tak mendapat respon, Vika jadi melepas pelukannya. Ia mundur, menatap Rehan kecewa. Ibram yang terjebak situasi tegang itu hanya bisa menutup mulut rapat-rapat.

Rehan menghela nafas."Maaf, Vik. Aku gak--"

"Gak bisa?"Sela Vika langsung, matanya menajam kesal."Bilang aja Lo gak mau!"Dada Vika naik turun."Lo selalu beralasan saat Gue ajak ke rumah, Lo selalu nolak! Seakan-akan Lo itu jijik dengan rumah Gue! Lo bukan nya gak bisa, tapi emang gak mau! Gue udah bosen dengan alasan Lo, klise! Ada jadwal operasi lah, pertemuan dengan keluarga pasien. Udah basi!"

Rehan mengepalkan tangannya, tak ingin ikut terpancing emosi. Di tabahkan nya hati, di katupnya bibir. Membiarkan Vika yang tengah marah, meluapkan unek-uneknya. Biar, di depan Ibram pun tak mengapa.

"Kenapa si Rei?"Kali ini ucapan Vika mulai pelan, lirih."Karena Ayah?"Tanya nya lesu, melihat Rehan yang hanya diam sembari menunduk dalam Vika manggut-manggut paham."Lo harusnya terbuka sama Gue, Rei. Kita lagi jalani sebuah hubungan. Kalo Lo gak mau cerita, Gue mana paham? Yang ada Lo malah pikir Gue gak pengertian, Gue gak peduli sama Lo. Padahal, Gue pengen banget berdiskusi dengan Lo. Tentang kita, tentang kelanjutan hubungan ini."Kata Vika."Kepercayaan itu dasar dari sebuah hubungan."Vika berbalik, menarik tangan Ibram di depan mata Rehan."Undangan tadi masih berlaku, kalo Lo mau datang, silahkan aja. Gue harap Lo ada."

Gentle SoldierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang