Vika sama sekali tidak menyangka Rehan akan hadir di sisinya. Lelaki itu memindai kondisi Ayahnya dengan seksama, membenarkan letak tangan Ayahnya yang diinfus dan mengecek layar yang menunjukkan gambar bergaris yang naik-turun dan tak begitu Vika pahami.
Rehan melirik Vika yang masih mengedip-ngedip sembari sesekali mengusap wajahnya. Ia tertegun sejenak, ingin sekali rasanya memberi pelukan agar Vika jauh lebih tegar. Namun apa daya, Rehan takut Vika akan menolaknya.
"Om Devon bakal baik-baik saja, Vik."
"Ayah ditikam, Rei. Kata dokter kena alat vitalnya."
Rehan mendekat, mengepalkan tangannya. "Ayah lo kan panglima paling tinggi di kepolisian, dia nggak mungkin lemah."
Vika membersut hidungnya, mengangguk dengan keyakinan yang nyaris habis. Melihat Devon terbaring lemah ternyata amat melukai hatinya, Vika tidak bisa tenang sebelum Devon membuka mata dan dinyatakan sehat.
"Kok lo bisa naik ke sini?" tanya Vika.
Rehan melirik Devon sekilas, lalu tatapannya jatuh kembali pada gadis itu. "Dibantu Ibram."
Alis Vika bertautan. "Dia kasih izin?"
Sabiya dan Diandra saja tidak boleh masuk. Meski memakai nama besar Rian atau Hamdan. Ibram kekeh menolak kunjungan siapapun yang tak berkepentingan, sesuai dengan titah atasannya. Makanya jawaban Rehan sedikit membuat Vika keheranan.
Semudah itu Ibram membiarkan Rehan?
Rehan menunduk pelan, menatap sepasang sepatunya. Pikirannya lantas bergulir pada hari kemarin, kala dia bersikeras untuk menjenguk. Bahkan sampai tadi, dia dan Alman mengemper di lantai rumah sakit. Mengharapkan para penjaga berbaik hati mengizinkan mereka masuk.
"Mungkin dia paham perasaan gue." gumam Rehan.
Pintu kamar diketuk, Selima muncul dengan senyum, raut wajah lelah dan mengantuknya terlihat jelas. Tapi beliau sepertinya mengabaikan hal tersebut.
"Gantian sama Mama. Kamu makan dulu, gih. Tadi sore makannya juga sedikit banget. Sekalian ajak Rehan, siapa tahu perutnya kosong."
Rehan tersenyum tipis, melirik Vika yang menyetujui rencana Selima.
"Tante juga jangan lupa makan, minum yang cukup. Yang jaga orang sakit biasanya kurang memperhatikan dirinya sendiri."
Selima terkekeh, menepuk pundak Rehan dua kali. "Tahu aja kamu."
"Rehan sering lihat keluarga pasien suka lupa aware ke dirinya sendiri saking cemasnya dengan keluarganya yang sakit. Jangan sampai dua-duanya malah sakit lho, oke Tante? Biar nanti keluar dari rumah sakit dengan senyuman lebar." Rehan memeluk sejenak Selima. "Rehan keluar dulu ya, Tante."
***
"Kok malah ke sana?" tanya Rehan sebab Vika melipir ke arah jendela.
"Gue nggak mau makan."
"Lo udah keliatan kayak orang nggak ada nadi-nya begitu masih juga nolak makan." Rehan memutuskan menyusul Vika, ikut berdiri di sisi sebelahnya. "Makan, Vik."
"Nggak mau. Gue nggak makan malam-malam, nanti gendut."
"Bagus dong. Biar gemoy. Kenapa sih cewek terobsesi jadi kurus kayak sapu lidi?"
Vika melirik Rehan malas. "Karena standar kecantikan sialan di Indonesia begitu. Nggak usah bacot deh lo, cowok mana paham stress nya cewek liat angka timbangan naik!"
Rehan balas menyeringai, Vika sudah mulai ngomel. Itu lebih baik daripada dia terus bersedih. "Cewek juga mana paham kalau cowok demennya yang berisi."
"Biar enak lo remes, gitu?"
![](https://img.wattpad.com/cover/198139490-288-k884771.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gentle Soldier
SpiritualitéSOLDIER SERIES 2 "Saat patah hati, membawamu pada ilahi."--J. S Row ________________________________________ Ravika Bilqis Adityaswara, Chef yang mempunyai pacar tampan seorang Dokter bernama Rehan. Hubungan keduanya tidak berjalan mulus, ketika Vik...