Disinilah sekarang Jun dan Minghao berada. Duduk disebuah batang pohon tua besar yang menghadap ke hamparan lembah Talise yang indah.
Tak ada suara yang keluar dari keduanya, masing-masing tahu keberadaan mereka disini untuk mencari ketenangan. Beberapa saat kemudian, Jun memutus keheningan.
"Kau biasa kemari?" Jun memandang sosok disebelahnya.
"Em, dan biasanya aku hanya sendiri disini." Jawab sosok itu tanpa mengarahkan pandang pada Jun.
"Maaf, keberadaanku menganggumu ya?" Tanya Jun lagi.
Minghao kini mengarahkan perhatiannya pada Jun. Dilihatnya rupa yang beberapa minggu lalu sempat berselisih padanya.
"Tidak..." Ada jeda beberapa saat pada kalimatnya.
"Setelah dirasa tak buruk juga ada yang menemani."
Jun tersenyum mendengar jawabannya. Ia sendiri kaget, kenapa dirinya senang kehadirannya diterima oleh pria ini.
"Tempat ini sangat damai, tak heran kenapa kau senang kemari."
"Kau juga berpikir begitu? Aku menemukan lokasi ini setahun setelah pindah kemari. Udara segar dan pemandangannya indah, jika kau lihat kenapa rasanya nyaman duduk disini itu karena aku selalu merawat dan menatanya." Minghao dengan senang bercerita.
Jun tersontak, tak menyangka Minghao bisa banyak berbicara. Tak ada kesan dingin dan menyebalkan seperti pertemuan pertamanya. Justru yang dihapannya sekarang hanya sosok yang polos dan manis, seperti anak kecil.
"Benarkah? Pantas aku awalnya kaget bagaimana suatu tempat alam liar seindah ini. Kau mendekor dengan baik Minghao."
Yang satunya tersenyum malu ditimpali pujian mendadak. Lama tak ada yang memuji hal kecil seperti ini padanya. Hal kecil, benar-benar pujian biasa tapi membuah mood Minghao membaik.
Jun yang tak sengaja melihat tingkah Minghao tiba-tiba mengalihkan mukanya terkekeh kecil. Dari samping terlihat telinganya memerah, menggemaskan.
"A-apa yang kau bicarakan, i-ini kan tempatku untuk menjernihkan pikiran dan sedikit memanjakan diri. Jelas saja harus nyaman!" Pekik Minghao salah tingkah. Tangan kanannya memukul lengan Jun cukup kuat, membuatnya mengaduh.
"Hahaha... Oke stop, pukulanmu lumayan sakit." Sakit, tapi kenapa Jun malah merasa senang.
Minghao membenarkan posisi duduknya lagi, menghadapkan badannya kedepan. Bajunya dirapikan untuk menutupi kecanggungannya.
"Tadi kau bilang akan kemari untuk menjernihkan pikiran. Apa sedang terjadi sesuatu padamu?" Tanya Jun.
"Apa ada orang yang tak memiliki masalah? Kalau iya, aku iri padanya." Jawab Minghao, kalimatnya terdengar menyakitkan ditelinga Jun.
"Benar juga, memang tak ada. Tapi ada orang yang hidup bersama masalah itu, menjadikannya teman untuk tumbuh. Maka hal kecil disekitarmu pun akan menjadi berubah menjadi wujud kebahagiaan nanti. Walaupun jika dilihat mungkin sebenarnya hal yang biasa saja." Ungkap Jun.
Minghao kembali menoleh, baru kali ini ia mendengar omong kosong yang membuat dirinya tertarik.
"Kau pandai membual ya?" Tanya Minghao polos.
Kali ini tawa Jun meledak, bagaimana lelaki polos seperti ini tempo hari bisa bertindak beringas dan dingin? Pasti banyak yang telah dilewatinya.
Minghao diam mendengar tawa renyah Jun, tak ada protes lagi yang ia lontarkan. Ia biarkan saja suara kekehan menyenangkan melewati kedua telinganya.
"Aduh maaf maaf, perkataanmu sangat lucu pfftt..." Jun berusaha menahan tawa dimulut dengan satu tangannya.
Setelah tawanya mereda, Jun mulai memasang muka serius lagi. Mengarahkan pandang kearah lelaki manis yang sejak tadi masih setia memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Righteousness
FanfictionElysian, negeri makmur dengan teknologinya yang maju dan rata-rata penduduknya diberkahi kekuatan sihir. Namun, dalam lima puluh tahun sekali negri yang makmur ini mendapat kutukan yang pasti akan memakan korban 100 jiwa rakyatnya secara acak. Tubuh...