Epilog

278 40 3
                                    

"Seperti ini lebih baik, terlihat nyaman untuk ditinggali. Ah aku jadi mau tinggal disini lagi." seorang lelaki manis baru saja menyelesaikan detail kecilnya. Menata kastil tua yang dulu suram menjadi tempat yang lebih nyaman.

"Hyung ini! Sudah kubilang jika mau ikut kau harus menurut," yang lebih muda menarik lelaki tadi ke kursi. Tangannya menunjuk dimana perut besar itu cukup menjadi alasan. "Duduk manis sambil minum teh dan jangan bergerak. Kalau tidak aku akan bilang ke Jun hyung agar menjemputmu."

Yang diomeli membuat wajah masam, mengangkat cangkir teh hangat karena sebenarnya perut besarnya juga terasa nyeri. "Seungkwan-ah, kau tidak boleh banyak mengomel pada orang hamil." belanya.

"Tenangkan dirimu Boo, makanlah dulu kalau lapar biar aku yang menyelesaikan sisanya." 

"Hansol kau juga sama saja, jangan terlalu menuruti Minghao hyung. Nanti dia jadi keterusan melakukan yang lain. Ini bulan ke-8 jadi orang hamil harus berkegiatan seminim mungkin."

Ditengah keributan perdebatan adik yang cerewet dan orang hamil yang bandel, datang lagi yang lain. Satu lelaki mengenakan setelan jas dan jubah mewah dengan rambut disisir rapi kebelakang berjalan diiringi tiga yang lain.

Seungkwan membungkuk, memberi penghormatan resmi. "Salam untuk matahari- AWW!" orang yang diberinya salam memukul kepalanya kencang.

"Dasar nakal, siapa yang suruh memberi hormat saat hanya ada kita? Apalagi di rumah kita sendiri?"

"Jisoo hyung! Mana ada Raja yang memukul rakyatnya karena memberi salam." rengek Seungkwan masih memegangi kepalanya.

"Kau ini masih saja suka jahil, padahal kau tau Jisoo hyung saja membenci panggilan kehormatan oleh kita." ujar Wonwoo berjalan mendekati Mingho. Tangannya bergerak mengelus perut Minghao, karena kehamilannya sudah tua perutnya sudah kencang. 

"Kau tidak mual? Jika merasa sesuatu segera panggil kami."

"Sedikit nyeri tapi selebihnya baik hyung. Tentu saja, kalian orang yang akan kupanggil pertama saat si kecil ingin keluar."

"Ayo kita makan dulu, Mingyu dan aku khusus memasak dari pagi. Sisanya bisa dipanaskan lagi. sore, mereka yang baru datang pasti lapar." Seokmin meletakan kotak besar ditangannya. Begitu dibuka, wangi masakan membuat perut orang-orang berbunyi.

"Mingyu hyung bawa apa?" Seungkwan bertanya penasaran ke kotak yang masih dipegang Mingyu.

"Oh ini?" Mingyu sampai lupa dia juga membawa sesuatu. "Koki yang dulu bekerja Righteousness menitipkannya. Katanya dia membuat cemilan kesukaan Jeonghan hyung."

Benar saja, kotak dua tingkat itu berisi penuh kue kecil dan cemilan yang biasa mereka makan dulu. Ah penamilannya saja membuat rindu, orang yang dulu bekerja pada mereka sekarang memilih menjadi orang biasa setelah Jisoo menawarkan posisi koki istana. 

"Tidak boleh makan cemilan sebelum makan sisang!" Seokmin menepuk tangan Seungkwan yang akan mencomot sebuah macaron. Tentu saja pria berpipi gempal itu kembali memanyunkan bibir.

Hansol menoleh, selain Soonyoung dan Jihoon yang memberi kabar akan sampai di Elysian saat matahari terbenam harusnya dua orang lagi sudah disini. "Jun hyung dan Dino tidak ikut kalian?"

"Jun masih sibuk di sekolah, kalau Dino- astaga Mingyu singkirkan tanganmu dulu!" Wonwoo sudah tidak sabar karena Mingyu terus berusaha menyuapinya sepotong daging masuk kedalam mulutnya.  Padahal diluar sana banyak yang takut dengan Mingyu, terlebih pada mata yang memakai penutup mata, menutupi luka bekas perang dulu.

Setelah dua tahun Mingyu berusaha, Wonwoo akhirnya menerimanya meski tentu masih dengan syarat yang sulit. Jika satu kali saja Mingyu berhasil menjatuhkan Wonwoo di pertandingan satu lawan satu maka Wonwoo menerimanya saat itu juga. Dan itu terjadi baru empat bulan lalu setelah puluhan kali Mingyu menantang dan berakhir babak belur. Makannya sekarang dia sungguh bermanja dengan Wonwoo.

Righteousness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang