Ini pertama kalinya Wonwoo merasa seperti burung, melayang bebas kesana-kemari dengan ringan. Tapi bukan dilangit biru dengan udara menyegarkan, disini rasanya dingin dan menyesakan. Jihoon ada disampingnya, melayang bersama dengan mata tertutup. Bukan sedang menikmati pengamalan baru ini, Jihoon pingsan.
Tangan Wonwoo mengepak kesana kemari berusaha meraih tubuh Jihoon, sayangnya dia tak banyak bergerak dari tempat. Seungkwan sudah naik terlebih dahulu, membawa Minghao yang memiliki keadaan yang sama dengan Jihoon
Sebelum pergi mata si bungsu terlihat berat dan sedih meninggalkan dua hyung lainnya dibawah sana. Namun Wonwoo mengangguk, meyakinkan Seungkwan untuk menyelamatkan orang yang paling memungkinkan. Setelahnya, Seungkwan pergi sebelum kehabisan napas.
"Jeonghan hyung, maaf aku tak bisa menepati ucapanku. Namun setidaknya aku masih bisa menepati janjiku untuk selalu bersamamu. Bahkan di kematian sekalipun."
Wonwoo hampir menyerah, tubuhnya terus terlahap dan kesadarannya akan hilang. Ditengah keputus asaan sebuah tangan besar meraih tubuhnya. Mulut si tangan besar itu ditempelkan ke bibir pucatnya, seketika udara kembali memenuhi mulutnya. Namun Wonwoo tak bisa melihat wajah orang itu, penghilatannya masih samar. Perlahan dirasakannya ia kembali naik ke permukaan. Wah, secara mengagumkan dirinya kembali lolos dari ajal.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Jihoon, Wonwoo, Minghao dan Seungkwan setelah meninggalkan daratan?
Beberapa jam yng lalu mereka berempat sedang menikmati perjalanan laut yang damai dengan angin yang menyegarkan. Semua terasa lancar sampai mereka bertemu sesuatu didepan sana yang diselimuti kabut tebal sekitarnya. Burung Minghao sudah memeriksa dan tak bisa menembus dinding kabut itu, tiap memasuki kabut burungnya akan kembali keluar dari sisi yang berbeda. Dari sini mereka yakini kalau didalam kabut itu ada tempat yang mereka tuju, hanya perlu mencari cara untuk memasukinya.
Tapi rupanya nasib buruk masih nyaman menemani keempatnya. Perahu yang ditumpangi mereka bergerak kasar karena gelombang besar yang muncul tiba-tiba. Semua orang panik, Minghao mengutus burungnya untuk memantau apa yang sedang terjadi. Dan menurut informasi yang didapatnya gelombang itu datang tepat dari bawah mereka. Benda hitam besar makin nampak jelas naik ke permukaan.
"Persiapkan diri kalian dan lindungi Wonwoo hyung! Ada sesuatu yang mengarah kemari!" seru Minghao panik.
Jihoon dan Seungkwan saling memunggung dengan Wonwoo diantara keduanya. Jihoon sudah membuat gelembung pelindung disekitar perahu dan Seungkwan bersiap dengan lengan-lengannya yang tumpuh di berbagai sisi. Semoga yag muncul bukan sesuatu dibatas kekuatan mereka.
Keadaan menjadi terlalu tenang, bahkan angin yang berhembus dari mereka berangkat sudah menghilang. Air juga menjadi tenang, mungkin benda atau makhluk yang dilihat oleh burung Minghao sudah pergi.
"Sepertinya kita sudah aman, laut juga kembali tenang." ujar Seungkwan
"Tidak," saut Wonwoo, dari pengalamannya bertahun-tahun jelas ini bukan pertanda baik. "Pertahankan posisi, bencana itu akan datang menunggu kita lengah."
"Wonwoo ini sudah tiga puluh menit, bisakah kita kembali ke posisi normal dan melanjutkan perjalanan?" jujur Jihoon sudah mulai lelah. Terus berdiri di posisi yang sama dan terus mengaktifkan pelindung selama setengah jam tentu saja melelahkan.
Namun Wonwoo masih mempercayai instingnya, akan berbahaya jika kewaspadaan mereka menurun. Ini sudah berlangsung lama, sudah jelas makhluk atau benda itu sengaja melemahkan mereka. "Tunggu sebentar lagi."
Tiga puluh menit kembali lewat, Jihoon sengaja menghilangkan gelembungnya untuk sesaat. Menguji apakah firasat Wonwoo benar atau mereka memang sudah aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Righteousness
FanfictionElysian, negeri makmur dengan teknologinya yang maju dan rata-rata penduduknya diberkahi kekuatan sihir. Namun, dalam lima puluh tahun sekali negri yang makmur ini mendapat kutukan yang pasti akan memakan korban 100 jiwa rakyatnya secara acak. Tubuh...