Bagian 21

418 58 15
                                    

Seungkwan menghembuskan nafasnya berkali-kali, dua tangan kecilnya membawa nampah berisi makanan. Ia berdiri gugup didepan pintu, ragu untuk masuk kedalam pintu dihadapannya. Ia masih takut melihat keadaan salah satu saudaranya yang terbaring lemah.

Cekrek....

"Namjoon hyung, aku membawakanmu makanan. Yang lain bilang kau menolak makan dari kemarin." Seungkwan berjalan mendekat kearah lelaki yang duduk diam disamping ranjang. Wajah lelaki ini terus menatap lekat sosok yang tertidur dihadapannya.

"Letakan saja disitu, nanti kumakan." Jawabnya dingin.

"Tidak, kalau kutinggal pasti kau takan menyentuhnya."

"Aku belum lapar sekarang Seungkwan-ah."

Seungkwan makin geram dengan hyungnya ini. Padahal keadaan tubuhnya yang mulai kurus, rambutnya acak-acakan, badannya lusuh yang tak terurus. Tapi ia selalu keras kepala sejak kejadian yang menimpa Hoseok, karena rasa penyesalannya Namjoon tak beranjak dari sisi Hoseok.

Dengan kasar Seungkwan menarik baju Namjoon, memintanya menatap wajahnya sebentar.

"Kenapa keras kepala sekali SIHH!!! Apa hyung hanya hyung yang sedih disini?!! Kami semua juga terpukul, tapi kita tidak bisa meninggalkan tugas kita begitu saja kan. Banyak orang yang harus kita lindungi disini, mereka bergantung pada KITA!!!" Seungkwan tak dapat menahannya lagi, air matanya mengalir dengan lancar.

"S-seungkwan..." Namjoon nampaknya sedikit tersadar akibat ledakan amarah adiknya.

Seungkwan sudah tak tahan, toh dirinya sudah terlanjur menangis. Padahal ia sudah berjanji takan menjadi adik yang cengeng dan rewel. Tapi biarlah sekali ini saja, ia ingin menumpahkan emosinya, menangis seperti anak kecil. Seungkwan tersungkur kebadan Namjoon, tangannya memukul-mukul dada Namjoon berulang kali.

"Apa hyung tau yang lain sekarang sedang berjuang keras. Banyak sekali hantaman yang datang dan mereka terus memaksakan tubuh mereka bertempur. Tapi tak sekalipun aku mendengar keluhan dari mulut para hyung. Padahal aku tau... tubuh mereka sudah terasa remuk. Sejak kematian orang tua kami, kita tak pernah merasa benar-benar bahagia tapi... tapi mereka terus tertawa seakan-akan dunia ini selalu bersikap baik. Kalau hyung terus bersikap seperti ini........... mungkin hyung akan kehilangan saudara lagi tanpa hyung sadari."

Hati Namjoon terasa sangat sakit mendengar tangisan adik bungsunya ini. Kapan terakhir kali ia mendengar tangisan adiknya? Tidak, ia tak pernah mendengar tangisan dari siapapun. Selama ini mereka semua berusaha menunjukan senyuman, bahkan saat mereka sekarat saat pertempuran beberapa tahun lalu. Menyadari hal ini lebih mengiris hatinya.

"Maaf ya, aku sudah bertindak egois seakan yang paling sedih diantara kalian. Menangislah sepuasmu Seungkwan, adik kecil kami pintar sekali selalu memikirkan hyungnya bertahun-tahun...." Namjoon mendekap badan kecil Seungkwan. Yang dipeluk menangis semakin keras. Kenapa? Kenapa tangisannya semakin ingin keluar?

"Sekarang kau boleh menjadi anak kecil dihadapan kami kapanpun. Menangislah jika kau sedih, manjalah saat kau ingin, merengeklah untuk apapun. Tidak akan ada yang memarahimu saat kau menjadi adik kecil."

Bukan hanya hari ini. Tapi mulai hari ini Seungkwan berharap dapat selalu menjadi anak-anak didekat saudaranya.

*****

Dino berlari kencang dari dalam hutan, berharap yang lain tak sadar akan hilang sosoknya dari medan pertempuran.

Makin dekat dengan area pertempuran suara adu senjata masih terdengar walau tak seramai sebelumnya.

Righteousness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang