IID - 09.

648 50 7
                                    

💐💐💐

Bulan ke-empat, bisnis Jungkook menjadi begitu digemari oleh khalayak umum. Banyak peminat dari kalangan remaja setelah Nara mempromosikan kue keringnya. Pengikut sosial media yang dipegang sang Bunda naik sangat pesat. Hingga sekarang Jungkook harus memperkerjakan beberapa orang untuk membantunya dalam hal membungkus kue kering. Sedangkan untuk pembuatannya, Jungkook masih bisa memegang kendali semuanya.

"Nak, ada pesanan buat acara pernikahan. Ini enaknya gimana, Sayang?" Bunda yang duduk dimeja ruang makan bersama para pekerja lainnya segera memberi tahu setelah ada pesanan masuk dari akun sosial media toko Jungkook.

"Hah? Buat pernikahan, Bun?" tanya Jungkook yang sedikit ragu dengan pendengarannya sehingga kembali bertanya. Kebingisan yang diciptakan dari tangan-tangan yang bekerja tidak bisa Jungkook hentikan.

"Iya, Sayang. Katanya buat tambahan suvenir pernikahan gitu." Jawab Bunda Jeon lebih lantang. Agar Jungkook bisa mendengar ucapan beliau lebih jelas lagi.

Tangan Jungkook masih bekerja untuk membuat adonan kue kering, tetapi tidak dengan pikirannya. Ia sudah melayang untuk menentukan apakah ia harus menerima pesanan tersebut atau tidak. Hanya saja Jungkook bimbang dan ragu, apakah ia bisa memenuhi pesanan yang mungkin saja akan dipesan begitu banyak sebab sebagai sebuah hadiah survenir. Atau apakah tubuhnya mampu bekerja lebih berat lagi dari hari sebelum-sebelumnya?

"Jungkook, Sayang," tepukan pelan dipundak Jungkook membuat lelaki itu tersadar dari lamunannya. Sang Bunda sudah berdiri disamping Jungkook, menatap penuh kehangatan ke arah Jungkook. "Kamu harus percaya diri dengan kemampuanmu. Ini pengalaman pertama 'kan, Sayang? Siapa tahu kedepannya akan ada lebih banyak pelanggan yang nggak terduga dari ini. Dan pasti Jungkook akan lebih percaya diri karena sudah pernah melakukannya. Dicoba, yuk?"

Jungkook memandang mata wanita paruh bayah didepannya, terlihat begitu semangat untuk menemani anak semata wayangnya yang bahkan baru mencicipi pahitnya dunia kerja diumur 25 tahun. Dimana teman-teman sepantarannya sudah bisa menghasilkan uang dan membiayai hidupnya sendiri. Jungkook berkecil hati, tetapi sekali lagi, sang Bunda selalu memberi dorongan yang membuatnya berani. Jadi apa yang harus ditakutkan Jungkook sekarang?

"Iya, Bunda. Ayo kita coba." Jawab Jungkook begitu tegas. Seakan sudah tidak ada yang bisa membuatnya meragu lagi.

"Weits, Kak Jungkook! Bunda!"

Yang dipanggil segera menoleh ke sumber suara, Nara dan Ayah Jeon berjalan dari arah depan dengan lagak seorang pahlawan. Membuat Jungkook dan Bunda menatap aneh kearah keduanya.

"Kalian berdua kenapa?" tanya Bunda Jeon yang segera kembali duduk ditempat asalnya, sibuk membalas satu persatu pesanan yang masuk. Termasuk membalas pesan dari pesanan untuk acara pernikahan tadi.

"Ya ampun, Bun! Nara sama Ayah baru aja sampai setelah keliling ngantar pesanan. Kalian nggak nyambut kita?" ujar Nara begitu mendramatisir keadaan. Ayah Jeon pun begitu, mungkin sudah terkena pergaulan dari anak muda sehingga ia ikut berseru karena tidak mendapat sebuah pujian dari Jungkook ataupun istrinya.

"Kita habis bersusah payah mengantarkan pesanan sampai ditujuan dengan selamat. Masa nggak peka?" Ayah Jeon mengundang tawa dari beberapa pekerja disana. Sudah merasa terbiasa dengan tingkah pria paruh baya tersebut bersama anak perempuannya.

"Bener, Yah." Nara mengambil tempat duduk didekat Bunda Jeon, kemudian sedikit mengintip dengan apa yang dilakukan oleh Bundanya itu sehingga mengabaikannya.

"Jungkook, pernikahannya diadain dua bulan lagi, diakhir tahun. Wah, kayaknya yang pesan bahagia banget sama pasangannya sampai diadain diakhir tahun, pas mau pergantian tahun lagi." Penjelasan Bunda membuat Jungkook tersenyum tipis.

Menurutnya pernikahan memang sangat-sangat indah, mungkin karena orang terdekatnya selalu terlihat harmonis. Sehingga Jungkook membuat sebuah opini sendiri yang mengatakan jika pernikahan terjadi karena kedua belah pihak saling mencintai sehingga hidup berbahagia.

Dan ingatan Jungkook kembali terbuka pada bagian masa lalu. Sudah empat bulan dirinya tidak bertemu dengan Taehyung. Tidak pernah sekalipun berusaha untuk mencoba bertanya bagaimana kabar lelaki itu setelah Jungkook berpindah tempat. Bahkan tidak mengungkit kejadian waktu itu didepan kedua orang tuanya.

Jungkook diam. Lebih memilih menyimpan semuanya dikepala. Bersemayam hingga menunggu waktunya tiba yang dimana ia akan tersimpan rapi dan terkunci disudut otaknya. Juga menunggu saat Jungkook berhasil memaafkan dirinya sendiri dan memaafkan lelaki itu. Menunggu kembali Jungkook akan bersikap santai kepada lelaki itu.

Yang paling utama, menunggu perasaan terlarangnya mereda. Ya. Jungkook sudah menamai perasaannya pada lelaki itu sebagai perasaan yang terlarang. Jungkook tidak bisa dengan mudah mengatakan jika ia menyukai lelaki itu, memilih menyimpan rasa suka yang sudah bersemayam didalam hatinya.

Jungkook tahu jika perasaan yang tumbuh ini membuat dua keluarga menjadi berjarak. Jika bisa mengendalikan, Jungkook memilih untuk tidak menambatkan hatinya pada lelaki itu.

"Bunda, Nara kayak tahu nomor itu." Celetukan Nara membuat Bunda, Ayah dan Jungkook menatap gadis itu yang beralih memfokuskan diri pada ponselnya.

"Lho? Jangan-jangan termasuk temen kamu, Nara? Masa iya mau menikah?" Bunda mengintip Nara, bergantian.

Firasat Nara sekarang tengah mengatakan jika akan terjadi sesuatu hal buruk. Entah apapun itu, semoga firasatnya hanyalah pikiran negatif yang terlintas dan tidak akan pernah terbukti.

Tetapi setelah terus menerus menggulir ruang obrolan diponselnya, ia menemukan nomor tersebut. Dengan nama kontak Lee Hanea (calon katanya).

Nara menggelengkan kepalanya, tidak sanggup lagi harus memikirkan bagaimana reaksi Jungkook setelah tahu akan kebetulan yang menghampiri lelaki itu kali ini. "Bunda, itu calon Kak Taehyung." Ucapnya begitu lirih.

Bunda Jeon menahan nafasnnya setelah sekelebat melihat nama kontak itu, bahkan foto yang terpasang adalah---- Kim Taehyung dan seorang wanita, sedang berpelukan begitu mesra. Bunda Jeon sangat ingat, sekumpulan memori dimana beliau melihat calon Taehyung pertama kali. Yang membuat perasaan Bunda Jeon lega sewaktu itu.

"Oh, calonnya Kak Taehyung, ya?"

Suara itu mengagetkan Bunda Jeon dan Nara, mereka berdua langsung menoleh ke arah suara tersebut. Tepat di sisi kanan Nara, Jungkook melihat ponsel Nara dengan tenang.

"Bunda ngapain?" tanya Jungkook bingung saat beliau segera menyuruh Nara mematikan ponselnya. "Aku gak apa. Yakin deh. Nanti juga 'kan pastinya Bunda sama Ayah diundang."

Jungkook berpura-pura tegar, tangannya bahkan mengerat berpegangan dengan celana santainya. "Kasih diskon aja, Bun. Sekalian buat hadiah pernikahan mereka, iya 'kan?"

Dan kakinya melangkah kembali menuju tempat bekerjanya, sibuk kembali dengan berbagai keping kue kering berbentuk kelincinya. Membiarkan Ayah, Bunda dan Nara yang diam-diam saling berpandangan.

Jungkook tahu jika ia akan melaluinya cepat atau lambat, tahu jika ia semestinya harus kembali seperti tidak terjadi apa-apa. Ketulusan hatinya harus dipersiapkan saat Jungkook akan menjadi bagian dari keluarga yang akan menemaninya Taehyung dan calonnya di altar pernikahan nanti.

Tidak ada yang bisa lagi diperjuangkan untuk perasaan Jungkook. Maka semestinya lelaki itu harus memulai menata hatinya, menyingkirkan apapun yang mungkin saja akan lebih memperkeruh keadaan saat ini. Jungkook tidak sampai bodoh harus mengorbankan kedekatan antara keluarganya dan keluarga Kim hanya karena perasaan terlarangnya.

Dan mulai saat ini, Jungkook merelakan. Sepenuhnya merelakan apapun dalam dirinya. Melepaskan sehingga ia mampu terbang sendirian. Bebas. Karena tidak lagi harus menaiki punggung seseorang jika ingin merasa tinggi. Tidak lagi harus berhati-hati agar punggung yang Jungkook naiki tidak terluka. Dilihat dari sekarang pun, Jungkook sudah bersiap dengan sayap indah yang perlahan akan mengepakkan sayapnya.

💐💐💐

1001 [ TAEKOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang