IID - 16.

599 41 1
                                    

N.Ona:

Ga sempet revisi. Maaf lama, enjoy!

💐💐💐

“Taehyung, udah. Papa malu dilihatin.”

Ayah Jeon tertawa kecil mendengar celetukan Papa Kim. Apalagi melihat Taehyung yang masih mempertahankan tangisnya sejak beberapa menit yang lalu.

“A--ayah, maaf.” Ujar Taehyung sembari menatap ke arah Ayah Jeon.

Membuat Papa Kim mendengus melihat anak sulungnya itu. “Kamu dari tadi minta maaf terus, habis itu nangis lagi. Ini kapan selesainya? Dilihatin orang malu, Taehyung. Dikira nanti Papa sama Ayah lagi ngelabrak anak kecil.”

Ayah Jeon menggelengkan kepalanya mendengar penuturan Papa Kim. Pria payuh baya itu selalu memiliki cara agar anaknya tidak menangis lagi. Ya, walaupun terkadang caranya sedikit menjengkelkan.

“Nggak apa-apa, Taehyung. Ayah juga nggak mikir bakal terjadi kayak gini. Namanya orang tua maunya ya semua akur. Tapi kalau memang ada begituan, mau bagaimana lagi? Taehyung nggak perlu merasa bersalah, Jungkook tadi ditanyain juga biasa-biasa aja kok. Udah jangan nangis.”

Ayah menepuk pundak Taehyung beberapa kali, hingga air mata lelaki itu sudah tidak mengalir deras seperti tadi.

“Nanti kamu jelasin ke istri kamu, Taehyung. Anak Ayah walaupun suka banget sama kamu, nggak mungkin bakal ngerebut kamu dari istrinya.”

Benar sekali. Taehyung sudah menceritakan semua kejadian hari ini. Dimana awal mulanya Taehyung berniat mengunjungi Jungkook setelah disibukkan oleh pekerjaannya hingga ia harus keluar dari persembunyian mendadaknya karena mendengar Nara berteriak.

Taehyung sama sekali tidak melebih-lebihkan, ia bercerita sesuai realitanya. Kemudian dengan fasih juga bertanya, apakah Jungkook menyukai Taehyung sebagai lelaki sesungguhnya atau hanya sebatas seorang adik yang menyukai kakaknya karena kagum.

Papa Kim dan Ayah Jeon tentu dibuat terkejut oleh pertanyaan lelaki itu. Membuat kedua paruh baya itu saling berpandangan memberi isyarat.

Dan mau tidak mau, dua orang ayah itu menjelaskan semuanya. Dari awal masalah, hingga terjadi hal tidak terduga seperti hari ini.

“Jadi gimana, Taehyung? Papa gak akan marah kalau kamu tidak menjadi laki-laki brengsek kayak waktu itu.” Papa Kim mengetuk-ngetuk meja kantin di rumah sakit tempat Jungkook dilarikan.

“Maaf, Pa, Yah. Taehyung gak tahu kalau bakal serumit itu.” Ujar Taehyung.

Ayah Jeon tersenyum tipis, kemudian mengulurkan tangannya untuk menepuk pelan punggung Taehyung.

“Ayah udah diceritain Papa, Taehyung. Apapun yang kamu perjuangin, Ayah akan dukung semuanya. Tapi kalau semisal memang bikin Jungkook kayak gini lagi, tolong menjauh dulu, ya?”

Taehyung dibuat terkejut mendengar ucapan dari Ayah Jeon, “A--Ayah,”

Lelaki itu bergerak gelisah ditempatnya. Hatinya terasa seakan tengah digenggam erat sehingga terasa sesak di dada.

“Ayah gak pernah tahu gimana perasaan Jungkook karena dia gak pernah cerita apapun tentang masalah itu. Jadi, Ayah selalu hati-hati kalau sudah menyangkut kamu, Taehyung. Dan setelah ini terjadi, gak mungkin anak Ayah gak sakit hati. Gak mungkin anak Ayah gak mengingat masa lalu.”

Ayah Jeon tersenyum sembari menepuk punggung Taehyung lagi, beliau tahu anak tetangganya ini. Paruh baya itu juga melihat pertumbuhan Taehyung dari kecil hingga dewasa. Mana mungkin Ayah Jeon tidak tahu situasi yang menghimpit anak itu?

“Ayah ngerasain banget perubahan Jungkook waktu kita pindah dari rumah lama, Taehyung. Makanya, Ayah seneng banget pas waktu itu Jungkook bawa kamu ke rumah baru. Udah berapa bulan kalian jadi asing? Ayah bahkan sempet mikir kalau Jungkook gak akan mau ketemu kamu. Tapi ternyata Ayah salah. Jungkook kuat banget, Taehyung. Anak Ayah udah baik-baik aja. Jadi Ayah mohon, jangan bikin Jungkook sakit lagi, ya?”

Taehyung kembali meneteskan air matanya, tangan kirinya bergerak menutupi matanya agar tidak terlihat jika dirinya sedang menangis.

“Gak apa kalau kamu kangen, itu hal lumrah karena kalian udah barengan dari kecil. Mau ketemu? Gak apa. Ayah gak ngelarang. Tapi kalau pertemuan itu bikin istri kamu salah paham, jangan, ya? Karena bukan kalian aja yang bakal retak, anak Ayah juga, Taehyung.”

Papa Kim terkekeh melihat anaknya semakin sesenggukan. Benar-benar lucu melihat anak itu menangis saat masalah yang lebih besar dari kejadian ini sedang menimpanya dibelakang.

“Ayah minta maaf, ya? Beresin dulu masalah kamu, terus dateng lagi ke Jungkook setelah semuanya selesai. Dan Ayah gak akan ikut campur tentang kalian setelah itu. Ya, Taehyung?”

Taehyung bergeming ditempatnya dengan kondisi bahu naik-turun.

“Udah, ah, Taehyung. Kamu kayak patah hati aja. Sana pulang, ngomong baik-baik dulu sama istrimu.” Ujar Papa Kim.

Ayah Jeon yang tidak tega melihat Taehyung akhirnya beranjak dari duduknya. “Ayah balik dulu, ya? Takutnya ditungguin Bunda. Taehyung langsung pulang, ya.”

Papa Kim mengangguk, “tenang, Yah. Papa yang kasih pelajaran sama anak bandel ini.” Canda beliau yang mampu diterima oleh Ayah Jeon.

Setelah keduanya ditinggalkan oleh Ayah Jeon, Papa Kim menatap Taehyung dengan serius.

“Taehyung, lihat Papa.”

Perintah itu segera disanggupi oleh Taehyung.

“Kamu dengerkan Ayah tadi ngomong apa?”

Taehyung mengangguk dengan mata sembabnya yang masih dialiri oleh air mata.

“Urus masalah utama dulu. Udah sampai mana? Ada yang bisa Papa bantu?”

Taehyung menarik nafas panjang meredakan sesenggukannya. “Mau selesai, Pa. Tinggal benerin dokumen buktinya. Pengacara Taehyung lagi berusaha.”

“Saking banyaknya bukti?”

Taehyung mengangguk sebagai jawaban.

“Gak apa. Itu tandanya bukan takdir kamu.” Ada jeda sejenak yang di ambil oleh Papa Kim. “Terus, kata Nara, kamu malu. Malu kenapa?” lanjut beliau, bertanya.

Papa Kim jelas sudah menginterogasi semua saksi yang menyaksikan Jungkook pingsan. Termasuk Nara, yang sudah berpamitan padanya jika anaknya itu akan berkunjung ke kedai Jungkook.

“Salah denger, Pa. Taehyung gak pernah ngomong gitu.” Elaknya.

“Denger, Taehyung. Semua keputusan itu gak mungkin ada yang sesuai dengan ekspetasi kamu. Ada dua akhir, gagal dan berhasil. Dua itu satu kesatuan, kalau memang hari ini gagal, besok pasti berhasil. Kalau kamu malu dengan keputusanmu untuk menikah karena kamu merasa gagal--- jangan. Justru jadikan itu sebagai pengalaman kedepannya. Papa selalu tahu kamu gak akan menyerah apapun tantangannya. Lakukan itu seakan kamu akan dapet sesuatu setelah kegagalan ini. Ngerti, Taehyung?”

“Taehyung kayak main-main, Pa. Taehyung malu sama Papa, Mama, Ayah, Bunda, Nara, apalagi Jungkook. Taehyung dulu percaya diri kenalin Hanea ke kalian, sampai gak sadar bikin Jungkook sakit hati. Tapi ternyata akhirnya Taehyung gak membuktikan kepercayaan diri Taehyung seperti di awal. Emangnya Papa gak malu kalau nanti Papa punya anak yang pernikahannya gagal?”

Papa Kim menyentil pelan kening Taehyung. “Malu kenapa? Justru Papa seneng kalau kamu bisa terbebas dari pernikahan itu. Ngelihat apa yang kamu terima, Papa ya marah dong. Papa sekarang malunya karena kamu nangis, dilihatin orang-orang Taehyung. Dikira Papa penjahat kali, ya.”

Lelaki itu tersenyum tipis mendengar kalimat terakhir sang Papa, “Taehyung iri sama pernikahan Papa sama Mama.”

Papa Kim menatap Taehyung, “sssttt, udah. Ngelantur kamu. Mending sekarang pulang, ngomong baik-baik sama istri kamu.”

Taehyung hanya mengangguk. Dirinya terlalu lelah dengan tekanan dari keterkejutannya karena tidak sengaja mendengar ungkapan perasaan seseorang yang sudah dirinya prioritaskan melebihi keluarganya.

Jadi, apakah ini yang Taehyung mau?

💐💐💐

1001 [ TAEKOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang