IID - 05.

648 50 4
                                    

💐💐💐

Apa yang dibayangkan Jungkook tidak seperti yang terjadi sekarang ini. Tentang perasaannya. Tentang bagaimana awal mulanya ia menaruh perasaaan pada Taehyung.

Ya, tentu. Mungkin jika mereka berada dalam satu aliran darah, perasaan Jungkook adalah hal yang tabu. Tetapi, berkat adanya dukungan dari orang dalam, Jungkook begitu percaya diri. Seakan lampu hijau telah ia kantongi sebelum Taehyung tahu akan perasaannya.

"Jungkook, Sayang, maafin Bunda." Suara lirih wanita dari luar kamarnya terdengar begitu menyakiti hati Jungkook.

Bukan. Bukan Bunda yang salah. Jungkook lah yang seharusnya masih bisa menahan semua kesakitan ini. Tetapi mengingat Taehyung sendiri yang memberitahu sang Bunda dari pada mengatakan pada Jungkook jika lelaki itu keberatan akan sikapnya, sakit yang dirasanya cukup untuk meledak saat itu juga.

"Jungkook, buka, ya? Kakak bisa jelasin." Suara itu entah kenapa membuat Jungkook mual.

Jungkook menggeleng, ia terduduk dan menyender ke arah pintu. Mendengar semua permohonan dari luar kamarnya membuat hatinya semakin sakit.

Taehyung ingin menjelaskan apa? Tidak ada yang perlu dijelaskan. Taehyung akan menikah tanpa harus menunda lagi karena Jungkook. Itu adalah kesimpulannya.

"Taehyung!"

Taehyung yang berdiri paling depan segera menoleh ke arah sumber suara. Dimana Papa Kim dengan raut menahan amarah menaiki anak tangga satu persatu.

"Kenapa, Pa?" tanya Taehyung kebingungan.

"Pergi kamu! Urus calonmu itu! Biar ini jadi urusan Papa!" teriak beliau dari ujung tangga. Tangannya bergerak ke bawah, memberi isyarat pada anaknya untuk segera pergi dari sini.

"Nggak. Taehyung tetep disini sampai Jungkook dengerin penjelasannya." Ucap Taehyung tetap pada pendiriannya.

“Jelasin apa, Taehyung? Papa nggak habis pikir kamu bisa ngomong gitu ke Bundanya Jungkook. Yang bahkan Bunda sama Ayah masih bisa ngurusin Jungkook tanpa kamu. Kalau mau menikah, menikah saja! Tidak perlu segala alasan kamu khawatirin Jungkook. Asal kamu pikir Taehyung, anak Papa nggak selemah yang kamu pikirin! Pergi sekarang! Atau Papa nggak akan bikin kamu ketemu sama Jungkook lagi!”

Murka. Papa Kim benar-benar murka sekarang. Bahkan beliau berlagak lupa jika Taehyung adalah anak kandungnya.

"Nak, Taehyung, ayo dengerin Papa dulu, Sayang. Kasihan calon kamu. Nanti Bunda yang bantu jelasin, ya?" Bunda segera melerai, kemudian menarik Taehyung agar menjauh dari sang Papa.

Tersisa Nara, Ayah Jeon dan Papa Kim. Mereka bertiga masih berusaha membujuk Jungkook bagaimanapun caranya. Entah mengiming-imingi anak itu makanan favoritnya atau berjanji akan mengajak anak itu berjalan-jalan di sore hari.

"Jungkook, ini Papa. Ayo, Sayang, buka pintunya, ya?"

Papa Kim. Pria yang selalu menjadi orang pertama tempat Jungkook mengadu akan sikap Taehyung padanya. Entah saat mereka kecil dan Taehyung sering menjahilinya atau saat mereka sudah besar, Taehyung begitu posesif pada Jungkook. Semua itu selalu Jungkook katakan pada sang Papa.

Pun lampu hijau yang dikantongi Jungkook jelas-jelas berasal dari beliau. Waktu itu, waktu Jungkook beranjak remaja, ia menangis sesenggukan di taman komplek rumah mereka. Melihat Taehyung yang meninggalkannya disekolah demi mengantar seorang teman gadisnya.

Dan Papa Kim saat itu pulang lebih awal dari pekerjaannya, mengendarai mobil begitu pelan. Mata beliau tidak sengaja menangkap siluet kecil Jungkook yang terduduk dibawah pohon di taman komplek. Menghentikan mobilnya sembarangan dan segera menghampiri si kecil tersebut, kepalang panik, Papa Kim tanpa aba-aba menggendong Jungkook.

Memeluknya begitu erat dan menenangkan Jungkook dengan mengusap pelan punggung si kecil itu. Bak seorang ayah kandung kepada sang anak, Papa Kim perlahan mengajak Jungkook bicara. Bertanya, kenapa si kecil itu tidak kunjung pulang dan lebih memilih sendirian ditaman komplek.

Lalu si Jungkook kecil tanpa ragu mengatakan semuanya. Mengatakan jika ia sedikit tidak suka melihat Taehyung mengabaikannya. Bahkan lebih memilih mengantar orang lain dari pada Jungkook sendiri, yang sudah termasuk menjadi satu keluarga.

Waktu itu Papa Kim mengira jika Jungkook cemburu, mengira kalau-kalau sang kakak terdekatnya melupakan Jungkook sebagai seorang adik demi orang lain. Tetapi lama kelamaan, setiap Jungkook menghabiskan waktu bersama Papa Kim, lelaki itu selalu bercerita semua hal yang membuatnya sakit hati. Dan kebanyakan itu adalah ulah anak sulungnya.

Sehingga menginjak usia dewasa, dimana Jungkook menghabiskan banyak waktunya dirumah, Papa Kim dengan hati-hati membantu Jungkook untuk memperjelas perasaannya. Awalnya Jungkook menyangkal, ia tahu jika perasaannya itu adalah salah. Tetapi mendengar Papa Kim sangat antusias jika Jungkook bisa hidup bersama dengan anak sulungnya, Jungkook sedikit goyah.

Ia akhirnya tahu akan perasaan murni didalam hatinya, yang jika diingat itu adalah hal yang begitu menyenangkan bagi Jungkook. Apalagi saat Taehyung selalu berada disisinya saat Jungkook meminta, sesibuk apapun Taehyung dengan pekerjaan barunya.

"Jungkook, nggak mau cerita sama Papa? Ayo ngadu sama Papa, biar nanti Papa marahin Taehyung, ya?"

Tidak ada jawaban, hening. Isak tangis pun sudah tidak terdengar lagi.


“Pa, tolong anak Ayah.” Lirih Ayah Jeon yang sudah pasrah.

Papa Kim menepuk pundak Ayah Jeon. “Tenang, Yah. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Papa bakal bantu apapun itu demi Jungkook.”

Ayah Jeon tersenyum getir, ia percaya. Akan selalu percaya pada keluarga Kim walaupun Taehyung sudah membuat anak semata wayangnya menangis. Berpikir jika Jungkook hanya sedang dalam keadaan kacau.

Ya, pasti.

Jungkooknya akan kembali ceria dan manja lagi seperti sedia kala. Tangisan yang dikeluarkanpun bukan tangisan yang menyakitkan seperti ini, tetapi rengekan yang selalu Jungkook keluarkan demi keinginannya tercapai.

“Pa, Ayah bakal kabulin apapun keinginan Jungkook nanti. Bahkan keinginan yang nggak pernah sekalipun Ayah pikirkan demi Jungkook. Papa, terimakasih. Udah bantuin Ayah ngerawat Jungkook dari kecil sampai dia segede ini. Tolong, ya, Pa. Bikin Jungkook jangan nangis kayak gini lagi.”

Mata Papa Kim memanas, ia tahu, ia tahu perasaan seorang ayah yang melihat anaknya tengah menangis karena suatu masalah. Dan Papa berjanji, anak sulungnya akan menerima karma setimpal karena menyakiti anak manisnya itu.

Keduanya sama-sama berjuang agar Jungkook tetap menikmati kehidupan yang menyenangkan walaupun kesehatannya tidak stabil. Dan kali ini, apapun alasannya, Papa Kim dan Ayah Jeon akan berjuang agar kehidupan Jungkook lebih bahagia lagi.

Walaupun Keluarga Kim harus menyingkir sementara dari kehidupan Jungkook. Terlebih anak sulungnya.

💐💐💐

1001 [ TAEKOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang