IID - 07.

650 47 0
                                    

💐💐💐

Jungkook yakin jika dirinya bisa melewati ini semua setelah semalaman dihabiskan untuk menangis. Tetapi apa yang ia rencanakan sebelumnya tentu tidak sepenuhnya bisa terjalani begitu mudah. Jungkook justru mendapatkan sebuah kecupan basah dilehernya yang Jungkook tidak tahu apa arti dari kejadian tersebut.

Benar jika Jungkook dan Taehyung sudah seperti seorang kakak-adik kandung. Tidur bersama, berpelukan, bergandengan tangan sudah dilakukan sejak kecil. Tetapi untuk hal mencium satu sama lain sudah lebih dulu mereka tinggalkan sejak menduduki sekolah dasar. Itupun karena keduanya merasa itu sudah tidak diperlukan lagi.

Dan untuk kejadian ini, Jungkook jelas memiliki tanda tanya yang begitu banyak. Bertanya apa yang membuat Taehyung seperti itu. Apa yang menjadikan alasan terkuat Taehyung sehingga berani melakukan hal tersebut kepadanya. Yang jika diingat, sebelum kejadian itu ia dan Taehyung sedang dalam sebuah kesalahpahaman. Pun dimana Taehyung memberi pengumuman jika dirinya akan segera menikahi seorang wanita.

Ini lebih rumit. Jungkook sebenarnya sudah tidak ingin mengingat itu. Ia akan menganggap angin lalu peristiwa itu yang sedikit mengguncang jiwa Jungkook.

"Jungkook, ayo makan dulu, Sayang." Itu suara sang Bunda yang berteriak memanggilnya.

Jungkook yang duduk diperkarangan rumah segera beranjak dari duduknya, ini sudah sebulan lebih ia hidup dalam lingkungan baru. Lebih tepatnya kabur. Lari dari apapun yang membuat jiwa Jungkook terpuruk.

Jungkook beruntung, Ayah dan Bunda adalah orang yang sangat suportif padanya. Selalu mengiyakan apapun kemauan Jungkook walaupun itu terdengar mustahil bagi keduanya.

Jungkook berusaha sekarang. Berusaha untuk memaafkan semuanya. Termasuk memaafkan dirinya. Yang dengan lancang membuat hatinya terluka sebab ekspetasinya yang begitu tinggi. Sehingga saat realita menghantam, dirinya terjun bebas tanpa adanya pertolongan.

"Sayur itu baik buat Jungkook, tetapi nggak harus sayur terus setiap hari dong, Bun. Sesekali makan pasta atau apa gitu yang beda."

Perbincangan dari Ayah dan Bunda menyambut indra pendengaran Jungkook saat ia sudah mendekati ruang meja makan. Rumah barunya terbilang lebih sederhana dari sebelumnya, hanya ada dua kamar dirumah ini. Yang ditempati oleh kedua orang tuanya dan Jungkook sendiri. Sudah dilengkapi kamar mandi disetiap masing-masing kamar. Pun terdapat satu kamar mandi umum yang dekat dengan dapur.

"Jungkook bosen sama makanan Bunda, ya?" tanya beliau dengan nada sedihnya.

Jungkook tertawa kecil, "Bunda jangan dengerin Ayah. Itu kayaknya Ayah deh yang bosen. Nggak apa kok kalau mau masak menu yang lain buat Ayah. Aku mah makan sayur doang juga udah kenyang. Yang penting itu masakan Bunda." Jelasnya sembari mengambil tepat duduk di tengah-tengah keduanya. Meja makan mereka pun terbilang kecil karena memang mereka mungkin tidak akan mengundang siapapun untuk makan malam bersama seperti di rumah sebelumnya.

"Emang Jungkook yang paling peka ke Ayah." Beliau langsung memeluk Jungkook dari samping, membuat si empu tertawa geli melihat Bunda mendengus sebal menatap keduanya.

"Udah, ah! Ayo makan. Keburu dingin nanti."

Ketiga orang itu akhirnya makan dengan khidmat. Makan siang sederhana yang dipenuhi kehangatan. Yang selalu menjadi obat bagi Jungkook ditengah-tengah kekalutannya. Cukup. Sangat cukup. Jungkook sudah tidak menginginkan apapun lagi seperti sebelumnya. Yang ingin terus hidup berdampingan dengan seseorang yang bahkan sekarang merasa terbebani akan kehadirannya.

"Oh, iya, nanti sore jadi keluar, Sayang?"

"Jadi, Bunda. Kalau nggak jadi bisa diamuk aku sama singa betina." Jawab Jungkook setelah menelan suapan nasi yang ia kunyah.

Bunda menggelengkan kepalanya, "hati-hati. Jangan pulang malem-malem, ya. Jangan lupa kalau Nara itu perempuan. Dijagain baik-baik."

"Iya, Bunda." Jawab Jungkook akan ceramahan sang Bunda yang tidak akan berhenti jika belum diiyakan.

Waktu terus berjalan, Jungkook harus menjadi kuat. Menghadapi apapun yang bersifat asing untuknya. Menjadi pribadi yang lebih mandiri walaupun masih beberapa hal Jungkook manja pada kedua orang tuanya. Dirinya akan terus berusaha untuk bangkit dan meninggalkan kepribadiannya yang dulu.

Sore hari pun tiba, Jungkook sudah siap dengan pakaiannya. Terlihat sangat tampan dan segar. Menunggu didepan rumah yang terhalang pagar sebatas pundak Jungkook. Sehingga ia bisa melihat jalanan didepannya tanpa harus bersusah payah dengan membuka lebar pintu pagarnya.

Beberapa menit berlalu, Jungkook akhirnya menghela nafas lega saat mobil berwarna hitam melaju dari arah kanan. Berhenti tepat didepan pagarnya dengan kaca mobil bagian depan yang turun kebawah, menampilkan si pemilik mobil yang tersenyum cerah ke arahnya sembari melambaikan tangan. "Kak Jungkook!"

Sapaan itu membuat Jungkook ikut tersenyum ramah, ia membuka pagar rumahnya dan menutupnya tanpa basa-basi. "Halo," sapanya setelah berhasil mendudukkan dirinya disamping tamunya tersebut.

"Pak, jalan ke mall biasa, ya." Ucap Jungkook yang kemudian memfokuskan diri pada seseorang disampingnya. Yang masih setia menatapnya dengan mata berbinar cerah.

"Kangen," kata gadis itu.

Jungkook terkekeh, merentangkan tangannya yang disambut suka cita oleh gadis itu. "Kakak juga kangen. Nara apa kabar?"

Yap. Kim Nara. Jungkook masih bersedia menjalin hubungan kekeluargaan dengan keluarga Kim itu. Tentunya kecuali si sulung. Jungkook masih enggan dan belum berani untuk bertemu dengan lelaki itu setelah kejadian tempo lalu yang membuatnya tidak sadarkan diri karena terlalu banyak pikiran.

"Kata Papa, Kak Jungkook mau cari pekerjaan, ya? Nara jadi pengen cepet-cepet lulus biar bisa temenin Kak Jungkook kemanapun."

"Ini aja udah cukup kok, Nara. Nggak mungkin semua orang bisa fokus sama satu orang aja dihidupnya. Kamu masih muda. Cari temen yang banyak," Jungkook tidak meneruskan ucapannya. Ia tercekat. Seakan ia tengah membuat skenario hidup Nara agar tidak seperti dirinya. Kesepian.

Jika dikatakan menyesal, Jungkook akan menjawab tidak secara lantang. Ini adalah keputusannya sendiri. Tidak ada campur tangan siapapun saat ia memilih untuk bergantung pada lelaki itu. Kim Taehyung. Dimana pada saat itu Taehyung terlihat begitu serius menawarkan sebuah perlindungan. Yang memang membuat Jungkook terlena.

"Kamu udah makan, Ra?" tanya Jungkook saat ia melepaskan pelukannya. Mereka akan segera sampai ditempat tujuan.

"Belum. Nanti setelah belanja kita makan dulu, ya? Aku pengen habisin waktu weekend ini sama Kakak." Pinta Nara.

Mereka saling pandang kemudian sama-sama tertawa, menyadari jika tidak ada hal yang keluar dari mulut masing-masing walaupun mereka punya beberapa pertanyaan.

Akhirnya mobil berhenti di pintu masuk mall yang dituju Jungkook dan Nara. Tidak lupa mengatakan pada sang sopir jika Nara akan menelpon setelah selesai dengan aktivitas keduanya. Dan diangguki patuh oleh sang sopir yang pamit untuk memarkirkan mobil.

"Ayo habisin uang Papa!" teriak Nara bersemangat. Menggenggam tangan Jungkook erat, keduanya berjalan seperti sepasang kekasih memasuki mall tersebut.

Jungkook tersenyum tipis. Berusaha menghalau memori masa lalu yang mengingatkan dirinya tentang betapa ia begitu dekat dengan Taehyung. Seperti saat ini, saat dimana ia begitu tenang dalam lingkup Nara. Walaupun ia tahu luka dihatinya ini disebabkan oleh kakak kandung Nara.

Entah Jungkook sadar atau tidak, mengambil keputusan untuk masih berhubungan dengan keluarga Kim adalah demi sisi kerinduannya akan lelaki itu sedikit terminimalisir tanpa harus bertemu sosoknya.

💐💐💐

1001 [ TAEKOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang