Pagi ini harusnya Renjun tengah bersiap untuk perlombaannya, mungkin ia juga sedang menanti kehadiran Jeno diantara kegugupannya sebelum perlombaan dimulai. Tapi nyatanya sekarang ia justru duduk dengan menu sarapan khas rumah sakit, juga beberapa pemeriksaan dan obat yang menantinya.
Sejak kemarin, Renjun belum melihat Jeno. Ia bahkan belum berani menanyakan kabar kekasihnya itu, dan untungnya mamanya juga tak menyinggung apapun soal Jeno. Bukan berarti Renjun tak khawatir dengan keadaan Jeno, bukan berarti ia menyalahkan semua kejadian yang menimpa mereka pada Jeno. Karena Renjun pun sadar kalau semua rentetan kejadian itu, jika ditarik penyebabnya jelas ada andil Renjun juga.
Kalau saja kemarin ia tak kukuh ingin ikut, mungkin Jeno tak akan memiliki kekesalan seperti kemarin. Lalu tak akan mudah terpancing emosi juga disaat dominan itu tengah menyetir. Jadi, Renjun tak sepenuhnya menyalahkan kecelakaan ini pada Jeno.
Hanya saja, ada bagian dari dirinya yang masih begitu kecewa karena tak bisa tampil di pacuan kuda hari ini. Juga sedih karena disaat Jeno hendak melihatnya dalam perlombaan untuk pertama kalinya, Renjun justru dalam keadaan tak berdaya. Dan semua itu membuatnya jadi sedikit ragu untuk bertemu Jeno, entah kenapa.
"Perlombaannya diundur jadi besok." Mama Huang mengatakannya setelah membantu Renjun makan.
Dahi Renjun berkerut. "Kenapa?"
"Tidak tau, tadi mama mendapat pemberitahuan dari coachmu soal itu. Coachmu sempat khawatir saat kau tak bisa dihubungi, untungnya ia memiliki nomor mama dan mama memberitau kondisimu sejak semalam."
Renjun mengangguk kecil, lalu tersenyum miring. "Kalau pun iya diundur, aku tetap tak akan bisa ikut kan?"
Wanita itu melihat bagaimana Renjun yang menatap perban yang melilit lengannya, dokter mengatakan kalau pergelangan tangan Renjun mengalami pergeseran tulang. Dan memerlukan waktu yang lama untuk penyembuhan dengan mengikuti banyak terapi.
.
.
.Sementara itu Jeno yang kemarin malam sempat mendengar ucapan penuh kesedihan Renjun semakin merasa bersalah. Ia meminta pendapat sang kakak bagaimana caranya agar ia bisa menebus rasa bersalahnya itu.
"Tak ada. Mungkin ada,,,kalau bisa putar waktu, menyetir dengan benar dan kau akan membawa Renjun pulang dengan selamat." Hee jung menjawab seperti itu.
Bahkan kakaknya juga sempat menyindir luka di tubuh Jeno yang terlihat lebih mendingan dari pada Renjun, padahal harusnya sang kakak mengerti kalau memang dari posisi kecelakaan pun Renjun berada di tempat yang lebih berbahaya. Sisi mobil yang terdapat tubuh Renjun, adalah yang terhantam mobil penabrak.
"Coba kalau Renjun yang mendapat luka lebih sedikit ia mungkin masih bisa memaksakan diri mengikuti perlombaan. Mengingat bagaimana Renjun begitu ingin mengikutinya."
Dari ucapan sang kakak itulah, Jeno jadi berpikir untuk menggantikan posisi Renjun di perlombaan. Dengan membujuk dokter agar memperbolehkannya pulang, dan berujung penolakan keras mengingat kondisi Jeno belum pulih sepenuhnya. Dan kalau Jeno memaksakan diri, takutnya kondisinya malah tambah buruk.
"Sehari besok aku ingin pulang, itupun kurang dari enam jam. Dan nanti aku akan kembali kemari, dokter." Usaha Jeno terus berlanjut sampai akhirnya dokter mengizinkan dengan syarat Jeno tak boleh diluar lebih dari lima jam.
Harusnya dokter tersebut memberi larangan yang lebih jelas, karena ia tak tau apa yang akan Jeno lakukan di lima jam tersebut.
Semalam ia juga sudah menghubungi pihak penyelenggara perlombaan itu, memohon agar acaranya diundur sehari saja. Setidaknya sampai ia tak selemas saat baru sadarkan diri. Sempat ada perdebatan panjang soal segala hal yang kacau kalau perlombaan diundur, tapi Jeno meyakinkan kalau ada kerugian ia janji akan menggantinya. Dan semuanya berakhir baik sesuai yang Jeno inginkan.
Alasan Jeno sejauh ini hanya demi perlombaan yang bahkan bukan minat Jeno sama sekali, karena ia tau seberapa besar Renjun menyukai berkuda. Juga bangga akan prestasi yang dengan susah payah diraih kekasihnya itu, lewat ucapan sedih Renjun semalam yang ia curi dengar. Jeno mengerti, kalau Renjun tak mau namanya dan pencapaiannya memiliki satu noda yang membuatnya merasa kurang. Diskualifikasi. Renjun pasti tak mau namanya memiliki catatan itu dalam ceritanya.
Jadi sebisa mungkin Jeno pun berusaha membuat apa yang Renjun sukai dan raih susah payah tak memiliki celah untuk membuat Renjun bersedih lama.
Juga Jeno harap ini sebagai penebusan rasa bersalahnya juga pada kekasihnya itu.
Mengenai keterampilan Jeno dalam berkuda, ia cukup mahir. Karena sejak awal Renjun menyukai berkuda pun, Jeno ikut belajar dan sering menemani kekasihnya itu. Hanya saja saat Renjun sudah menjadi atlet berkuda, ia mulai jarang menunggang kuda. Dan sekarang disaat salah satu kuda yang bahkan ia sudah lupa namanya, sudah ada di hadapannya. Jeno sempat ragu, takut apa yang ia lakukan juga malah membawa kegagalan untuk nama Renjun yang sedang ia gantikan.
"Mendengar bagaimana sikap Renjun selama ini, mama yakin ia akan marah melihat pakaianmu saat ini." Nyonya Lee memijit keningnya melihat pakaian putranya.
Jeno mengenakan celana ketat khas atlet berkuda, dan baju lengan pendek. Tadi Jeno sudah disodorkan jas panjang untuk dikenakannya, tapi ia menolak dengan alasan tubuhnya panas.
"Kau tiba-tiba demam, belum lagi kondisimu sebelumnya memang belum pulih. Tapi mama tak bisa melarangmu juga, disaat kau ingin melakukannya sebagai penebusan rasa bersalahmu pada Renjun." Nyonya Lee sebenarnya khawatir pada putranya, tapi ia juga tak bisa menahan Jeno yang begitu keras kepala ingin kemari dan menggantikan Renjun.
Tadi begitu mengetahui kalau tubuh Jeno panas, ia panik dan hendak menelpon dokter tapi Jeno melarangnya. Dan meyakinkan ia akan baik-baik saja, lebih tepatnya ia mencoba baik-baik saja sampai perlombaannya selesai.
Ternyata memang tubuh Jeno tak bisa dipaksakan lebih dari itu, karena setelah ia selesai perlombaannya dan Jeno turun dari kuda. Kakinya lemas, dan langsung jatuh pingsan disaat telinganya belum mendengar pengumuman apapun hasil dari perlombaan hari itu.
Nyonya Lee menjerit panik dan langsung menyuruh orang suruhannya untuk mengangkat tubuh Jeno agar dibawa ke rumah sakit lagi.
_________