18. Getting better

2.9K 328 12
                                    

Renjun tak bisa melupakan kalau berkuda adalah olahraga kesukaannya, ia jadi tak bisa menghilangkan kesedihannya dengan mudah. Jadi sebagai penghiburannya untuk diri sendiri, ia pergi ke istal untuk menengok Regy. Sebelum melihat pacuan kuda tempat ia berlatih, sekalian mengunjungi coachnya.

Lagi pula, semenjak kecelakaan itu Renjun hanya pernah menghubungi coachnya sekali dan tak pernah bertemu langsung. Coach nya sudah meminta maaf karena tak bisa menjenguknya kala itu.

"Jadi kapan kau akan mulai berkuda lagi, Renjun?" Tanya pria itu.

Sementara mata Renjun memperhatikan beberapa atlet yang ada di pacuan, mulutnya menjawab pertanyaan. "Tidak tau, dokterku mengatakan kalau waktu penyembuhannya bisa memakan waktu sampai empat bulan."

"Itu waktu yang singkat, kau bisa kembali berkuda dalam waktu dekat."

Mendengar hal itu, Renjun tersenyum tipis. Singkat apanya, ia bahkan merasa kalau itu adalah waktu yang begitu lama. "Ini bahkan belum ada sebulan, dan aku sudah ingin ada disini lagi."

"Kau bisa kemari semaumu, Renjun. Kalau dengan kemari kerinduanmu pada berkuda berkurang, tak ada salahnya kau kemari saat luang. Atau bisa juga setiap kau selesai melakukan terapi, pulangnya kau bisa mampir." Ujar coachnya, berusaha menghibur diri Renjun yang terlihat sekali muramnya saat membicarakan hal itu.

"Jeno selalu memastikan aku harus istirahat setelah melakukan terapi." Dan sudah bisa dipastikan, Renjun tak akan bisa berkunjung kemari kalau mengambil waktu setelah terapi. Jeno begitu ketat terhadap kesehatannya akhir-akhir ini.

"Ia begitu karena mengkhawatirkanmu. Ah, iya aku nyaris lupa kalau kekasihmu juga datang ke perlombaan untuk menggantikanmu kan?"

Renjun mengangguk.

"Meskipun tak mendapat nilai sempurna, tapi ia berkuda dengan baik. Apalagi dengan keadaannya yang saat itu juga korban kecelakaan denganmu."

"Aku terkejut saat ia jatuh pingsan begitu semuanya selesai, ia terlihat baik-baik saja saat di pacuan kuda. Dan begitu turun, ia langsung tak sadarkan diri. Itu mengejutkan semua orang."

Semua penuturan dari coachnya itu, membuat Renjun mematung. Ia baru tau fakta ini, kalau Jeno langsung jatuh pingsan begitu selesai berkuda hari itu. Perasaan bersalah menyerang Renjun, mengingat ia masih menyimpan sedikit rasa menyalahkan Jeno atas apa yang menimpanya.

Memang terkadang Renjun pun kerap berpikir kalau semuanya bukan sepenuhnya salah Jeno, tapi selalu ada kesempatan dimana hatinya menyalahkan Jeno juga. Sekarang ia pikir tak boleh menyisakan lagi perasaan itu walau hanya setitik, karena Jeno sudah meminta maaf padanya juga melakukan hal-hal yang bisa menebus rasa bersalahanya. Bahkan sekarang merawatnya dengan baik.

Jeno baru pulang ke apartemennya, dan disambut pemandangan Renjun yang berbaring di atas sofa dengan nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno baru pulang ke apartemennya, dan disambut pemandangan Renjun yang berbaring di atas sofa dengan nyaman. Matanya fokus pada tayangan televisi, dan Jeno menangkap ada gurat lelah di wajah mungil Renjun.

"Kau terlihat lelah, apa yang kau lakukan hari ini Renjun?" Jeno berjalan ke samping Renjun, duduk sambil menyentuh dahinya. Melanjutkannya dengan mengusap lembut kepala Renjun.

Sisi manja Jeno tak terlihat kalau sedang khawatir seperti ini.

"Tak ada." Jawab Renjun sambil menatap Jeno.

Jeno tak percaya begitu saja. "Renjun."

"Pergi ke istal." Ungkap Renjun, dan ia bisa melihat tatapan Jeno berubah, penuh akan rasa bersalah.

"Kau rindu berkuda ya?" Lirih Jeno, sambil membaringkan kepalanya di perut Renjun sementara matanya tetap menatap wajah Renjun.

Renjun tersenyum kecil, kemudian mengusap kepala Jeno. "Sudah tidak terlalu, aku mengunjungi pacuan juga tadi."

"Aku bisa mengajakmu berkuda dengan aku yang mengendalikannya. Tapi aku khawatir kau jatuh, dan lenganmu mengalami masalah yang lebih buruk nantinya." Tangan Jeno meraih jemari Renjun yang lain untuk ia genggam.

"Iya sudah, tidak usah. Aku juga tak begitu menginginkannya." Renjun perlahan akan mencoba lebih menerima lagi akan apa yang sedang menimpanya, lagi pula dengan memikirkannya setiap hari tak lantas membuatnya sembuh ataupun dapat memutar waktu.

"Maaf ya?" Jeno menggesekkan pipinya pada permukaan perut Renjun yang terhalang selimut tipis.

Tangan Renjun berusaha menjauhkan kepala Jeno dari perutnya karena kegelian, sampai akhirnya Jeno pun jadi menciumi lengannya dengan banyak kecupan kupu-kupu.

"Sudah dimaafkan, Jeno. Tak usah terus merasa bersalah."

To My First ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang