Renjun memasang sarung tangan miliknya dengan senyum lebarnya, ia senang karena akhirnya ia diperbolehkan lagi berkuda setelah beberapa bulan ini tak boleh berkuda sendiri. Beberapa kali pernah ia menunggang kuda pada masa pemulihannya, tapi itu dengan Jeno yang memegang tali kekang kudanya sementara Renjun hanya menumpang.
"Tolong hati-hati, Renjun. Ini baru pertama lagi kau turun ke pacuan." Coach Renjun memberitaunya, sejak ia menarik kudanya keluar pun coachnya itu terus memperingatkannya agar hati-hati. Padahal Renjun juga hanya akan menungganginya sebagai kesenangan saja, sebagai awal lagi ia dibolehkan lagi menunggang kuda.
"Iya, coach. Saat aku hendak bertanding kau tak pernah sekhawatir ini, lagi pula ini hanya pengakrabanku lagi dengan lapangan yang sudah lama tak aku injak." Ujar Renjun.
Laki-laki yang menjadi pelatih Renjun itu, tetap risau meski Renjun terus meyakinkannya. Pasalnya ia mendapat banyak amanat dari dokter Renjun agar memastikan Renjun tak terlalu keras di awal latihannya, tapi Renjun terus mengatakan 'hari ini aku berkuda hanya untuk keisenganku, tak mungkin aku terlalu keras dan serius saat berkuda'. Renjun tak boleh dibiarkan cedera lagi, setelah beberapa bulan lalu ia kehilangan salah satu atlet terbaiknya.
Dan juga, ia mendapat amanat satu lagi dari kekasih atlet di depannya ini. Untuk memastikan Renjun tak mulai berkuda kalau tak mendapat pengawasan Jeno di kali pertama Renjun berkuda lagi. Lalu tadi Renjun malah dengan santai mengatakan ia belum memberitau Jeno kalau ia sudah diizinkan menunggangi kuda lagi.
"Renjun, jangan membuat harga diriku sebagai coachmu jatuh gara-gara diamuk Jeno." Pinta sang coach.
Renjun mulai kenaiki kudanya, lalu menoleh sekejap pada coachnya untuk memberi senyum kecil. "Tidak akan, nanti Jeno aku omeli balik." Lalu Renjun mulai memacu kudanya meninggalkan coachnya yang menghela napas.
Setelah dua putaran Renjun mengelilingi lapangan, ia berhenti dan segera mengembalikan kudanya ke istal. Dan segera membenahi dirinya untuk pulang, sebelum mencapai mobilnya Renjun lebih dulu mengirim pesan pada Jeno agar pulang ke apartemen hari ini.
"Renjun? Kau mulai berkuda lagi?" Suara perempuan membuat Renjun menoleh, dan menemukan Irene disana.
"Ah, iya kak. Dokter sudah mengizinkanku berkuda sejak kemarin." Jawab Renjun.
"Sejak kemarin? Kebetulan kemarin aku tidak kemari, aku baru pulang dari newyork setelah menemani adikku beberapa minggu disana."
Mendengar hal itu, Renjun merasa tak asing. Hingga akhirnya ia ingat kalau dulu ia pernah mendengar kak Irene juga mengatakan kalau ia baru mengantar sang adik ke bandara, dan itu tepat setelah Jeno pulang dari newyork. Yang artinya Jeno dan Karina benar-benar tak pernah bertemu disana, karena bahkan keduanya tak pernah berada dalam kebetulan seperti yang Renjun curigai sebelumnya. Selain hanya ada di kota yang sama.
"Tidak kak, baru hari ini aku mulai berkuda. Kemarin hanya memberitau coachku kalau aku akan mulai berkuda lagi."
Irene mengangguk tersenyum, sampai Renjun baru sadar dari senyum itu kalau memang perempuan di hadapannya ini memiliki kemiripan dengan Karina.
"Kak, kau kenal Jeno?" Renjun bertanya iseng.
Dan Irene langsung mengangguk. "Tentu saja, ia dulu sering ke rumah untuk bertemu Karina."
Seketika itu pula Renjun menyesal karena telah bertanya, jawaban Irene membuatnya kesal.
"Tapi setelah Karina pindah, ia bilang tak pernah berhungan dengan Jeno lagi bahkan tak tau kabarnya. Selain kabar soal kau kekasihnya saat ini."
Tapi kalimat lanjutan yang diucapkan Irene membuat senyum Renjun seketika terulas, Jeno tak bohong saat mengatakan kalau ia tak pernah terhubung lagi dengan Karina.