Selesai memakai helm dan memakai sarung tangan, Renjun celingukan mencari keberadaan Jeno di sekitarnya. Kemarin Jeno mengatakan padanya akan datang bahkan ingin menemuinya sebelum Renjun masuk ke area pacuan kuda. Sekarang, Renjun sudah harus segera membawa kudanya untuk bersiap juga. Dan ia tak memiliki banyak waktu untuk menunggu Jeno lebih lama lagi. Mungkin Jeno lama karena menunggu nyonya Lee dulu yang memang ingin melihat juga.
Renjun dengan kudanya sudah berada di lapangan, kali ini Renjun mengikuti lompat rintang. Dan ia berhasil melewati sepuluh rintangan setinggi 120 cm tanpa kesalahan. Yang Renjun rasakan jelas sebuah rasa bahagia, juga bangga pada kudanya, Regy.
Setelah menyelesaikan semuanya Renjun menuju ruang loker dan sudah ada nyonya Lee bersama Hee jung disana, Renjun kembali mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Jeno.
Hee jung yang menyadari gelagat Renjun segera memberitaukan. "Jeno tidak datang lagi, tadi pagi ia buru-buru pergi ke kantor didesak sekretarisnya yang menelpon."
"Renjun, bagaimana kabarmu? Mama lama tak melihatmu." Nyonya Lee memberikan buket bunga sebagai hadiah untuk Renjun diikuti ucapan selamat dengan penuh senyuman. Dan Renjun hanya memberi senyum tipis.
Setelah mendengar kenyataan kalau Jeno memang tak datang melihatnya, Renjun merasa kalau kebahagiaannya tadi berkurang.
"Bagaimana kalau sekarang sekalian saja ke rumah mama? Mama buatkan makanan kesukaanmu nanti." Nyonya Lee masih berusaha mengambil perhatian Renjun, tapi anak itu masih terlihat melamun? Entah, pandangannya terasa kosong tak jelas.
Tapi Renjun masih mendengar ucapan nyonya Lee dengan jelas, sekarang ia bahkan menatap perempuan dari keluarga Jeno itu.
"Aku mungkin masih harus istirahat sebentar, badanku sepertinya kelelahan." Selain Renjun mengurangi lamanya waktu bersama dengan mama Jeno, Renjun juga enggan bertemu Jeno hari ini.
Renjun kecewa atas ketidak hadiran Jeno.
"Ah, iya. Bagaimana kalau kita pergi ke tempat relaksasi saja?" Tawar Hee jung pada Renjun.
"Tidak usah kak." Renjun menolaknya.
"Renjun!" Coach Renjun memanggilnya tiba-tiba.
Dirinya belum membicarakan soal pertandingannya yang akan datang dengan coachnya, dan itu sedikit membuatnya lega agar bisa dengan mudah pergi dari hadapan mama Jeno. Banyak penolakan dari dirinya setiap berhadapan dengan wanita ramah itu.
"Maaf, aku harus pergi. Terimakasih sudah datang."
Setelah berbicara dengan coachnya beberapa saat, Renjun langsung pulang. Enggan menghubungi Jeno untuk sekadar memberitau harinya, atau membalas pesan dan panggilan Jeno yang sengaja Renjun abaikan sejak tadi. Renjun sedang tak mau berurusan dengan Jeno hari ini.
Meskipun ia tak pernah protes soal tak pernah hadirnya Jeno di acara yang ia ikuti, bukan berarti Renjun tak mengharapkan keadatangan Jeno. Renjun jelas menginginkan kehadiran kekasihnya, tapi setiap ia memiliki perlombaan dengan kebetulannya Jeno selalu memiliki jadwal yang tak bisa ditinggalkan.
Kadang ia ingin mempermasalahkan hal itu pada Jeno, ingin mengatakan kekecewaannya itu. Tapi setelah dipikir kembali, itu adalah hal sepele yang bisa akan mengacaukan hubungannya dengan Jeno.
Ia tak mungkin meminta Jeno menuruti egonya dan meninggalkan kesibukan yang dominan itu miliki. Sebelum-sebelumnya Renjun mencoba berpikir kalau suatu saat akan ada waktunya Jeno bisa datang melihatnya, lagi pula Jeno pun sering menemuinya saat berlatih.
Tapi, Renjun sudah banyak menumpuk kecewa untuk Jeno. Apalagi dengan ucapan Jeno di hari-hari sebelumnya yang mengatakan akan datang hari ini, mungpung Jeno masih ada cuti. Tapi buktinya kekasihnya itu kembali absen.
Sejak pagi Jeno sudah mengirim pesan untuk memberitau Renjun kalau ia harus ke kantor, dan saat tau dari kakaknya kalau Renjun memenangkan perlombaan dengan clear round, tak ada kesalahan yang diperbuat Renjun dengan kudanya. Jeno mencoba menghubungi Renjun untuk memberi selamat. Lalu saat mamanya mengatakan kalau Renjun terlihat kecewa saat mengetahui Jeno tak datang, Jeno kembali mencoba menghubungi Renjun untuk meminta maaf.
Tapi semuanya tak mendapat jawaban dari Renjun, Jeno yang masih berada di kantor jadi tak tenang juga. Bahkan tadi tanpa sadar ia mematikan sambungan telponnya dengan sang mama, karena panik ingin segera menghubungi Renjun.
"Ma, maaf apa Renjun sudah pulang?" Jeno terpaksa menghubungi mama Huang untuk menanyakan Renjun.
"..."
Mendengar kalau Renjun sudah pulang dan makan dengan baik, Jeno merasa lega. "Ah, begitu? Syukurlah kalau ia sudah pulang, aku nanti akan menyempatkan diri melihatnya."
"..."
"Iya, terimakasih ma."
Setelah sambungan terputus, Jeno kembali melanjutkan pekerjaannya agar ia bisa lebih cepat lagi untuk pergi ke rumah Renjun.
Sebenarnya tadi mama Huang sudah mengatakan kalau Renjun sudah masuk kamar sejak tadi, dan kemungkinan sudah tidur untuk istirahat. Tapi Jeno tetap ingin menemuinya, bagaimanapun ia merasa bersalah pada kekasihnya itu. Ia sudah pernah menyebutkan kalau ia akan mencoba datang ke acara Renjun, tapi nyatanya ia malah tak bisa kesana dan bisa disebut mengingkari ucapannya sendiri.
"Benar Renjun sudah tidur?" Jeno sampai di rumah Renjun agak malam.
"Iya, barusan mama sudah mengeceknya. Dan memang sudah tidur, ia bahkan lupa menutup jendela kamarnya sepertinya memang kelelahan." Jawab nyonya Huang.
Dan Jeno segera menuju kamar kekasihnya itu, untuk mendapati tubuh yang lebih mungil darinya itu sudah bergelung nyaman di atas kasurnya. Selimut miliknya menutupi sampai leher, sepertinya ulah nyonya Huang yang tadi juga sempat mengatakan sudah menengok putranya.
"Renjun, maaf." Jeno mendekati Renjun, mengusap kepala Renjun perlahan.
Dengan hati-hati, Jeno menaiki ranjang Renjun untuk berbaring di sisi submisif itu. Lengannya melingkari tubuh Renjun, memeluknya lembut. "Padahal kau sudah melakukan semuanya dengan baik, tapi aku malah membuatmu bersedih ya? Maaf."
Jeno tak menginap di rumah Renjun, tapi hingga beberapa jam berlalu ia menikmati memeluk tubuh Renjun sebagai ganti tak bertemu seharian tadi.