To Adore You

3.5K 317 97
                                    

Renjun dan Jeno selesai dengan makan malam mereka tanpa Renjun yang meladeni banyak celotehan Jeno. Ia banyak bergumam sebagai respon dari apa yang Jeno bicarakan.

"Masih marah?" Tanya Jeno sambil duduk dengan raut sedih di samping Renjun yang tengah membuka bingkisan dessert yang ia beli.

Tak ada jawaban, Renjun bahkan beranjak menuju dapur. Kemudian kembali membawa sendok kecil untuknya dan Jeno. Ia menyodorkannya ke hadapan Jeno, tapi kekasihnya itu malah menatapnya dengan wajah memelas.

"Kenapa seperti itu wajahnya?" Renjun akhirnya hanya menyimpan sendok itu di piring.

"Kau masih marah." Rengek Jeno pada Renjun yang seolah tak peduli pada wajah sedihnya.

Renjun menyuapkan satu potong kue ke dalam mulutnya. "Siapa yang marah." Bisiknya di tengah kunyahannya.

"Itu masih judes." Jawab Jeno.

Matanya enggan menatap Jeno, sejak tadi ia juga menghindari bertatapan lama dengan Jeno. Bukan karena ia masih marah pada Jeno, ia tak sanggup melakukannya.

"Bukan marah." Lirih Renjun.

Jeno menatap lama wajah kekasihnya dari samping, menanti Renjun mau balik menatapnya. "Lalu kenapa?" Tanya Jeno penasaran.

Tiba-tiba Renjun menutup wajahnya dengan tangannya sendiri. "Malu."

"Hah?" Jeno mendekatkan wajahnya pada bahu Renjun, memeluk tubuh mungil itu. "Kenapa malu?"

Renjun mengerang dalam persembunyiannya, ia benar-benar merasa malu atas kelakuannya sendiri. Terus-terusan mengira Jeno akan berkhianat padanya disaat Jeno justru banyak memperjuangkannya.

Dan yang membuat Renjun semakin merasa tak punya muka adalah saat mengingat kalau alasan Jeno tak pernah datang ke perlombaannya itu untuk menghindari Renjun yang bisa cemburu melihat kedekatannya dengan kakak dari Karina.

Lalu saat beberapa minggu yang lalu ia dan Jeno terlibat kecelakaan yang penyebabnya adalah pertengkaran mereka di saat Jeno tengah menyetir. Pertengkaran yang akarnya ternyata diri Renjun sendiri. Dan bisa-bisanya ia sempat menyalahkan Jeno atas insiden yang membuat lengannya terluka itu. Padahal Renjunlah pengebab segalanya.

"Aku pernah menyalahkanmu sepenuhnya atas kecelakaan waktu itu, padahal itu terjadi karena aku juga." Jawab Renjun, ia dapat merasakan jemari Jeno mencoba melepas tangan Renjun yang menutupi wajahnya sendiri.

Begitu berhasil melihat wajah Renjun yang kini memerah, Jeno terkejut. "Eh? Menangis." Ujarnya sambil menghapus basah di mata Renjun.

Renjun tanpa sadar mengeluarkan air matanya saking malunya atas kelakuan sendiri. "Maaf." Dulu, ia bahkan tak pernah mengucapkan maaf pada Jeno.

Egonya hanya menanti Jeno yang memohon maaf padanya padahal ia pun bersalah. Bahkan beberapa hari ia tak menanyakan kabar Jeno sekalipun, tanpa tau kalau Jeno tengah mencoba membuat namanya baik-baik saja sebagai atlet berkuda.

"Kan aku juga salah." Ujar Jeno setelah membawa Renjun dalam pelukannya lagi, penepuk pelan punggung Renjun.

"Aku sempat tak mempercayaimu, padahal kau sudah sampai seperti ini padaku." Tak ada lagi tangisan, Renjun hanya mengeluarkan kata yang ingin ia ucapkan.

Renjun pikir ia terlalu tak mempercayai Jeno sampai tak ingat kalau Jeno sudah begitu banyak menunjukkan cintanya untuk Renjun, kejelasan kasih sayang Jeno padanya tak seharusnya membuatnya berpikir kalau Jeno akan mengkhianatinya dan pergi. Apalagi setelah mendengar kenyataan kalau sejak dulu pun Jeno sudah mencintainya.

Barusan ia dengan kekananak-kanakannya sampai tak mau pulang pada Jeno, hanya karena prasangka yang ia buat sendiri. Menyangka Jeno bisa saja bertemu dengan Karina di belakangnya, disaat Jeno bahkan tak tau Karina ada disini. Jeno baru tau Karina disini dari ucapannya tadi di telpon, menurut Jeno tadi ia sibuk menyiapkan makan malam untuknya dan Renjun tak ada waktu pergi keluar untuk orang lain.

"Itu juga aku ikut salah, tidak mengatakan semuanya sejak awal. Mengatakan kalau Renjun ini adalah orang yang aku inginkan sejak dulu, kalau Renjun itu satu-satunya yang membuatku ingin memeluknya seperti ini." Jeno mengatakan itu sambil mengeratkan pelukannya, dan menggerakkan tubuh Renjun dengan gemas.

Sejak tadi mendengar suara Renjun yang mengatakan permintaan maaf, juga segala ucapannya. Jeno menahan diri untuk tak mengerang gemas, suara pelan Renjun menyerupai rengekan karena memang diucapkan dengan nada sedih. Dari tadi, Renjun yang diliputi dengan suasana sendu tak tau kalau Jeno yang memeluknya memiliki suasana hati yang berbeda. Senyumnya terus terulas setiap mendengar rengekan Renjun itu.

Dan sekarang ia melampiaskannya dengan memeluk Renjun erat.

Tak ada erangan protes dari Renjun, ia masih merasa bersalah pada Jeno jadi menerima saja apa yang Jeno lakukan padanya.

"Aku harusnya tidak cemburu, kau—

"Heh!" Jeno melepas pelukannya, menatap wajah Renjun. "Tetap harus cemburu!" Ujar Jeno dengan raut mengharuskan pada Renjun.

"Itu satu-satunya hal yang membuatku tau kalau Renjun mencintaiku, kalau tidak ada kecemburuan aku susah menebakmu." Ungkap Jeno. Padahal ada satu hal lagi yang membuatnya bisa tau dengan mudah kalau Renjun memiliki rasa padanya.

Mendengar hal itu, Renjun pikir ia memang bukan orang yang bisa menyamai cara Jeno dalam memberinya afeksi dan menunjukkan kasih sayangnya. Renjun sadar ia lebih sering bersikap judes dan galak pada Jeno, tak jarang ia menolak panggilan sayang Jeno untuknya. Tapi semuanya bukan berarti ia tak mencintai kekasihnya itu, Renjun tetap mencintai Jeno dengan segala sikapnya.

Mata Renjun menatap wajah Jeno yang tepat ada di hadapannya, tiba-tiba tangannya meraih rahang Jeno, mengelusnya. "Apa dengan ini juga kau akan susah menebakku?"

Kemudian Renjun menempelkan bibirnya dengan bibir Jeno, matanya saling bertemu tatap dengan Jeno. Renjun memberikan tatapan tulus dan lembutnya, sebelum menutup kelopak matanya dan mulai memagut bibir Jeno.

Tangan Jeno meraih pinggang Renjun, meremasnya pelan saat ia mulai membalas ciuman Renjun. Lidahnya meraih lidah Renjun untuk bermain bersama, rahangnya merasakan samar elusan jari Renjun. Sementara lengannya menarik tubuh Renjun lebih dekat, mulutnya menyesap bibir Renjun dan melumatnya bergantian.

Saat tautan bibir keduanya terlepas, Jeno tersenyum menatap bibir Renjun yang mengkilap basah. "Sebenarnya ada hal lain juga yang mudah aku temukan kalau ingin tau perasaanmu."

Renjun yang tengah mengatur napas mengerutkan dahinya. "Huh?"

"Sayang, aku menikmati ciumannya." Ujar Jeno.

Dan pipi putih Renjun langsung berhias warna kelopak bunga sakura yang cantik, Jeno tersenyum seketika melihat itu. Ia kemudian menempelkan pipinya dengan pipi Renjun sambil mengerang gemas, menggesekkan pipinya berulang kali dengan manja.

"Jeno.." Renjun pasrah saat Jeno lanjut mengusakkan hidungnya pada pipi Renjun, lalu menciumi lehernya.


Update per bonus partnya pasti lama jarak waktunya, gak apa-apa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Update per bonus partnya pasti lama jarak waktunya, gak apa-apa?

To My First ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang