"Renjun, pulang ya? Aku katakan semuanya." Jeno tau kalau Renjun pergi karena kecemburuannya itu. Dan ia sedikit tak menyangka kalau Renjun akan mengatakan sendiri kalau ia takut Jeno meninggalkannya.
Tadinya Jeno nyaris tersenyum lebar mendengar Renjun mengatakan hal itu, tapi ketika ingat apa yang ditakutkan Renjun membuat Jeno sedikit kesal. Apa Renjun masih berpikir ia akan meninggalkannya disaat ia bahkan tak akan mungkin bisa pergi darinya.
Terdengar Renjun bergumam tak jelas sebagai jawaban, dan Jeno pikir sepertinya anak itu malu untuk pulang disaat ia tadi sudah terlanjur mengatakan tak ingin pulang dulu.
"Renjun, aku tak akan bisa tidur kalau kau tak denganku. Kau bisa saja sembarangan lagi menggunakan lenganmu."
Dan saat satu jawaban singkat dan pelan dari Renjun terucap, Jeno tersenyum. "Baik, katakan dimana? Aku jemput."
Setelah itu, Jeno segera menjemput Renjun di tempat yang sudah disebutkan kekasihnya itu.
"Aku ingin mengatakan semuanya sekarang, tapi tidak di saat aku menyetir ya? Pembicaraannya cukup serius, aku harus menatap matamu untuk meyakinkan semuanya." Ujar Jeno begitu ia menjalankan mobilnya, dengan Renjun yang sudah duduk di sampingnya.
Renjun tak menyahut, ia masih tak percaya soal Jeno yang mengatakan kalau ia adalah cinta pertama Jeno? Bukankah Jeno begitu mencintai Karina dulu?
"Aku tadinya hendak mengajakmu makan terlebih dahulu, mengingat aku sudah menyiapkannya sejak tadi. Tapi kau pasti sedang menunggu penjelasanku kan?" Tanya Jeno saat mereka sampai di apartemen dengan Renjun yang masih diam tak banyak berbicara.
Keduanya duduk di atas sofa, dengan saling berhadapan. Jeno memang harus mengatakan semuanya sambil menatap Renjun, agar Renjun tak menganggap kalau apa yang akan ia ucapakan adalah sebuah pembelaan semata.
"Aku tadi mengatakan kalau kau cinta pertamaku, Renjun. Itu nyata adanya, aku tak berbohong sama sekali." Jeno memulai.
Renjun membuka mulutnya. "Karina?"
"Karina kekasih pertamaku, tapi bukan cinta pertamaku." Jawab Jeno jujur.
"Sebelumnya kau tak tau ini, dan aku akan mengatakan semuanya sekarang. Agar kau tau kalau kemungkinan aku meninggalkanmu adalah tidak ada."
"Sebelum aku dengan Karina memiliki hubungan, aku tertarik padamu. Bahkan saat kau berstatus sebagai temanku, aku mencintaimu bukan sebagai sosok teman. Tapi saat oranglain mulai membicarakanku dan Karina, kau justru ikut membicarakannya."
"Tak terlihat kalau kau terganggu akan pembicaraan itu, padahal tadinya aku mengharapkan kau memiliki perasaan yang sama padaku. Tapi dengan melihat bagaimana kau begitu datar saat aku membahas soal Karina, aku tau kau tak memiliki perasaan yang sama."
Mendengar itu, Renjun mengelak dalam hati. Seingatnya dulu, ia mati-matian menahan rasa cemburu setiap mendengar itu.
"Dan aku mulai berpikir untuk benar mendekati Karina untuk upaya melupakan perasaanku padamu. Tapi kau tetap sedatar itu, sampai aku pun malu dan merasa bersalah juga pada Karina. Setelah aku mengakhiri hubunganku, aku mengatakan semuanya pada Karina dan meminta maaf."
"Kelanjutan dari sana adalah akal-akalanku dan Karina untuk membuktikan perasaku kalau kau tampak cemburu pada Karina."
Setelah mendengar penuturan Jeno, Renjun berkedip sambil menghela napasnya. Menatap Jeno lama.
"Aku sudah susah-susah merencanakan segala hal untuk menjadikanmu kekasihku, lalu aku akan pergi darimu? Apa-apaan." Jeno meraih tangan Renjun, membelai punggung tangannya lembut.