Part 7

1.1K 25 0
                                    

Hari-hari yang Kiara rasakan kini semakin berat. Selain tugas kuliah yang mulai menguras pikirannya. Kini tugas himpunan yang tidak ada hentinya. Ditambah tugas yang baru saja Bagas Mahendra berikan pada Kiara.

Harus berhubungan kembali dengan Aiden merupakan hal yang sangat disesali bagi Kiara dalam seumur hidupnya. Entah mengapa alasan Bagas menunjuknya untuk sering berokoordinasi dengan Aiden.

Ra kalau bisa lo secepatnya ya koordinasi sama Aiden buat tanya-tanya acara dia kemarin.

Setelah membaca pesan yang baru saja Kiara terima dari Bagas rasanya Kiara mengundurkan diri dari kepanitian bahkan pengurus Himpunan sekaligus.

"Arghhh bisa gak sih kak Bagas kalau ngasih tugas tuh lihat-lihat dulu orang nya, kenapa harus gue yang koordinasi langsung sama manusia brengsek itu." Keluh Kiara yang kini berada di perpustakaan. Tanpa sadar suara Kiara kini mengundang perhatian seseorang yang kini berada di belakangnya.

"Kenapa sih Ara kaya gak seneng gitu dapet tugas istimewa dari Bagas." Tiba-tiba tanpa dikomando, Aiden muncul di hadapan Kiara dengan wajah tengilnya yang otomatis membuat Kiara semakin merasa kesal pada Aiden.

"Ngapain sih ada di sini?" Tanya Kiara dengan ketus dan ekspresi yang tidak bersahabat Kiara tujukan kepada Aiden.

"Ya suka-suka aa lah, ini kan tempat umum. Jadi apa nih tugas pertama yang Bagas kasih buat kamu minta bantuan ke aa?" Dengan percaya dirinya Aiden merasa menjadi seseorang yang sangat dibutuhkan oleh Kiara. Melihat tingkah Aiden yang seperti itu semakin membuat Kiara yakin bahwa Aiden memang manusia yang memiliki tingkat kepedean diatas rata-rata.

"Udah deh a bisa gak sih gak usah masuk lagi sama kehidupan aku, kita jalanin aja hidup masing-masing tanpa harus orang lain tahu. Bilang aja sama kak Bagas kalau aa mundur bantuin acara Himpunan ini." Sejujurnya Kiara memang ingin mengatakan hal ini dari sejak pertama Aiden mengikuti rapat bersama minggu kemari. Namun Kiara tahan sampai ia merasa ada momen pas untuk bertemu Aiden dan Kiara rasa sekarang adalah momen yang pas untuk menyampaikan keinginannya untuk tidak terlibat lagi dengan Aiden.

"Loh aa gak ganggu hidup kamu Ara, apalagi buat masuk lagi ke hidup kamu. Aa cukup sadar diri akan hal itu. Tapi disini aa Cuma mau bantuin kamu karena kamu kan yang pengang acara tahunan Himpunan ini. Kalau kamu merasa gak mau aa bantuin ya gapapa Ra, aa ngerti kok. Nanti aa bakal bilang ke Bagas kalau aa gak bisa bantuin acara Himpunan kalian." Setelah mengucapkan kalimat panjang lebar itu kini Aiden pergi meninggalkan perpustakaan dan meninggalkan Kiara yang masih heran dengan sikap Aiden akhir-akhir ini.

Kiara merasa bahwa Aiden seperti bukan Aiden yang ia kenal. Kini Aiden seperti jauh tak terjangkau. Seharusnya Kiara merasa bersyukur bahwa Aiden menunjukkan rasa ketidakpedulian lagi terhadap Kiara. Harusnya Kiara merasa senang karena kini Aiden berada jauh dalam jangkauan dan genggamannya. Bukankah itu yang ingin Kiara lakukan sejak dulu.

Namun mengapa disaat Aiden sudah melakukan apa yang Kiara harapkan, justru kini Kiara yang merasa kehilangan sosok Aiden Pratama. Kiara tidak bisa membohonginya lagi bahwa setidaknya sosok Aiden pernah sangat berkesan dalam perjalanan hidup Kiara walaupun hanya dalam hitungan jari.

●●●

"Ra bisa kita ngobrol dulu sebentar? Lo ada kelas lagi gak habis ini?" Tiba-tiba Bagas datang menghampiri Kiara yang baru saja keluar dari kelas setelah menyelesaikan satu mata kuliahnya.

"Boleh kak, mau ngobrol dimana?"

"Di cafe depan aja yuk."

"Oke kak"

Kiara dan Bagas berjalan beriringan menuju cafe yang berada di depan kampus. Kiara merasa bingung karena tidak biasanya Bagas mengajaknya berbicara di cafe. Biasanya jika Bagas mengajaknya bicara perihal Himpunan pasti akan bicara di ruang sekretariat Himpunan atau ketika sedang rapat.

Kiara dan Bagas memasuki cafe yang siang ini lumayan sepi karena hanya ada beberapa pengunjung. Biasanya cafe ini dipenuhi oleh mahasiswa yang sekedar nongkrong atau numpang WIFI demi kelancaran akses internetnya. Suasana cafe yang lumayan sepi, Bagas mengajak Kiara duduk di kursi samping kanan jendela sambil menikmati jalanan yang mulai ramai.

"Mau pesen apa Ra?"

"Caramel aja Kak."

"Oke, makannya?"

"Gak usah deh kak, kebetulan aku lagi gak lapar."

"Udah gapapa ra, sekalian aja ya sama makanannya biar gue pesenin." Bagas meuliskan pesanannya dan memberikannya kepada waiter cafe yang bertugas.

"Hem gini Ra, sebenernya gue mau ngomong sesuatu sama lo, ya bagi gue sih ini penting ya tapi gatau sih kalau bagi lo."

"Ngomong apa kak? Jangan buat gue deg-degan deh." Canda Kiara yang nampak tegang karena melihat aura Bagas yang mulai serius.

"Gue langsung to the poin aja ya Ra. Oke gue gak akan ikut campur apapun masalah lo sama Aiden karena hubungan kalian di masa lalu. Tapi sorry Ra kalau lo gak mau minta bantuan Aiden Cuma karena masalah lo sama Aiden, menurut gue lo kurang profesional." Ucap Bagas dengan sarkas pada Kiara.

Mendengar ucapan Bagas yang seperti itu membuat Kiara bingung karena dari mana Bagas bisa tahu kalau Kiara enggan untuk berkoordinasi langsung dengan Aiden. Apakah Aiden yang telah memberitahu Bagas secara langsung? Jika ia Kiara semakin kesal dengan apa yang Aiden lakukan.

"Udah gak usah kaget Ra. Gue tahu apa yang terjadi sama kalian dimasa lalu, walaupun gue gak tau secara jelas apa yang kalian lakuin sampai buat kalian serenggang ini. Tapi gue harap lo bisa membedakan mana masalah perasaan dan mana masalah kepentingan organisasi." Ucap Bagas yang Melihat keterdiaman Kiara, Bagas bisa menebak jalan pikiran Kiara tentang hubungan mereka yang Bagas ketahui.

"Oke kak gue coba jelasin kenapa gue gak mau minta bantuan Aiden buat masalah ini. Tapi yang jadi pertanyaan buat gue, kenapa dari sekian banyak panitia itu harus gue yang koordinasi langsung sama Aiden? Apa gak bisa sama kak Salsa aja? Kak Salsa kan temen Aiden juga"

"Kalau itu yang lo permasalahkan, oke gue luruskan ya alasan gue nyuruh lo koordinasi sama Aiden ya karena lo bagian dari divisi acara yang nantinya bakalan megang acara ini."

"Tapi kak, anak acara bukan Cuma gue aja, lo bisa kan suruh Nadira, Karin, atau Gavin biar enak koordinasi sama Aiden karena mereka sama-sama cowok."

"Tapi lo ketua divisi acaranya Ra, masa iya gue langsung nyuruh anggota lain sedangkan masih ada lo sebagai ketua divisi acara. Kalau Cuma itu yang lo permasalahkan, udah clear kan sekarang?"

Mendengar penjelasan dari Bagas memang benar adanya, Kiara dibuat mati kutu karena tidak bisa memberi Bagas alasan lain lagi untuk menolak perintah Bagas. Melihat Kiara yang diam Bagas kembali melontarkan pertanyaannya.

"Jadi sebenernya lo keberatan Cuma karena lo masih gak terima kan sama hubungan kalian? Come on Ra lo harus profesional. Aiden aja udah profesional mau bantuin kita and see sekarang bahkan dia udah bahagia sama cewek lain yang gak lain kakak lo sendiri kan."

Apa yang Bagas ucapkan memang hampir semuanya benar, namun hati kecil Kiara ingin menyangkal perkataan Bagas yang secara tidak langsung menyebutkan bahwa Kiara masih berharap dengan hubungannya bersama Aiden. Kiara tidak segampang itu untuk kembali ke rumah yang telah membuatnya hancur berantakan. Rasanya Kiara semakin muak jika semuanya masih terus berkaitan dengan lelaki bernama Aiden Pratama.

*

*

*

To be continue 

Second ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang