"Na--"
Gista berlari tertatih menyusul Renata yang keluar terlebih dahulu, pukul 11 mereka sudah selesai kuis dan juga tugas sudah mereka kumpulkan. Jumat adalah hari yang sangat membuat mood Renata berantakan, karena ia kurang tidur, kepalanya masih terasa pusing dan nanti jam 7 malam ia harus sudah berada di Bandara untuk terbang ke Jogjakarta. Rasanya ia menyesal mengiyakan ajakan Hema untuk menjadi perwakilan Konferensi besok.
Fikirannya mulai keruh sejak ia mendapatkan pesan dari Tantenya perihal Omnya baru selesai kemoterapi dan harus secara rutin untuk kemoterapi. Fikirnya, Tante harus mengeluarkan uang banyak untuk kesembuhan suaminya dan dirinya harus mencari uang sendiri untuk hidupnya. Tidak mungkin ia terus menerus menumpang pada mereka kan?
Getaran ponsel pada sakunya membuat fikiran Renata teralihkan, dengan malas ia mengrogoh sakunya guna mengambil ponselnya. Dan nama yang tertera di layar membuat moodnya semakin makin memburuk.
"Kenapa"
"Dimana?"
"Baru kelar kelas, lagi sama Gista."
"Oke. Ke Sekretariat sekarang!"
Panggilan terputus. Renata menghela napas kasar dan menguncir rambutnya asal.
"Ke Sekre yuk? Hema nyuruh kesana."
Terkadang Renata bingung pada teman temannya dan kakak tingkatnya. Bisa bisanya mereka memilih Hema dan Renata sebagai Ketua dan Wakil Himpunan. Padahal Renata tidak ada basic apapun dalam hal memimpin. Awalnya ia merasa tugas itu berat sampai sampai Renata menangis 3 hari karena tidak kuat menjadi wakil ketua. Selain karena tugas tugasnya yang cukup membuatnya pusing kepala, pasangannya pun sama. Hema sukses membuat hidupnya berubah lagi.
Renata tidak suka Hema, ia adalah pemuda yang bisa dikatakan berada dan sombong. Namun ada faktor lain yang membuat Renata membenci anak semata wayang keluarga Pemana itu. Meski begitu, Renata harus benar benar menutupi semuanya dari teman temannya, ia tak perduli jika Hema tahu kalau Renata sangat membencinya. Justru memang Hema harus tahu agar pemuda itu tahu diri.
Image Hema di mata teman temannya sangatlah baik, seorang pemimpin yang cerdas, cekatan, baik hati, royal dan setia kawan. Hema jauh dari kata buruk. Setidaknya itu yang teman temannya tahu. Hema berani bertaruh, selain Jidan dan Jevan, jika teman temannya tahu seperti apa dirinya, mereka akan menjauhi Hema dan akan merasa Hema tidak baik untuk di temani.
"Udah kumpul semua kan? Berhubung Seminar sebentar lagi, gue nggak mau nanti menuju hari H kita kurang persiapan. Selama gue sama Renata ke Jogja nanti malem, gue minta Sekretaris Misya dan Jidan buat handle persiapan ya. Gue nitip Danusan harus udah jalan, talong pantau goodies dan konsumsi diitung lagi jangan sampe kurang."
Misya menghela napas panjang, sudah ia duga pasti dirinya yang akan memback up kakak tingkatnya ini.
"Jangan lupa juga ya dana di itung lagi antara yang masuk, keluar itu harus singkron sama data ya." tambah Renata yang selesai mengecek laporan keuangan di laptop Jihan.
"Siap Nat." Jawab Jihan.
"Ini proker kita yang terakhir kan?" Tanya Jevan.
Hema mengangguk, "Iya--itu artinya akhir tahun kita bisa pemilihan ketua dan wakil himpunan baru--"
"Waaah--bisa nih gue sama Renata nyalonin--aaaa sakit anjir Nat!"
Renata langsung menggeplak bahu Sabian disebelahnya. Bagaimana bisa ia mencalonkan diri sebagai Ketua atau Wakil? baginya setahun cukup membuatnya pusing dan ia tidak mau lagi terjun ke dunia rumit lagi. Sudah cukup.
"Nggak! Gue gamau ya hari libur gue di ganggu lagi!!" Ketus Renata.
"Becanda Ndoro Putri, galak amat! Pantesan aja kagak ada cowok yang ma--NATAAAA RAMBUT GUE!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable | Lee Haechan ✔️
FanfictionDibalik sikap profesionalitas Hema dan Renata, ada hal tersembunyi yang orang lain tidak tahu. Diluar Himpunan mereka seperti saling menghunuskan pedang karena kejadian masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu, semua melunak. Sampai Renata berfik...