"Nat, kali ini tolong percaya sama aku!" Kata Hema.
Renata menghela napas panjang dan mengangguk. Sungguh awalnya ia sulit percaya tetapi setelah melihat Meara sangat dekat dengan Marsal dan sesekali Meara memanggilnya anak Marsal.
Dibawah bulan yang bercahaya itu, Renata dan Hema berada di Lembang. Kawasan Lembang malam ini cukup dingin, entah kenapa Renata mengiyakan ajakan Hema. Padahal besok dia ada dinas luar ke Bogor dan seharusnya pukul 8 malam ini Renata sudah rebahan di kasur kesayangannya. Ingatkan Renata Bandung - Bogor itu jauh, dan dia harus berangkat subuh. Sendirian, tanpa supir.
"Aku nggak ngerti kenapa kamu dipanggil Papa sama Meara." Ucap Renata.
Jujur saja Renata awalnya mendengar Meara memanggil Hema dengan sebutan Papa sangat terkejut. Dan ia merasa bahwa ia sangat bodoh karena meninggalkan Hema, lucunya rasa ingin memiliki Hema lagi itu muncul. Padahal awalnya Renata sangat sulit percaya pada apapun.
Hema terkekeh dan tangannya bergerak untuk menguncir rambut Renata, karena semilir angin menerbangkan rambut bloonde wanita itu. Membuat Hema salah fokus, kenapa Renata sangat cantik sekali malam ini? Wajahnya ditemani sinar rembulan dan sorot mata teduh itu membuat Hema jatuh cinta lagi pada Renata.
Hema kembali pada posisi awal, ia kembali duduk disebelah Renata. "Dulu, waktu kamu nggak ada. Aku selalu dikenalin sama cewek cewek nggak jelas di kampus atau di tempat kerja. Dan itu buat aku nggak nyaman, Nat."
Renata mengangguk, "Kenapa? Kan dari situ kamu bisa lupain aku."
"Kalau aku bisa lupain kamu, mungkin aku nggak akan ngajak kamu ke apart aku kemarin." Jawab Hema.
Apa yang dikatakan Hema ada benarnya juga, jika Hema sudah melupakan dirinya mungkin Hema sudah menikah sekarang. Dan mungkin Hema tidak akan sebaik ini padanya. Renata juga sedikit lega kala Hema berkata seperti itu.
"Iya iya, terus kenapa Meara manggil kamu Papa ih!" Ketus Renata.
Hema tersenyum melihat Renata sudah sedikit emosi, "Saat Meara lahir, dari kecil aku ajarin dia panggil aku Papa didepan umum. Biar orang orang tahu kalau aku ini sudah berkeluarga. Gitu, cantik!" Hema mencubit hidung Renata, "Padahal aku sebenernya belum kawin."
"Kawin udah, nikah yang belom!" Ketus Renata.
Hema tergelak dan membawa Renata ke dalam pelukannya. Melihat ia bisa dekat lagi dengan Renata rasanya Hema sangat bahagia. Kini ia tidak seperti di gurun Sahara lagi. Kegersangan dalam taman bunganya kini berakhir digantikan dengan kesuburan dan keindahan. Hema berjanji, tidak ada lagi yang bisa memisahkan mereka. Hema akan menjaga Renata dari apapun dan dia tidak akan melepaskannya lagi.
"Sewot amat sih, bu! Mau kawin lagi sama aku?" Goda Hema.
Kedua mata Renata membulat dan baru saja ia ingin menghadiahi Hema dengan pukulan, tapi Hema sudah menahan tangannya."Jangan dipukulin mulu, kdrt lu ah!"
"Kdrt apaan sih? Nikah aja belum!"
"Ya udah ayo, kita nikah, Nat!"
Ajakan Hema seperti magis bagi Renata, karena ia mendadak terdiam. Pandangannya lurus menatap Hema dengan penuh tanya. Bayangan ia keguguran pada malam itu membuat hatinya kembali bernanah. Entah kenapa hal itu membuatnya begitu trauma, ia hanya takut tidak bisa menjaga apa yang seharusnya dia jaga.
Hema paham ketakutan Renata, maka dia langsung mengelus punggung tangan Renata. "Nggak pa-pa. Semua akan baik baik aja. Ada aku--kamu nggak usah khawatir. Kita rawat bareng bareng nanti." Ucap Hema.
Tanpa Renata bilang pun Hema sudah tahu jika Renata memiliki trauma tersendiri akan kehamilan. Kepercayaan Renata sudah kembali, kali ini hanya rasa trauma itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable | Lee Haechan ✔️
FanfictionDibalik sikap profesionalitas Hema dan Renata, ada hal tersembunyi yang orang lain tidak tahu. Diluar Himpunan mereka seperti saling menghunuskan pedang karena kejadian masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu, semua melunak. Sampai Renata berfik...