; meara cantik

797 70 19
                                    

Sudah 3 minggu sejak kejadian di apartement Hema itu, Renata dan Hema menjadi dekat lagi. Mereka sering bertukar kabar bahkan sering bertemu. Dan sesekali Meara diajak. Awalnya Renata merasa tidak nyaman dan takut jika anak itu melapor pada Yeri, Renata takut jika predikat pelakor ada padanya. Memang mereka bertemu dibelakang Yeri, Renata akui juga ia salah. Tapi mau bagaimana lagi, Renata sudah mulai nyaman berada disisi Hema.

Langit kota Bandung berwarna abu abu, jalanan masih basah dan udara dingin tentunya menjadi ciri khas kota Kembang itu. Renata menunggu Hema disalah satu jalan Braga.

"Tante Nataaaaa!" Meara datang dan langsung memeluk Renata.

Dengan canggung ia membalas pelukan Renata, "Hallo cantik."

Meara duduk didepan Renata sementara Hema duduk disebelah Renata. Meara sangat cantik, ia mengenakan baju dress selutut berwarna baby blue dengan rambut yang di kepang kelabang. Bunda Meara sangat pintar untuk mendandani anak seperti ini. Renata saja tidak tahu bisa atau tidak mendandani anak seperti ini.

Hema langsung memesankan Milkshake kesukaan Meara dan memesankan Vanilla Latte untuk Renata. Sudah lebih dari 6 tahun, namun Hema masih ingat hal apa yang Renata sukai. Bolehkah kali ini Renata mengharapkan Hema lebih dari ini? Namun bagi Renata itu sudah terlambat.

Renata merasa dirinya seperti manusia yang aneh. Bagaimana bisa rasa kepercayaan itu muncul kala Hema mencium keningnya malam itu? Dari situlah terjadi pergolakan batin dalam hati Renata. Karena seorang pria beristri tidak mungkin seintim itu pada wanita lain.

"Tante, tau nggak? Kemarin Bunda marahin aku!"

"Loh? Kenapa?"

"Masa kata Bunda aku nggak boleh ngelawan sama Yayah! Padahal Yayah kan bikin aku kesel tante. Aku lagi main game di hp Papa, Yayah nyuluh aku ambil remot tv." Adu gadis kecil itu.

Kedua alis Renata menyatu. Ia tidak kenal siapa sosok Yayah yang ia maksud, namun sebisa mungkin Renata memahami anak kecil ini. Meara hanya ingin bercerita saja, entah cerita itu benar atau tidak, Renata hanya perlu menanggapinya saja. Yang penting Meara tidak merasa kesal karena ceritanya tidak didengarkan.

"Nggak apa apa, yang penting kamu jangan ngelawan sama Bunda dan Papamu, oke?" Jawab Renata dengan menyodorkan telapak tangannya pada Meara.

Meara mengulum kedua bibirnya, "Papa? Aku seling tau belantem sama Papa. Ya Pa?"

Hema mengangguk, ia masih sibuk pada ponselnya karena Yeri mengirimi beberapa foto berisi kue untuk acara 4 bulanan kandungannya.

"Kok gitu? Nanti dosa. Jangan berantem sama Papa ya?"

"Tapi Papa ngeselin, masa aku dibilang anak Papa bukan anak Bunda." Lirih anak itu.

Renata tersenyum gemas. Kenapa jika Meara cemberut seperti ini, ia teramat menggemaskan? Bolehkah Meara dibawa pulang oleh Renata?

"Kan Meara anak Bunda sama Papa, jadi--"

"Ih aku anak Bunda!" Bantah anak itu.

Renata cukup terkejut saat Meara sedikit meninggikan suaranya, namun sebisa mungkin Renata tidak tersulut emosi. Hema yang tahu Meara sudah mulai kesal, ia terkekeh. Meara memang kebiasaan jika membahas masalah itu ia akan mengaku anak Bundanya. Ya memang benar juga sih.

"Mea, Papa mau ambil pesanan dulu ya? Pancake nya udah selesai."

Meara mengangguk. Dan Hema pun bangkit berjalan menuju kasir. Namun saat ia mengantri, Hema sedikit terganggu. Karena ada 2 orang perempuan, kira kira berumur 23-25 tahunan yang melihat Hema terus. Sampai salah satu perempuan itu berani untuk berkomunikasi dengan Hema.

Irreplaceable | Lee Haechan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang