Baju pengantin putih khas Jawa Barat tampak cantik Renata kenakan. Dengan Siger Sunda yang terpasang di kepala Renata menambah betapa cantiknya Renata pagi ini. Pukul 8 lewat 20 menit Renata sudah selesai make up dan sedang menunggu di kamar hotelnya. Perasaan bahagia, sedih, khawatir dan mual campur aduk pagi ini.
Jantungnya terus berdetak memompa darah lebih cepat dari biasanya, tangan Renata panas dingin. Rasanya ia ingin melebur jadi debu saja pagi ini. Memang ini hari pernikahannya namun rasa cemasnya melebihi rasa saat ia mau sidang waktu itu.
Ia mencemaskan Hema. Apakah bisa pria itu mengucapkan ijab qabul dengan lancar? Renata saja yang hanya diam degdegannya minta ampun, apalagi Hema?
Gista belum memanggilnya itu berarti Hema belum datang. Dia pagi ini perasaannya benar benar tak karuan, karena pagi ini adalah penentuan masa depannya. Persiapan pernikahannya mereka siapkan dari jauh jauh bulan semoga saja lancar.
Setelah 30 menit Renata panik sendirian di kamar, Gista sudah membuka pintu kamarnya dengan mengenakan baju bridesmaid berwarna biru navy dengan rambut yang disanggul sederhana.
"Heh, tegang amat!" Ucap Gista. Ia berjalan mendekati Renata dan memeluk Renata, "Selamat ya sayangku! Sebentar lagi lo jadi istri orang!" Girangnya.
Renata membalas pelukan Gista, "Gistaaa! Gua degdegan!!" Pekiknya.
Gista terkekeh dan melepaskan pelukan Renata, "Yang mau ijab itu Hema, bukan elu—"
"Ya justru itu gue panik! Kalau Hema gagal, gimana dong?"
"Hush! Udah cantik gini ngomongnya dijaga, takut di Aaminin malaikat berabe nanti!"
"Ya terus gue harus gimana dong!?"
"Lu cuma duduk aja disebelah Hema, biar dia yang berjuang nanti. Berdoa aja semoga semua lancar, doi udah ada dibawah. Hayu deuh, engke kaburu siang, Renata Katrina!" Ucap Gista.
"Gis—Gue jadi pengen nangis—"
Kedua mata Renata mulai merah dan Gista cepat cepat menenangkan Renata, "Heh, ulah ceurik atuh ih. Pan geus geulis engke make upna luntur siah!"
Mendengar ucapan Gista, Renata tertawa dengan menghapus air matanya yang hampir membasahi pipinya. "Aduh—gua terharu."
"Ke Aula yuk?"
•••
"Saya nikahkan engkau dengan keponakan saya, Renata Katrina Binti Danuansyah dengan mas Kawin sejumlah uang 50 juta dan Emas seberat 10 gram dibayar Tunai!"
"Saya terima nikahnya Renata Katrina Binti Danuansya dengan mas kawin tersebut, Tunai!"
Semua orang disana mengucapkan hamdalah dan memanjatkan doa doa baik untuk rumah tangga Renata dan Hema. Begitu Hema dengan lancar mengucapkan ijab, Renata bisa bernapas dengan tenang. Karena setelah duduk disebelah Hema, rasa khawatir itu bertambah menjadi 10x lipat. Renata jadi memikirkan bagaimana perasaan Hema saat ia menunggu waktu ijab qabul.
Sebenarnya jangan ditanya lagi, yang pasti rasanya jantung Hema seakan lepas dari tempatnya dan dia merasa tubuhnya tidak bisa menginjak bumi. Ia merasa melayang. Tubuhnya panas dingin dan perutnya seperti di acak acak.
Para tamu undangan saling bergantian mengucapkan selamat, namun sebelumnya Hema dan Renata sudah melaksanakan proses sungkeman. Dimana Renata menangis saat ia mencium tangan Tante Farah. Meski baru beberapa tahun bersama Farah, rasanya sudah seperti dengan ibu kandung sendiri.
Cobaan sebelum mereka menikah bisa dikatakan banyak, apalagi finalnya waktu kemarin Renata dipanggil siaran dan berakhir mereka bertengkar karena Renata dari pagi tak ada kabar padahal malamnya ia sudah berjanji pada Hema untuk mengantarnya mengambil undangan. Setelah itu Hema marah hebat sampai ingin membatalkan pernikahannya. Memang menurut sebagian orang itu masalah sepele, namun bagi Renata itu masalah besar karena Hema sampai mendiaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable | Lee Haechan ✔️
FanfictionDibalik sikap profesionalitas Hema dan Renata, ada hal tersembunyi yang orang lain tidak tahu. Diluar Himpunan mereka seperti saling menghunuskan pedang karena kejadian masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu, semua melunak. Sampai Renata berfik...