; when we talk

739 80 23
                                    

"Gua serius, Gista!" Pekik Renata.

Renata terlihat kesal dan sedikit uring uringan. Gista minggu ini berada di Bandung, karena Jevan mengajaknya untuk bertemu dengan orang tua Jevan. Sudah 6 bulan ini Gista dekat dengan Jevan dan Jevan merencanakan sesuatu yang serius untuk hubungan mereka. Disebuah Cafe daerah Baros menjadi tempat mereka untuk bertemu. Renata, Gista dan Jidan.

Sebenarnya Jidan yang mengajak duo curut (ini panggilan dari Jidan untuk kedua wanita cantik itu) untuk bertemu. Entah kenapa Renata dengan mudahnya mengiyakan hanya karena adanya Gista disana. Jidan kini tertawa terbahak bahak saat mendengar cerita drama bagaimana Renata bertemu dengan Hema minggu lalu.

"Dan! Lo kok nggak pernah cerita kalau Hema udah nikah?!" Pekik Gista.

Jidan mengapus butiran air matanya yang keluar akibat ia tertawa terlalu keras, "Serius lo mau tau, Nat?"

"Yee! Kenapa sih emang?"

"Biar Hema aja yang jelasin deh!"

"Hah? Hema?"

"Widih, rame juga!"

"Om Idaaan!"

Meara berlari ke arah Jidan dan memeluk pria itu. Jidan pun membalas pelukan Meara dan menciumi pipi gembil anak kecil itu.

"Jangan diciumin anak gua!" Tegas Hema.

Hema tiba tiba datang bersama Meara, Hema langsung duduk didepan Renata dan disebelah Jidan. Renata mati kutu, dia hanya tersenyum canggung saat Hema duduk didepannya dan si kecil Meara duduk disebelahnya. Renata benar benar sangat canggung melihat interaksi ayah dan anak itu.

Renata melihat bagaimana Hema mencintai Meara. Perlakuan Hema cukup manis pada anak kecil itu, dan tanpa sadar Renata tersenyum saat Hema mengusap pucuk kepala Meara. Fikiran Renata terlempar jauh pada angan angannya, andaikan itu anaknya dengan Hema pasti Hema akan menyayanginya seperti Meara. Bagaimana Renata bahagia akan keluarga kecilnya dengan Hema. Namun itu semua hanya angan angan saja, karena kini Hema telah mencintai wanita lain.

"Papaaaa, Om Idan nakal! Masa aku di bilang bukan anak Bundaa!" Meara merengek pada Hema.

Jidan disebelah Meara hanya tergelak melihat Meara merengek pada Hema. Begitu menggemaskan, jika nanti Jidan memiliki anak mungkin akan seperti Meara. Sayangnya, itu tidaka akan terjadi.

Kedua mata Hema membulat pada Jidan, "Nggak usah ngomong macem macem sama bocil!"

Jidan hanya tergelak. Sudah sering ia menggoda Meara sampai anak kecil itu menangis pada Mamanya atau pun pada Hema. Dan sudah terlalu sering Jidan dimarahi oleh keduanya namun itu tidak membuatnya kapok.

Gista tersenyum pada Meara, "Namanya siapa?" Tanya Gista.

Meara menggenggam tangan kekar Hema, pertanda bahwa anak kecil itu takut pada kedua orang asing ini. "Nggak apa apa, tante tante ini baik sayang." Ucap Hema pada Meara. Ia mencoba menenangkan Meara agar tidak ketakutan.

"Meara, tante." Lirih anak kecil itu.

"Umur berapa tahun?"

"4 tahun."

"Udah gede ya--udah sekolah?"

Meara hanya mengangguk.

Renata hanya diam saja melihat interaksi Gista yang mencoba mendekati Meara. Lantas Renata harus apa? Mencoba mendekati Meara? Tujuannya untuk apa? Tidak penting juga kan? Lagi pula tujuannya kesini untuk bertemu dengan Jidan, namun tanpa Renata tahu Jidan mengundang Hema juga.

Jujur saja ada perasaan nyeri dalam hatinya kala melihat Meara. Itu berarti Hema sudah tidak mencintai Renata lagi bukan? Karena Hema sudah memulai lembaran baru dengan Mama dari anak kecil ini. Meara sangat cantik apalagi Mamanya, begitu lah fikir Renata. Renata belum berani membuka percakapan pada Hema, ia hanya sesekali tersenyum pada lelucon yang Hema buat dan Meara tergelak.

Irreplaceable | Lee Haechan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang