Jogjakarta malam tidak terlalu buruk. Kesan kejawennya masih terasa berbeda dengan di Jakarta, malam seperti ini pasti macet dimana mana. Jika bisa memilih, Renata ingin tinggal disini. Namun tidak ada yang lebih nyaman dari Bandung. Tempat ternyaman untuk pulang adalah rumah. Bandung.
Angin lembut menabrak wajah ayu Renata, sepanjang jalan Malioboro banyak sekali yang berjualan, namun Renata tidak tertarik untuk membeli. Baginya tidak ada yang menarik meski di tangan Hema sudah ada sekotak Takoyaki. Renata sama sekali tidak bernafsu untuk makan apapun malam ini. Jam sudah menunjukan pukul 8 malam dan tidak ada tanda tanda Hema mengajaknya untuk kembali ke hotel.
Sepanjang jalan pun mereka sama sekali tidak membicarakan apapun. Hema jalan terlebih dahulu dan Renata mengekorinya dibelakang. Pemuda itu sampai tidak menyadari sejak 15 menit lalu Renata sudah tidak ada di belakangnya.
Sekotak takoyaki itu langsung ia buang ke tempat sampah. Hema langsung mencari keberadaan Renata. Ia tidak terfikir jika Renata akan hilang ditempat ini, maksudnya Renata kan sudah dewasa, masa harus hilang seperti anak SD?
"Ni anak kemana sih?!" Ketus Hema.
Sialnya ponsel Renata tidak aktif. Hema mencari kesana kemari keberadaan Renata dan hasilnya nihil. Jam menunjukan pukul 9 lewat 15 menit, sudah 1 jam Renata menghilang, jika tahu akan seperti ini, Hema tidak mau mengajak Renata. Hatinya gusar sekarang, fikirannya kemana mana. Hatinya tidak tenang sekarang, ia takut Renata kenapa kenapa.
Ini kota orang, Renata sama sekali tidak tahu daerah Jogjakarta. Hema memutuskan untuk duduk di sebuah tempat duduk didepan Caffe, dia menyugar rambutnya. Malam ini Malioboro sangat ramai oleh wisatawan, saat kedua matanya menjelajah situasi di sekitarnya, ia menangkap seseorang tengah berada di tempat melukis dipinggir jalan.
Itu Renata.
Hema langsung bangkit dan menyebrangi jalan menuju Renata berada dengan terburu buru.
"Heh! Lu kok disini?!" Pekik Hema yang langsung duduk disebelah Renata.
Sementara Renata melirik sekilas dan kembali fokus melukis. Ia tidak menjawab pertanyaan Hema, lagi pula ia baru saja sampai disini. Tadi dia berkeliling sebentar dan saat kembali ke tempat Hema, pemuda itu tidak ada.
Dan sialnya lagi ponsel Renata mati. Jadi dengan putus asa, ia memutuskan untuk ke tempat ini saja. Siapa tahu Hema akan menemuinya. Benar saja bukan Hema menemuinya disini?
Tujuan Renata memilih tempat ini untuk menyegarkan otaknya dari panasnya fikiran yang berisik disana. Keadaan hati Renata lumayan membaik saat ia menggoreskan tinta itu atas kanvas putih. Renata melukis apapun yang ada di fikirannya.
Renata melukis kupu-kupu dengan sayap yang berbeda warna. Yang kanan berwarna biru dan yang kiri berwarna hijau. Tidak tahu kenapa warnanya berbeda Hema tidak tertarik untuk mencari tahu.
"Gue memilih ini buat ngelampiasin apa yang gue rasain, Hem." Jelas Renata yang masih fokus pada kanvas itu.
Hema yang semula tengah membalas pesan dari Riyu mendadak langsung memasukan ponselnya ke dalam saku celana. Ia menatap Renata disebelahnya yang tengah melukis. Wajah Renata mau dilihat dari arah mana pun tetap cantik. Dan Hema menyadari ada yang perasaan aneh dalam hatinya.
Hema menumpu dagunya dengan telapak tangannya, "Emang, apa yang lo rasain, Na?"
Renata dengan pandangan kosong itu menjawab, "Berantakan."
Kedua alis Hema menyatu, "Kenapa?"
Renata masih diam. Ia masih fokus dengan lukisannya. Ia harus menyelesaikan ini terlebih dahulu. Renata merasa setelah ia melampiaskan emosinya kedalam sebuah kanvas putih ini. Renata yang berniat berjalan jalan biasa dan tidak merencanakan apapun tiba tiba menemukan sebuah tempat melukis. Banyak anak kecil yang melukis disini bersama orang tua mereka mungkin hanya Renata yang tidak didampingi oleh orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable | Lee Haechan ✔️
FanfictionDibalik sikap profesionalitas Hema dan Renata, ada hal tersembunyi yang orang lain tidak tahu. Diluar Himpunan mereka seperti saling menghunuskan pedang karena kejadian masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu, semua melunak. Sampai Renata berfik...