; in Toronto

804 69 6
                                    

2 minggu setelah peristiwa di apartement Hema. Hema pulang ke rumahnya di Bandung dan tentunya ia pindah kampus. Tenang saja masih sama sama Negri, karena koneksi Gyan sangat bagus jadi Hema dengan mudah pindah ke Jatinangor. Disana Hema menjalani aktifitas seperti biasa, dan disana ia bertemu kembali dengan teman lamanya lebih tepatnya adik tingkatnya. Setiaji.

Hidup Hema kini sangat monoton. Pagi kuliah dari pukul 8 sampai jam 4 paling sore dan malam ia mengerjakan tugas. Lalu pukul 10 ia tidur sampai besok pagi. Hema menganggap hidupnya hanya menghabiskan sisa umurnya saja sampai ia dijemput oleh Tuhan. Peristiwa sebulan lalu yang hampir saja merenggut nyawanya membuat Hema bergidik ngeri. Bagaimana bisa ia berfikiran seperti itu? Andai saja Jevan dan Gista tidak datang, mungkin sekarang dia sudah tidak di dunia ini.

Hema sangat berterima kasih pada mereka berdua.

"Lusa gua kayaknya enggak bakal ngampus deh, Ji."

Setiaji meniupkan kepulan asap itu ke udara, "Kenapa?"

"Bang Marsal nikahan." Ucap Hema.

Setiaji mengangguk. Ia tahu siapa saja orang yang dekat dengan Hema, ia tahu saudara Hema, ia tahu permasalahan Hema dengan orang tuanya dan ia tahu masa lalu Hema. Setiaji membawa pengaruh baik bagi Hema sampai Hema hampir tidak pernah melakukan hal hal diluar nalar akal manusia. Tidak seperti dulu, Hema pun sekarang sudah tidak lagi minum minuman keras.

Ini sudah 3 bulan lamanya Hema pindah perkuliahan dan selama 3 bulan juga Hema berteman dengan adik tingkatnya. Hema sangat nyaman berteman dengan Setiaji, bagi Hema teman yang bisa diajak bekerja sama hanyalah Setiaji di Bandung.

"Widih! Akhirnyaaa!!" Ucap Setiaji dengan kegirangan.

"Bulan depan udah libur semester, lu ada wacana mau kemana nggak?"

"Nggak ada, gue mau hibernasi aja bang. Tidur, maen PS, gangguin pacar sama mau bantuin Mama jaga outlet palingan." Jawab Setiaji.

Hema mengangguk, "Mending temenin gua aja?"

Kedua alis Setiaji bertautan, "Kemana? Jakarta?"

Hema menggelengkan kepalanya, "Kanada."

Setiaji tersedak ludahnya sendiri, "Heh bang! Lo mau ngajakin gua liburan apa mau ngajakin gua ngegembel disana?"

"Mau minta temenin lu buat nyari Nata."

Begitu nama Renata disebutkan, Setiaji terdiam. Bayangan Hema sekarat waktu itu di rumahnya membuat Setiaji sejenak berfikir, apakah Renata sepenting itu bagi hidup Hema? Hema sekarat waktu itu seperti hidup segan mati tak mau. Bagaimana tidak, yang hanya bisa Hema lakukan adalah menangis setiap malam dan akan bangun dengan wajah bengkak dan mata yang sembab membuat Setiaji meringis. Dan disaat itu juga Setiaji menemukan beberapa butir obat tidur disana.



°°°








"Buset! Orangnya pada tinggi tinggi amat!"

Begitu sampai di hotel, Setiaji merebahkan tubuhnya. 24 jam menaiki pesawat Jakarta - Toronto membuat Setiaji sakit badan. Yang ia rindukan adalah kasur, dan inilah yang Setiaji harapkan, rebahan di kasur yang empuk. Rupanya Hema memanjakan dirinya. Hotel Hilton Toronto sangatlah mewah dan Setiaji tidak menyesal menemani Hema untuk ke Toronto.

Hema sendiri langsung bergegas mandi sementara Setiaji memilih untuk rebahan dikasur. Meskipun kedua mata Setiaji terpejam, fikirannya mengudara kemana mana. Ia tidak menyangka jika cinta Hema sejauh ini pada oknum bernama Renata Katrina. Setiaji pernah ditunjukan fotonya oleh Hema dan Setiaji akui Renata memang cantik. Pantas saja Hema sangat mencintai Renata.

Irreplaceable | Lee Haechan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang