Banyak hal hal yang Hema hindari saat ia berada di rumah. Salah satunya percakapan dengan Gyan, sang Ayah. Hema terpaksa pulang kata supir Gyan, pria itu pingsan saat di kantor. Namanya seorang anak pasti khawatir jika orang tua mereka sakit, begitupun Hema. Namun rasa simpati dan empati itu hilang saat ia melihat sang ayah makan dengan santai di ruang makan dengan keadaan baik baik saja.
Hema berdecak dan menghampiri sang Ayah disana.
Dulu, sebelum sang Ibunda meninggalkannya dirumah ini menjadi rumah tempat Hema pulang dan jauh dari aturan yang tak masuk akal. Sekarang, Gyan kepalang rese dan membuat Hema muak. Sepeninggalan sang ibunda, Hema bagaikan tinggal di jeruji besi dan untuk keluar dari rumah ini ia harus mengalami perdebatan sengit dengan sang Ayah sampai darah tinggi Giyan kumat dan dilarikan ke Rumah Sakit.
"Ayah sengaja bohong?" tanya Hema dengan santai di kursi yang berlawanan dengan Giyan.
Giyan terkekeh dan menjauhkan sepiring Spagheti disana, "Kalau nggak gini, kamu nggak akan pulang." ucapnya.
Hubungan sang Ayah dengan Hema tidak bisa dikatakan baik baik saja, Giyan yang selalu mengatur apapun tentang Hema dan Hema yang sudah muak dengan segala aturan sang ayah membuatnya tidak nyaman tinggal dirumahnya sendiri. Jadi sedikit sulit bagi Hema berhadapan dengan ayahnya sendiri. Rasanya seperti ia sedang diintrogasi oleh TNI, tegang.
"Gimana kuliah kamu?"
"Baik." Jawab Hema dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Himpunan? Nggak capek, Hem? Kamu susah susah ngurusin organisasi tapi nggak di gaji." Ucap Giyan dengan terkekeh.
Raut wajah Hema yang semula tegang kini berubah menjadi dongkol. Ia mendadak tak tertarik berada satu meja makan dengan Giyan, oh dari awal juga Hema tidak tertarik berada di rumah ini.
"Kan aku seneng, Yah." Jawab Hema.
Gyan mengangguk, "Untuk itu ayah nggak larang. Tapi--"
"Kalau ayah suruh aku ngurusin perusahaan sekarang, aku nggak siap."
"Bukan."
"Terus apa?"
"Riyu apa kabar?"
Firasat Hema mendadak tidak enak akan pertanyaan itu. Apalagi ini? Tumbenan sekali Ayah menanyakan tentang Riyu. Biasanya saat pulang ke rumah, Ayahnya akan menanyakan bagaimana perkuliahan, organisasi, teman teman, dan--bagaimana jika Hema memiliki ibu tiri? Pertanyaan terakhirlah yang akan membuat Ayah dan Hema mengalami pedebatan besar sampai sekarang, ya berujung Hema tidak nyaman tinggal di rumah.
"Baik, kenapa?"
"Kamu gimana sama dia?"
"Nggak gimana gimana."
"Deket kan?"
"Biasa aja, kayak temen."
"Ayah berencana menjodohkan kamu sama Riyu."
Penuturan Ayah membuat Hema berdecak sebal. Drama apa lagi ini? Hampir seluruh hidupnya diatur oleh Giyan dan membuat Hema semakin muak akan orang tuanya sendiri. Impiannya menjadi apoteker pupus sudah karena ia harus meneruskan bisnis sang Ayah. Dan sekarang? Perihal wanita pun Giyan harus turun tangan?
Bagaikan burung dalam sangkar, Hema tidak bisa bergerak banyak. Ini pasti Riyu mengadu yang tidak tidak pada Giyan sampai sampai Giyan mau menjodohkannya dengan wanita itu.
Hema terkekeh sinis dan ia menutkan kedua jemarinya, lalu menatap lurus dengan sorot mata tajam kepada sang ayah didepannya. "Emang Riyu ngomong apa sama Ayah?"
Giyan menggeleng, "Nggak ada. Dia cuma bilang kalau Riyu cinta sama kamu."
Hema terkekeh dan ia mengusap wajahnya kasar. Ternyata wanita itu menggunakan segala cara demi mendapatkan dirinya. Namun cara ini membuat Hema benar benar muak, yang tadinya Hema ingin menjauh sementara waktu berubah. Hema harus menjauhi Riyu, benar benar menjauhi Riyu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable | Lee Haechan ✔️
FanfictionDibalik sikap profesionalitas Hema dan Renata, ada hal tersembunyi yang orang lain tidak tahu. Diluar Himpunan mereka seperti saling menghunuskan pedang karena kejadian masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu, semua melunak. Sampai Renata berfik...