1 bulan setelah Resign
Pukul 3 sore ini tidak biasanya Bandung hujan, dikarenakan ini bukan musim penghujan. Sebulan setelah resign itu Renata memilih untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Ini juga permintaan Hema. Ya kalau difikir fikir ada benarnya juga, penghasilan Hema lebih dari cukup untuk menghidupi dia dan anaknya nanti. Kalau di hitung hitung sih gaji Hema bisa tiga kali lipat dari gaji Renata.
Renata hanya terobsesi untuk mengejar karir namun setelah kurang lebih 9 bulan masa kehamilannya membuatnya tersiksa. Saat malam dia tidak bisa tidur karena mengalami kram punggung sampai pagi dan Hema yang memijat punggungnya sampai relax, belum lagi kram diperutnya membuat Renata harus absen kantor.
Hema sendiri tidak pernah memaksa akan Renata untuk menjadi ibu rumau tangga. Hanya saja ia merasa kasihan pada istrinya. Mau tak mau Renata berhenti karena dia sendiri juga sudah lelah bekerja.
Hujan disertai angin kencang membuat Renata merinding. Entah kenapa akhir akhir ini Renata takut akan angin kencang. Renata baru saja hendak menyalakan kompor tiba tiba listri mati. Sungguh bukan ini yang Renata harapkan. Renata mencari lilin namun tidak ketemu, belum lagi dia merasa takut karena petir sangat kencang sekali menggelegar.
Yang tadinya ia mau masak untuk makan malam suaminya, niat itu dia urungkan dan memilih untuk dikamar saja. Namun sial, saat beberapa langkah lagi kakinya sampai depan kamar. Perutnya sakit bukan main. Tidak berfikir lama Renata langsung menghubungi suaminya, namun sial tidak diangkat oleh Hema. Dia mengutuk Hema yang tidak pegang ponsel. Pasti dia sedang mengerjakan sesuatu sampai getaran ponselnya tidak terasa.
"Hema, perutku sakit!" Lirih Renata.
Tak kehabisan akal, dia langsung mengirim pesan suara pada Hema. "Hema, perutku sakit banget." Ucapnya.
Lalu Renata segera mencari nomor Fabian, teman kantor Hema untuk mengabari Hema kalau dirinya tengah kesakitan sekarang. Renata tidak tahu lagi harus menghubungi siapa, semoga saja Hema datang tepat waktu sebelum dia semakin parah.
°°°°
Ponek Rumah Sakit PMI cukup ramai, Renata masih kesakitan dan Hema masih setia menggenggan tangan Renata. Beruntung Hema tadi sudah diperjalanan pulang dan ponselnya dia silent, tepat 15 menit berselang setelah pesan Renata ia terima, Hema sampai rumah. Lalu segera dia membawa Renata ke rumah sakit terdekat. Dokter langsung mengedukasi Hema untuk mengambil keputusan.
Diruang tunggu Hema berdoa, Mama Renata dan Pa Gyan sudah tiba disana. Hema tidak bisa diam, dia khawatir istrinya disana. Dokter sih bilang tadi Renata bisa melahirkan normal, tadi sih Hema mau menemani Renata hanya saja dia tidak tega melihat Renata kesakitan. Hema berdoa dari ruang tunggu saja.
Setelah lama menunggu di ruang tunggu, akhirnya perawat keluar dan memanggil keluarga Renata. Hema dengan cepat menghampiri perawat itu. Perawat yang tadi memperkenalkan diri dengan nama Lia membawa Hema ke bed dimana Renata terbaring lemah disana, sedangkan mata Hema langsung terpaku pada seorang perawat yang sedang menangani anaknya.
"Bapaknya?"
Hema mengangguk.
"Pak, silahkan adzani dulu ya pa. Anaknya perempuan."
Tangan Hema bergetar saat ia hendak menyentuh pipi bayi perempuan di bed bayi. Lalu ia mengadzani bayi perempuan itu, setelah ia mengadzani bayi perempuan itu Hema menangis. Penantiannya tidak sia sia dan akhirnya dia dan Renata bisa bernafas lega karena bayi mereka selamat. Entah berapa kali Hema mengucap syukur atas nikmat dan anugrah yang Tuhan berikan.
Seorang anak tidak pernah bisa memilih orang tua, tapi bisa Hema pastikan ia dan Renata akan menjadi orang tua yang baik. Dan anak mereka akan menjadi seorang gadis yang paling bahagia didunia karena memiliki Ayah dan Ibu yang hebat. Hema akan memberikan seluruh kebahagiaan yang tidak pernah dia dapatkan sewaktu dia masih kecil pada anak perempuannya. Anak perempuannya harus hidup baik dan bahagia didunia ini, dan Hema akan menjamin itu.
Ia berjanji akan menjadi seorang Ayah yang keren untuk anaknya kelak.
°°°
Beribu kebahagiaan menyelimuti Hema dan Renata. Renata sudah sadar dari 1 jam yang lalu dan Hema masih menggenggam tangan Renata. Sudah berkali kali ia mengucapkan terima kasih pada Renata dan Renata sudah beberapa kali mengucapkan sama sama.
"Dia mirip bapaknya ya?"
"Kalau kata Ners tadi mirip aku."
"Mana ada? Kamu enggak liat itu hidung dia kayak aku? Matanya kayak aku?"
Renata melirik Hema dengan tajam, "Matanya--" Hema mencium kening Renata, "Biasa aja. Kalau keluar cari pendonor matanya susah loh, sayang."
"Ya kamu enggak mau kalah sama istrinya."
Hema terkekeh dan mengusap pucuk kepala Renata, "Oke, mirip kamu. Cantiknya mirip kamu. By the way aku belum kasih dia nama--siapa ya?"
"Ri--"
"Riyu? No! Nanti kelakuannya kayak setan."
Renata menggeplak bahu Hema dan membuat Hema merintih kesakitan, "Kenapa aku digebuk?"
"Siapa juga yang mau kasih nama itu--yang ada aki benci anakku nanti gara gara namanya sama kayak mantanmu!"
"Kapan sih aku pacaran sama dia?"
"Nggak pacaran tapi pernah tidur bareng." Ucap Renata dengan penuh penekanan.
Hema rasanya ingin menghapus ingatan itu di otak Renata. Berbagai hal menyakitkan yang Renata rasakan karena Hema, mengapa hanya itu yang selalu di ungkit? Padahal dia tidur dengan Riyu kan sebelum Hema mencintai Renata kembali.
°°°
Oke, 800 words menggambarkan dunia baru mereka. Renata udah lahiran😍😭
Ibu anak 1. AYO MAMPIR KE TWITTER😍 DISANA KU UPDATE MEREKA TERUS LOC😍🥳😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable | Lee Haechan ✔️
FanfictionDibalik sikap profesionalitas Hema dan Renata, ada hal tersembunyi yang orang lain tidak tahu. Diluar Himpunan mereka seperti saling menghunuskan pedang karena kejadian masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu, semua melunak. Sampai Renata berfik...