; hema yang sebenarnya

1K 83 18
                                    

Langit membentang berwarna biru dan sinar matahari yang menghiasinya menandakan hari itu cerah. Secerah hati Renata. Ya bagaimana tidak nilai ujiannya ia mendapatkan nilai yang sempurna.

Renata menghela napas lega saat melihat nilainya yang sempurna. Manajemen Keuangan 90, baginya itu sudah cukup. Kuis minggu kemarin hasilnya sangat memuaskan. Banyak teman temannya yang dibawah 50 dan Gista pun sama. Namun bedanya Gista seolah tak perduli akan nilainya. Yang penting hasilnya ia mendapatkan IPK 3 keatas, sudah itu saja.

Di Foodcurt kampus, Renata sedang menunggu keberadaan Gista. Katanya dia mau bertemu dengan Toni, kekasihnya di Fakultas Teknik. Namun ini sudah 30 menit Renata menunggu, Gista tidak terlihat batang hidungnya sampai saat ini. Gista berjanji untuk mengantar Renata belanja bulanan. Keperluan anak kos ini sudah habis. Sabun, shampo, minyak goreng dan sebagainya sudah mulai menipis.

Renata menyusuri Superindo dari ujung ke ujung, mulai dari mengambil buah sampai snack. Gista hanya membeli beberapa keperluan saja, seperti sabun, buah dan beberapa snack ringan.

Keadaan Renata sudah membaik. Kemarin Hema membawanya ke dokter dan Hema pula yang membayarkan biaya Rumah Sakit, karena Renata tidak memiliki BPJS. Sungguh Renata mengutuk dirinya karena tidak mengurus BPJS.

Renata hanya malas untuk ke BPJS, belum lagi harus mencari kartu keluarganya yang entah kemana. Lagi pula dia sakit jarang jarang kan?

"Na?"

Renata menoleh, "Hmm?"

"Kemarin pas lo sakit, Hema kan yang anter ke dokter?"

Renata mengangguk, "Iya. Kenapa?"

Gista tersenyum, senyuman yang sulit diartikan. "Terus gimana? Gue denger dia pulang tengah malem dari kossan elu."

Renata menghela napas panjang. Memang benar Hema pulang tengah malam dan sebelum pulang Hema menyempatkan untuk mencium kening Renata. Saat itu Renata sakit, demam. Jadi dia tidak memiliki energi untuk sekedar berontak. Kalau saja Renata saat itu tidak sedang sakit, mungkin telapak tangannya akan mendarat mulus di pipi Hema.

Gista tahu, sebab Jidan menceritakannya pada Gista. Jidan secara kebetulan sampai di kossan Hema pada pukul 2 dini hari dan Hema baru saja sampai.

Jidan dari kejadian itu sudah menduga jika Hema memiliki maksud lain pada Renata dan sialnya Hema tidak memberitahu Jidan. Hema bisa menjamin jika Jidan tahu, laki laki itu akan membabat habis Hema.

"Heh anjir lo tau dari siapa?"

Gista menaikan alisnya, "Ada deh--kok bisa si Hema?"

Renata memutar bola matanya dan pergi meninggalkan Gista ke kasir. Makin lama, obrolan Gista semakin melantur dan membuat Renata malas. Jika sudah begini Gista akan mencercanya dengan berbagai pertanyaan macam macam. Renata malas untuk meladeninya.

Sewaktu Renata bangun, wangi parfum Hema masih menusuk hidungnya dan entah kenapa hatinya mendesir. Ada perasaan sepi terselimuti saat ia membuka mata dan Hema tidak ada di sisinya.

Renata selama ini baru lagi diperdulikan oleh laki laki.

Awalnya Renata memang menepis segala macam dugaan atas Hema kepadanya. Dia tidak mau melebihi batas sewajarnya, tetapi semalam--Hema sudah berani menyentuh dia dan bukankah itu sudah melewati batas? Rekan kerja tidak mungkin seintens itu, dan tak mungkin seperduli itu kan?

Setelah membayar, cacing cacing di perut Renata demi dari tadi dan Gista pun sudah protes untuk makan.

Sushi adalah pilihan yang dipilih oleh Gista dan Renata tentunya ikut saja. Lagipula ia pun lumayan lapar karena tadi pagi Renata hanya minum susu cokelat saja.

Irreplaceable | Lee Haechan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang