Seperti dihadapkan dua simpang jalan, Iris benar-benar bingung harus lewat yang mana. Dia menatap kosong hamparan hijau di depannya, apakah benar, jika pertemuannya dengan Lise adalah mimpi belaka? Jika iya, Iris tak bisa menahan helaan napas lelahnya. Dia belum bertemu dengan anaknya masa harus segera menjalankan hukuman?
“Jika ada kesempatan kedua, apa yang akan kau lakukan?”
Telinganya berdengung usai mendengar suara yang terasa nyata dan begitu dekat pada telinga kanannya, “Lakukan? Tentu saja, memperbaiki semua yang telah aku rusak. Aku tak akan bertindak bodoh lagi, karena─”
Iris tersentak kaget, tangannya seperti di tarik dengan kuat, dia pun tak mampu menahan teriakannya yang berakhir pada...
“Puji Tuhan! Nyonya, minum dulu airnya.”
Iris membatu, menatap lurus ke arah langit-langit yang sama seperti sebelumnya dia lihat. Suara tanpa wujud yang di dengarnya tadi dan jawaban spontannya mengapa dia bisa ditarik ke sini? Apa yang sebenarnya terjadi, tapi tunggu...
Kesempatan kedua? Batinnya gelisah, Iris lekas memandang Dokter di sisinya yang setia menunggu dia bicara. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya”
“T-Tanggal,” kerongkongannya terasa sangat kering, begitu menyulitkannya untuk bicara jelas.
Sedangkan Dokter itu mengerutkan keningnya, tapi tak urung dia menjawab lugas. “Tanggal empat Oktober, Nyonya.”
Tubuhnya kembali bergeming, 4 Oktober 20**? Apakah Dokter baru saja menegaskan, jika dirinya memang benar terlahir kembali? Iris mendapatkan kesempatan kedua seperti apa yang suara asing itu ucapkan padanya. “Lise! Di mana Lise?!”
Sadar jika pasiennya mencari sang pelayan pribadi, Dokter itu pun membantu Iris minum yang beruntung tak di tolak oleh Iris. Setelah membantu Iris minum, Dokter lekas memanggil Lise yang memang menunggu di depan ruangan dengan suasana hati resah. Begitu mengkhawatirkan kondisi Nyonyanya saat ini.
“Nyonya, astaga! Bagaimana kondisi Anda? Apa ada yang sakit?”
Iris menatap Lise dengan mata berkaca-kaca, dia benar-benar kembali dan beruntung, sebelum Lise mati karena kekejaman dirinya. Iris tak kuasa menahan tangis, dia pun meminta Lise untuk mendekat lalu merengkuh erat tubuh kaku pelayan pribadinya yang merasa sangat terkejut akan tindakan sang Nyonya.
Sebagai pelayan pribadi, Lise tak mampu melawan. Meski sangat terkejut, dia tetap saja membiarkan Iris memeluknya juga sedikit segan saat membalas pelukan erat sang Nyonya. Apalagi, mendengar suara isak tangis Nyonyanya, perasaan Lise kian kalut. Dia takut jika telah menyakiti Nyonyanya dan Lise siap untuk di hukum.
“Lise, maafkan aku. Tolong maafkan aku, hiks.”
Lise tak tega mendengar suara parau Nyonyanya, dia pun mengangguk dengan yakin. “Anda tidak memiliki kesalahan apapun, Nyonya. Anda tak pantas meminta maaf pada saya,”
“Lise! HUWAAA!!!”
Lise memaklumi, mungkin Nyonya memang tengah butuh bahu untuk meluapkan tangisnya. Karena selama ini, hanya Lise yang diizinkan melihat sisi rapuh Nyonyanya. Itu jugalah yang membuat Lise bertahan di sisi Nyonya meski sesekali, mendapatkan perlakuan tak baik. Bagi Lise, Nyonya hanyalah wanita lemah lembut juga rapuh yang tak memiliki tempat untuk berpulang.
Semakin minim orang yang di percayai, semakin hebat Nyonya menutupi kerapuhannya. Dia adalah wanita yang sangat pandai mengatur sikap. Jika di hadapan banyak orang, Nyonya selalu menunjukkan, bahwa dia adalah wanita angkuh yang tak bisa ditindas ataupun remehkan. Padahal, Nyonya melakukan itu hanya untuk mengalihkan sisi rapuhnya.
Rasa iba yang menguasai, membuat Lise berjanji pada dirinya sendiri. Dia akan selalu menjadi anjing yang setia sekalipun harus mati di tangan Nyonyanya. Dan benar saja, di kehidupan sebelumnya, Lise Pernille tewas di tangan Nyonyanya sendiri. Dia ditemukan tak bernyawa dengan luka serius bagian kepala. Lise yang malang, itulah yang Iris pikirkan tentang pelayan setianya.
Setelah puas menumpahkan tangisnya, Iris pun mendongak menatap Lise yang memang berdiri di depannya “Lise, aku benar-benar minta maaf.”
Entah sudah berapa kali, Nyonya meminta maaf padanya dan Lise tidak tahu harus membalas apa karena Nyonya tak memiliki kesalahan apa pun padanya. “Nyonya, sebaiknya Anda memakan makanan Anda. Biar saya bantu,”
Tanpa membantah, Iris mengangguk. Wanita itu dengan patuh membuka mulut saat Lise menyuapinya perlahan-lahan. Lise tahu, Nyonya hanya sedang kesepian selama ini makanya sering melampiaskan pada kekejamannya terhadap orang di sekitar, termasuk Lise yang menjadi korbannya tapi gadis itu tetap berdiri paling depan untuk melayani Nyonyanya.
Selesai makan, Lise meminta Iris untuk meminum vitaminnya yang sontak, membuat pandangan Iris menurun. Wanita itu menatap kosong perutnya yang membuncit dan sorotnya yang berbeda, menimbulkan kecurigaan dalam hati Lise. Dia tak ingin Nyonya bertindak di luar dugaan kembali, maka segera dia melerainya.
“Nyonya, bayi Anda butuh vitamin agar tetap sehat sampai hari kelahiran tiba nanti.”
Kelopak mata Iris mengerjap, mengapa dia bisa lupa? Bahwa di tahun ini adalah tahun di mana dia tengah mengandung, ini berarti... Iris benar-benar dilahirkan kembali sebelum kekejamannya semakin merajalela. Iris ingat, dia hanya tak kuat menjalani hari-hari kehamilan seorang diri sampai terus menyalahkan anak di kandungannya.
Bukan hanya dia yang depresi akibat hamil tanpa di dampingi suami, tapi juga karena menurut Iris di kehidupan sebelumnya, kehamilan yang dia jalani adalah malapetaka! Gara-gara dia hamil, kariernya hancur! Pihak rumah produksi tak lagi menginginkannya sebagai model karena kehamilannya ini.
Semakin hari, Iris yang menjalani kehamilan sendiri, semakin depresi bukan kepalang. Dia yang biasanya berteman baik dengan kamera dan cahaya terang, kini harus berdiam diri di rumah dengan perut buncit yang terkadang membuatnya cepat lelah, mual sepanjang waktu, bahkan, sesekali membuatnya tak sadarkan diri karena terlewat lemas kurang pemasukan makanan.
Bagaimana bisa makan, jika setiap kali mencium aroma masakan, perutnya akan bergejolak. Bahkan Iris ingat, dia di kehidupan sebelumnya, sangat sering mendapatkan infus. Iris kekurangan cairan dan makanan yang masuk karena terlalu sering muntah saat mencium aroma masakan. Jika mengingat masa kehamilannya di kehidupan sebelumnya, bukankah pantas bagi Iris bersikap demikian?
Dia hamil dan punya suami.
Tapi seperti tidak punya suami.
Menjalani kehamilan seorang diri tanpa ada peran suami yang mendampingi, setiap kali ingin sesuatu, Iris hanya mampu menahannya karena enggan bergantung pada siapa pun. Iris tak mau dianggap manja dengan bergantung pada seseorang, dia yang angkuh dan sombong tidak boleh menurunkan harga diri, itulah pemikiran buruk Iris sebelumnya.
Menghembuskan napas berat, Iris menatap Lise. “Aku boleh pulang kapan?”
Jika dulu, dia membenci kehamilan juga anak kandungnya sendiri. Maka sekarang jelas tidak. Iris akan merawat bayi di dalam kandungannya dengan baik, dia akan memastikan, bahwa kandungan tetap sehat juga kuat sampai hari kelahirannya tiba. Iris tak mau menyesal kembali. Dia bukan lagi Iris Clooper yang dulu, Iris yang sangat bodoh telah berubah menjadi Iris yang cerdik.
“Saya akan bertanya pada Dokter, Nyonya.”
Tuhan, terima kasih untuk kesempatan kedua darimu. Aku janji tak akan menyia-nyiakannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan Dia Yang Terlahir Kembali
FantasyIris Clooper di kehidupan pertama, sangat membenci suaminya yang otoriter, impulsif, dan pasif. Bukankah sangat lengkap untuk menjadi kandidat dirinya benci? Apalagi, dia di buat hamil anak pria itu. Iris tidak menyukai kehamilan yang hanya akan me...