22 - Lidah Beracun

93.1K 6K 277
                                    

Kedatangan Iris dan Elazein terbilang mendadak, karena sejak pertama pun, keduanya tak ada niat mampir ke kediaman tua. Tapi entah ada angin dari mana, Iris berinisiatif mengajak Elazein pergi ke kediaman tua dengan alasan, ingin menemui Ibu mertuanya yang tak lain adalah Emerald.

Di sana, ternyata sedang ada perkumpulan anggota inti dua keluarga. Keluarga Jensen dan Lund, mereka berkumpul di ruang keluarga yang sungguh luas. Iris tersenyum tipis, memeluk lengan suaminya dengan sorot ramah, namun sebagian dari mereka yang tak menyukai Iris, hanya meliriknya dengan sinis.

Tentu saja Iris tak peduli, wanita dengan gaun semata kaki bermotif bunga dengan warna coklat juga kardigan coklat polos itu memilih duduk di samping suaminya seusai Emerald menyapa mereka dengan hangat lalu meminta keduanya untuk duduk. Emerald sangat menyayangi Elazein, tentu saja dia bisa dengan mudah menyayangi Iris pula.

Asalkan, perangai menantunya sesuai dengan apa yang Emerald inginkan. Beruntung, Iris yang baru menunjukkan sikap yang sangat Emerald sukai. Wanita baya yang tak pernah termakan keriput itu terus menebar senyum ramahnya, “Kalian kenalkan dengan menantuku? Jadi aku tak perlu memperkenalkannya lagi,”

Adik kandung Emerald tertawa pelan mendengarnya, “Aduh keponakan iparku, cantik sekali sih, sayang?” Andaikan tak ingat umur, wanita yang 2 tahun lebih muda dari Emerald itu ingin sekali mencubit pipi Iris yang mulai berisi karena beberapa hari terakhir, porsi makannya bertambah luar biasa, Iris juga sangat menyukai semua jenis makanan manis sejak terlahir kembali.

Iris tersipu, wanita itu menatap Elazein dengan wajah polosnya yang berhasil membuat Elazein menahan senyum mati-matian, lalu pria itu menunduk. “Kamu hanya boleh menunjukkan raut menggemaskan itu di depanku saja,” Bisiknya yang dibalas dengus sebal Iris. Wanita itu pun memutuskan pandangannya dengan sang suami.

Beralih menatap Adik dari Ibu mertuanya itu, “Terima kasih banyak, Bibi. Bibi juga sangat cantik, aku butuh resep awet muda dari Bibi dan Ibu mertua sepertinya.” Mendengar jawaban Iris yang di luar dugaan, Emerald dan Adiknya sontak saja tertawa. Mereka ingin sekali mengurung Iris dan hanya untuk mereka, tapi lagi-lagi, mereka ingat umur, sudah tak pantas bersikap kekanakan.

Mereka melanjutkan perbincangan yang tadi sempat tertunda, “Emma sudah menikah dengan Patrick, aku harap, dia bisa memberikan keluarga Lund penerus laki-laki.” Istri kedua Ayah mertua, Portia, menyindir perihal anak laki-laki. Iris? Dia tersindir? Tentu saja tidak! Iris malah santai, merasa jika ucapan Portia bukanlah untuknya.

Sekutu Portia di keluarga Lund menyambar pedas, “Benar sekali, Kakak. Emma harus melahirkan penerus laki-laki agar bisa membanggakan keluarga besar Lund, jangan sampai melahirkan anak perempuan tak berguna dari Ibu yang sungguh sombong dan angkuh.”

Emerald tak suka, wanita itu melirik suaminya yang tampak diam sambil menyeruput kopinya. “Kalian perempuan loh, tak merasa jika apa yang kalian ucapkan bisa mengartikan untuk diri kalian sendiri? Anak perempuan tidak berguna? Berarti kalian juga termasuk tidak berguna?” Iris takjub! Mendengar balasan Ibu mertua yang tak kalah tajam.

Dulu Iris pikir, wanita seperti Emerald yang rela suaminya menikahi wanita lain adalah wanita yang lemah dan tidak bisa melawan. Ternyata, Iris salah. Karena Emerald tak ragu sama sekali untuk membalas ucapan keluarga suaminya tak kalah pedas juga menusuk ke hati. “Hati-hati dengan lidah kalian yang berbisa seperti ular, secara tidak langsung, kalian juga turut menghina tetua wanita.”

Portia dan sekutunya membatu, mencoba mencari pembelaan dari Ayah mertua namun pria itu tetap tenang tanpa membuka suara. “Satu lagi, anak kalian perempuan! Emma perempuan! Jika anak perempuan tak berguna, berarti Emma tak berguna, dan anaknya... Bukankah akan sama seperti Ibunya? Tidak berguna!” Jika tidak memikirkan image, Iris ingin bertepuk tangan sambil memuji Ibu mertuanya.

Ah, kalau begini. Iris tak perlu merasa kasihan pada Ibu mertua yang bisa tertindas di kediamannya sendiri, karena ini buktinya, Ibu mertua bisa menjadi pelaku penindasnya sendiri. Keren! Iris menyukai sikap Ibu mertuanya, “Menantuku, jadilah tuli dan bisu. Anggap mereka hanya sampah berbau busuk, cukup kau lihat dan endus tanpa cape mendengar kicauan dan membalas ucapannya,” Emerald tersenyum manis ke arah Iris yang pasti membalas senyum Emerald tak kalah manis.

Iris mengangguk, “Ibu benar sekali. Terkadang, kita perlu menutup telinga dan bibir agar menghindari tindakan mempermalukan diri. Memang, di awal sudah percaya diri ingin menjatuhkan, tapi siapa yang tahu akhirnya jika dia sendirilah yang akan di permalukan. Ibu, aku menyukai sikapmu! Mulai detik ini, aku akan menjadi penggemar setiamu!”

Kedua kubu itu tertawa senang, termasuk Adik Emerald. “Sudahlah, membicarakan tentang lalat yang menyukai sampah tidak akan ada akhirnya. Sudah berkali-kali di sampaikan jika bunga jauh lebih harum dari sampah tapi dia tetap memilih sampah,” Iris tertawa, pasukannya bertambah satu dan Iris menyukainya!

Bibir Ayah mertua pun berkedut, dalam hitungan detik, pria baya itu ikut bergabung pada kubu istri sahnya, mereka berempat tertawa terbahak-bahak, membuat wajah Portia dan sekutunya memerah padam. “Sudah! Sudah! Rahangku keram!” Ayah mertua mengangkat tangannya di mana pemandangan tawa lepas sang kepala keluarga sangat langka selama ini.

“Menantuku sayang, ayo kita makan,” Iris dengan senang hati memeluk manja lengan Eduardo yang sudah dianggapnya sebagai Ayah kandung sendiri, meninggalkan Elazein yang kini mendengus dingin. Kenapa istrinya bisa dengan sangat mudah meninggalkannya sendiri di tengah kandang biawak seperti ini. Dia pun berdiri, lekas menyusul Ibu, Ayah, Bibi, dan istrinya tentu saja.

Suasana di meja makan tidak mencekam sama sekali, malah hangat dengan suara tawa tiga wanita beserta Eduardo di sana. “Kalau cucuku sudah lahir nanti, aku akan memanjakannya seperti seorang bangsawan!” Ayah mertua berseru senang, bayi Iris dan Elazein memang bukan cucu pertamanya tapi akan menjadi cucu kesayangannya.

Tak berselang lama, anak-anak kecil yang juga keturunan Jensen dan Lund mulai berdatangan. Para anak kecil itu mengambil posisi duduknya masing-masing, terkecuali seorang bocah perempuan yang malah mendekati Elazein. “Paman,” mata bulatnya berkaca-kaca, Elazein teramat kasihan, dia pun mengangkat bocah perempuan itu ke pangkuannya.

Di samping Elazein, Iris tersenyum kecil. “Kenapa, sayang?” jemari besar Elazein menyusuri lekuk indah wajah keponakannya, dia sangat menyayangi keponakannya seperti dia menyayangi orang tuanya. “Xio ingin sesuatu? Atau mau pergi ke suatu tempat, hm?” Sambungnya bertanya pada Exiora yang terus menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Elazein.

“Kenapa Papa jarang pulang? Xio merindukan Papa,” di kursi lain, Ibu kandung Exiora menatap iba anak kesayangannya. “Papa sibuk sekali bekerja, sampai Xio terlupakan.” Bukan hanya Ibu kandungnya yang terenyuh, tapi Iris dan Elazein pun merasakan yang sama. Di masa lalu, Iris memang tidak tahu perjalanan hidup Exiora dan kedua orang tuanya.

Entah bagaimana kisah mereka di masa lalu, karena memang di kehidupan pertama, Iris yang membenci Elazein, selalu menolak datang ke acara keluarga besar Jensen mau pun Lund. Apalagi, Ayah Exiora adalah keturunan Jensen, sepupu Elazein dari pihak Ibu. Jadi bukan hal mengejutkan kan kalau Iris tidak mengenal atau tidak tahu bagaimana kehidupan Exiora dan keluarganya di masa lalu.

***

200 koment untuk next.

Perjuangan Dia Yang Terlahir KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang