61 - Penyerangan

29.8K 1.9K 106
                                    

Di usia setengah baya adalah usia-usia yang ingin fokus menghabiskan masa tua dengan ketenangan dan kenyamanan di tempat yang begitu indah dan asri. Kebahagiaan telah melingkupi tiap-tiap tokoh, tiada hakikat yang mengkhianati suatu perjuangan tulus. Di tengah keramaian, Iris tersenyum begitu tulus pada suami dan kedua anaknya yang cantik juga tampan dalam balutan gaun serta jas hitam senada.

"Sayang, selamat ulang tahun. Beribu cinta di hati ini hanya tertuju padamu, berkali-kali pun di datangi orang baru, kamu tetaplah pemenangnya. Jangan pernah lelah mencintaiku karena rasa cintaku padamu akan selalu bertambah setiap detiknya berlalu,"

"Mommy, kami mencintaimu seluas bumi yang tiada ujungnya. Kasih sayang dan kesabaranmu selama ini membuat kami sadar, bahwa tidak ada yang lebih berharga dari cintamu pada kami. Nikmati masa tuamu, Mommy. Masa dengan kebahagiaan dan ketenangan, kami akan selalu mengusahakan yang terbaik untukmu karena kebahagiaanmu adalah prioritas kami."

Iris menitikkan air matanya, wanita itu mengangguk. "Terima kasih kedua pangeranku dan princess cantikku, kalian adalah dunianya Mommy. Mommy akan selalu mencintai kalian sampai kita bertemu di kehidupan selanjutnya, kalian adalah sumber kehidupan untuk Mommy, Mommy menyayangi kalian semua."

"Daddy enggak, Mom?" Elazein pura-pura merajuk.

"Tentu saja Daddy juga!"

Serempak mereka semua tertawa, Iris tidak ingin merayakan ulang tahunnya tapi Koa yang dingin telah menyiapkan segala kejutan. Laki-laki kaku itu hanya akan mencair jika bersangkutan dengan cinta pertamanya, sang Ibu. Koa mengecup kening Ibunya, tidak peduli jika Elazein serasa ingin memotong bibir lancang anaknya itu.

Tidak lama kemudian, lampu yang terang benderang berubah redup. Semua pasang mata menatap ke arah tengah ruangan, "Permataku. Selamat ulang tahun, sayang. Semua kebahagiaan, kesenangan, dan tawamu adalah candu untuk Mami. Mami akan selalu mendoakan hidup terbaikmu, Mami mencintaimu."

Tangis Iris pecah, wanita itu berlari ke tengah ruangan, memeluk kaki Ibunya yang di mana tengah duduk di kursi roda. "Mami, maafkan Iris yang mungkin pernah menjadi anak durhaka. Mami, maafkan Iris!"

"Iris adalah putri baiknya Mami, Iris tidak pernah melakukan kesalahan di luar batas kemampuan Mami untuk menyelesaikannya." Mami mengecup kening dan kedua pipi putri kebanggaannya, "Jadilah istri dan Ibu yang baik untuk suami juga anak-anakmu. Mami sangat bangga pada dirimu, sayang."

Tangis haru terdengar, semua orang tampak bawa perasaan melihat melankolis antara Iris dan Maminya. Tidak lama, Maxi mendekati Adiknya dan memeluknya. "Kakak sangat menyayangimu, jadilah wanita berkelas yang hanya mencintai keluargamu. Kakak bangga pada semua pengorbananmu selama ini,"

"Terima kasih, Kak. Aku juga sangat menyayangi Kakak."

***

Pemakaman.

Iris mendatangi makam putrinya dengan senyum teduh, "Halo sayangnya Mommy. Kamu sudah bahagia di sana, Nak? Lihat, Mommy di sini bahagia dengan Kakak dan Adikmu. Kami bahagia dan kamu pun harus bahagia,"

Dengan penuh perhatian, Elazein mengusap bahu Iris yang terguncang. Iris akan selalu seperti ini jika mendatangi makam putri mereka yang telah pergi lebih dulu, "Sayang, Ev tumbuh menjadi gadis ceria yang cantik dan periang. Kamu akan senang melihat sifatnya,"

Selesai berkunjung ke makam putri kecilnya yang sudah tidur dengan tenang di alam sana.

Sementara itu, sepulang acara ulang tahun Iris. Tiga gadis dengan sifat berbeda yang tidak lain, Everett, Aeleen, dan Altalune, mereka bertiga memutuskan untuk makan-makan di restoran Veitch. Ketiganya menaiki satu mobil yang sama dengan Everett sebagai sopir, semula, sempat ada perdebatan, Everett tidak mau menyetir tapi Aeleen juga tidak bisa menyetir. Altalune? Oh jangan tanya, gadis itu jika sudah bilang tidak maka tak bisa di ganggu gugat.

Terpaksa, Everett yang menyetir mobil menuju restoran Veitch.

Di pertengahan jalan, 3 mobil hitam tiba-tiba mengejar dari arah belakang. Everett melirik ke spion, matanya membola, sebuah senapan tampak menonjol dari jendela mobil di belakang. "LE! TA! PEGANGAN!" Everett menginjak pedal gas sekaligus, membuat tubuh Aeleen dan Altalune terdorong ke belakang.

"Ev?! Kamu gila!!"

"Diam, Le! Ada mobil yang ngikutin kita!"

Everett terus fokus menyetir, dia dengan terlatih menyalip satu demi satu kendaraan. Kehebatan Everett dalam menyetir memang tidak perlu di ragukan lagi tapi dia menyesal sekarang, kenapa pula tidak membiarkan pengawal mengikuti mereka. Jika pengawal mengikuti, pasti tidak akan ada kejadian seperti ini.

Melalui spion, mata tajam Everett memicing. "TA! NUNDUK!" Altalune langsung menunduk, membuat peluru yang hampir mengenai kepalanya, meleset hingga menghancurkan kaca depan. "Sial!" Everett membanting kemudi ke arah tikungan tajam, gadis itu melesat semakin kencang saat melajukan mobilnya.

Altalune dan Aeleen ikut memerhatikan mobil di belakang, "Ev, di depan ada pertigaan. Belok ke kanan! Kiri jalan buntu!" Aeleen memberi arahan, meski tidak bisa menyetir, Aeleen tetap hafal seluk beluk jalanan di Ibu kota sebab dirinya dan sang Kakak, Noah, hobi sekali jalan-jalan ke tempat yang aneh bahkan sampai pelosok desa.

"Ev! NUNDUK!"

Tidak sempat.

Dor!

Lengannya terkena hantaman timah panas dari arah belakang, menembus kursi bagian tengah pula. "Ev! Fokus!" Altalune menatap Aeleen yang duduk di depan, "Le! Pindah ke belakang sekarang! Kita tukeran posisi!" Aeleen meloncat ke kursi tengah, Altalune langsung memajukan tubuhnya. "Ev, sekarang lo pindah ke depan, tahan kemudi sebelum gue ambil alih!"

Dia mengangguk, lengan kirinya tertembak, dia pun menahan kemudi dengan tangan kanan dan berpindah ke kursi yang tadi di tempati Aeleen bersamaan dengan Altalune yang meloncat ke kursi kemudi. Di belakang, Aeleen merobek dress hitamnya di bagian bawah, lalu mengikat lengan Everett yang tertembak agar tidak semakin pendarahan.

Kemudi berada di kendali Altalune, gadis itu mengendarai mobil jauh lebih hebat di banding Everett. Menikung tiap kendaraan dengan terus serangan dari arah belakang yang melesatkan peluru, dor! Ban terkena timah panas, membuat mobil kehilangan kendali, beruntung bisa Altalune pertahankan agar tidak menabrak pembatas jalan.

"Le, Ev, pegangan yang kuat! Di depan jalanan curam!"

Dari arah belakang, puluhan peluru melesat menghancurkan empat ban mobil. Altalune kesulitan mengendalikan mobil, "Loncat! Kalian berdua loncat sekarang!!" Altalune menepi ke sisi jalan dengan kecepatan yang perlahan dia turunkan. "Tapi kamu─"

"Loncat sekarang sialan!"

"Kita enggak mau meninggalkan kamu, Ta!"

"Aku bakal baik-baik aja, sekarang kalian keluar! Loncat sekarang!"

Everett yang keras kepala tentu saja menggelengkan kepala, "ENGGAK!"

"Loncat Everett Chadizzguelle! Ikuti ucapan aku sekarang!'

"No! Kamu harus ikut loncat, Ta!"

Altalune mengacak rambutnya frustasi, "Iya! Aku loncat, tapi kalian dulu! Kalian harus loncat sekarang! Lari dan cari pertolongan! Aku akan buat mereka mengejar mobil ini, dan ...." Altalune meraba sakunya, "Hubungi Paman Zein! Sekarang loncat!!"

***

FOLLOW! VOTE! SPAM KOMENT UNTUK DOUBLE UP!!

Perjuangan Dia Yang Terlahir KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang