71 - Pria Misterius

32.4K 2.1K 1.4K
                                    

Zei mandi dan berpakaian di bantu Ibunya juga Aeleen, karena hari ini seluruh keluarga Clooper akan datang untuk merayakan kepulangan Zei dari rumah sakit. Sepupu Elazein juga di undang yaitu Elzio yang akan datang bersama dengan istri juga anak-anaknya. Seperti biasa, Zei menolak memakai pakaian berwarna dia lebih suka warna hitam dan abu-abu.

Karena itu lah, dress code mengikuti warna kesukaan Zei.

Mereka semua duduk di ruang keluarga, sembari berbincang satu sama lain, hanya 3 orang yang bungkam, Elazein, Zei, dan Koa. Mereka seperti kembar 3 dengan wajah mirip dan kepribadian pun mirip, "Apa Zein dan Iris tidak berniat menambah anak? Sepertinya akan sangat seru kalau ada bayi di tengah Kakak-kakaknya yang sudah dewasa."

Aeleen memelotot, "Cukup satu Adik! Ingatlah, keluarga berencana lebih baik! Nanti juga Mom and Dad akan mendapat bayi yaitu cucu mereka dari Kakak Koa!"

Lagi-lagi nama Koa yang di bawa oleh Aeleen, "Oh ya? Apakah Koa akan segera menikah?"

Nah kan, ini semua gara-gara Adik tengilnya. "Benar! Kakak Koa sangat cocok dengan Dokter Callie! Mereka akan menikah Minggu depan!"

Aih, rasanya, Koa ingin sekali menelan Aeleen dan melemparnya ke tengah lautan. "Tidak! Jangan dengarkan," Koa akhirnya membuka suara dengan wajah jengah ke arah Aeleen yang cengengesan.

Merasa bosan di sini, Zei pamitnya ke toilet dan dia menolak di temani. Dengan kursi roda yang menjadi alat bantunya jalan, Zei pun pergi ke taman belakang kediaman Vestergaard untuk menikmati angin malam yang dingin menusuk kulit. Gadis itu menatap kedua kakinya, Zei ingin bisa kembali jalan dengan normal.

Semakin sering di temani saat pergi ke mana pun, semakin patah hati saja Zei karena merasa tidak berguna memiliki kaki. Iris, Elazein, Koa, dan Aeleen mengerti. Makanya, ketika Zei menolak di temani, mereka membiarkan. Tidak ingin Zei berlarut dalam kesedihan dan beranggapan jika dia sudah sangat tidak berguna untuk hidup.

"Kasihan sekali yang lumpuh," suara yang mirip setan itu tiba-tiba memasuki gendang telinga Zei, Zei masih aman dengan raut wajah datarnya tanpa melirik. "Apa selain lumpuh, kau juga tuli? Miris sekali hidupmu, sia-sia menjadi anak Paman Elazein kalau anaknya cacat begini."

Suara lain menyahut, "Benar! Dia hanya akan mencoreng nama baik J. Lund. Dasar tidak tahu malu! Sudah lumpuh, tuli, atau dia juga bisu? Siapa yang tidak akan merendahkannya jika dia begini?"

"Diam!"

Zei membuka suara, tatapannya semakin tajam. "Apa? Apa? Diam? HAHAHA! Kami akan diam setelah berkenalan denganmu!"

2 di antara 3 gadis, melangkah maju. Mereka menarik kedua tangan Zei dan memaksanya agar berdiri, lalu gadis yang satunya, menarik kursi roda dan membuangnya, tidak lupa membuat kursi roda hancur. Zei tidak memiliki tenaga di kakinya untuk melawan, dia menyesal menjadi cacat karena tidak bisa membalas perbuatan mereka.

Apalagi saat mereka dengan kurang ajarnya, mendorong tubuh Zei hingga jatuh terjerembab. Zei memejamkan mata menahan rasa sakit luar biasa di kakinya, "Rasakan! Kau ini gadis cacat yang memalukan nama J. Lund!" Mereka bertiga pergi meninggalkan Zei di taman seorang diri.

Tunggu pembalasan dariku, Zei mencoba menyeret kakinya, dia ingin mendekati kursi rodanya tapi kakinya tidak sekuat itu. "Mom, Dad, tolong aku." Mau berteriak sekeras apa pun, jarak taman belakang dengan dalam kediaman sangat jauh, tidak akan ada yang mendengar apalagi malam ini, tidak ada pengawal yang berkeliling karena di libur kan untuk malam ini saja.

Ketika sudah mulai menyerah, sebuah tangan kekar tiba-tiba membawanya ke dalam gendongan. Zei terkejut, dia menatap seseorang yang tengah menggendongnya. "Di mana kamarmu?" Tanpa membantah, Zei memberi arahan menuju kamarnya tanpa melewati ruang keluarga. Malam ini sedang ada acara penting, Zei tidak ingin merusaknya.

Sesampainya di kamar, seseorang itu membaringkan Zei dengan sangat perlahan ke atas ranjang juga sangat hati-hati. Dia pun menegakkan kembali punggungnya, niat hati ingin berucap terima kasih tapi Zei terpaksa memejamkan mata saat kakinya terasa sakit kembali. "Are you okay?"

"No," Zei mencoba mengatur napasnya agar rasa sakit bisa berkurang. Seakan paham isi pikiran seseorang itu, Zei lekas menggelengkan kepala. "Tidak, jangan panggil Mom dan Daddy ku. Aku bisa mengatasinya sendiri,"

"Kamu tidak bisa," seseorang itu duduk di tepi ranjang, menatap kedua kaki Zei. "Ada apa dengan kakimu?"

"Cacat," Zei hanya menjawab singkat dengan wajah datar. Dia paling benci saat ada orang yang menatapnya dengan tatapan iba, Zei tidak membutuhkan rasa iba itu dari mereka karena dengan tatapan kasihan, Zei semakin merasa tidak pantas hidup.

"Hei?" Seseorang itu mengulurkan tangannya, mengusap lembut pipi Zei yang kemerahan. "Tidak ada yang cacat di dunia ini, mereka akan selalu tampak sempurna di sepasang mata yang tepat, percayalah."

Zei terkekeh, "Ada dan itu adalah aku sendiri."

"Kau sempurna di mataku, Nazephyrine."

Deg.

"Kau tahu namaku?"

"Apa yang tidak aku tahu tentangmu?"

Dia tersenyum manis, membuat Zei tertegun. Apa ini kali pertama Zei mengagumi ketampanan seorang pria selain Ayah dan Kakaknya? Jika iya, pria itu sangat beruntung. "Siapa kamu?"

Laki-laki itu mendekati telinga Zei lalu berbisik, "Yours."

Suaranya sangat berat dan serak, tatapannya pun begitu dalam ke arah mata Zei. Siapa yang tidak kaget jika begini? Zei mengerjap, "Siapa namamu?"

"Aku milikmu, cukup kenalku dengan nama itu."

"Milikku?"

"Ya, aku menyukai pengakuanmu."

Cup.

Tubuh Zei semakin kaku saat bibir proporsional itu mengecup singkat bibirnya.

***

"Darling, bangun, kamu harus minum obat."

Keningnya berkerut, Zei bergerak tidak nyaman. "Mom?"

"Yes, darling. Bangun, kamu harus makan dan minum obat."

Kedua mata Zei terbuka sempurna, dia celingak-celinguk mencari keberadaan pria semalam yang membawanya bahkan mengecup bibirnya. "Mom, apa di sini ada orang lain selain dirimu dan aku?"

"Siapa? Tidak ada, darling. Ayo kita mandi, makan terus minum obat."

Zei mengangguk kaku, gadis itu membersihkan diri di bantu Ibunya dan berlalu menuju meja makan dengan kursi rodanya. Apa kejadian semalam hanya mimpi? Tapi kok terasa nyata? Zei kebingungan sendiri, kedua orang tuanya juga tidak ada yang bersikap aneh.

Mereka pasti akan marah jika tahu kursi rodanya rusak dan ada 3 gadis yang berani merundungnya, tapi tunggu .... Kursi rodanya kenapa bisa baik-baik saja? Apa yang terjadi semalam memang benar hanya mimpinya?

"Mom, apa acara sudah selesai semalam?"

"Sudah, sayang. Mommy mencarimu karena tidak kunjung kembali, eh ternyata kamu ketiduran di kamar, jadi Mommy biarkan saja."

"Apa ada orang lain di kamarku malam itu, Mom?"

"Tidak ada, sayang. Hanya ada kamu,"

Ini aneh.

***

Kalian mau sequel siapa?

Everett?

Zei?

Koa?

Aeleen?

JAWAB YAA!! Aku tunggu selama 2×24jam. Setelah kalian memilih jawaban, nanti aku akan langsung mulai menulis draftnya, xixi

Jangan lupa follow! Vote! Koment! Karena itu semua sangat berarti untuk aku.

BYE!

Perjuangan Dia Yang Terlahir KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang