52 - Kepergian dan Kelahiran

51.3K 3.2K 73
                                    

Gemuruh langit menemani tangis kehancuran untuk kesekian kalinya bagi wanita yang berjuang mati-matian untuk kebahagiaan dirinya, keluarganya, dan orang di sekelilingnya. Tatapannya kosong, tersembunyi banyak luka di dalam sana. Semua orang paham, menjadi Iris J. Lund tidaklah mudah.

"El, anakku ...."

Elazein sejak tadi membeku dengan wajah pucat pasi, diagnosa Dokter tentang bayinya, membuat tubuh Elazein melemas layaknya jelly. Elazein ingin menangis, tapi kesedihan Iris harus lebih dulu dirinya tambal. Elazein mendekap istrinya semakin erat, dengan air mata yang tidak sengaja ikut turun.

"Jangan seperti ini, sayang."

"No, El, anakku," napasnya tersendat akibat menangis sesenggukan sejak terbangun dari pingsan. Apa ini hukuman atas kejahatan yang pernah Iris lakukan? Entah kejahatan yang di sengaja atau yang dirinya tidak sengaja bahkan lupa.

Anaknya tidak bersalah, mereka suci, tapi kenapa anaknya yang harus gugur lebih dulu? Pergi meninggalkan dirinya, Iris tidak kuat, rasanya ingin menyusul sampai suara khas putranya, terdengar. "Mommy, don't cry. Koa sedih melihat Mommy menangis," mata bocah itu ikut berkaca-kaca, membuat Iris merentangkan kedua tangannya.

"Peluk Mommy sayang,"

Masih ada Koa di dunia ini dan bayinya yang lain, Iris tidak boleh terlalu larut. Wanita itu mengecup lama puncak kepala putra sulungnya, dia kembali menangis sambil memeluk Koa. "Mommy jangan menangis terus, Adik nanti ikut menangis. Koa juga ikut menangis melihat Mommy menangis," Koa dengan lembut menghapus jejak air mata di pipi Ibunya, membuat Elazein membuang pandangannya ke sembarang arah.

Tidak mau terlihat jika dirinya juga turut menangis, "Semua yang pergi pasti akan di gantikan dengan yang lebih baik. Mungkin Adik memilih menyerah karena tidak sekuat Koa, iyakan Dad?"

Meski merasa lucu, Elazein memaksa terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. "Iya, benar, Koa sangat kuat seperti Samson!"

Iris ikut tertawa untuk mengobati perih di hatinya, "Antar Mommy lihat Adik yuk?" Koa mengangguk antusias, dia menyuruh Ayahnya untuk memindahkan sang Mommy dengan lembut ke kursi roda, tanpa disuruh pun, Elazein akan melakukannya dengan senang hati.

Di ruang bayi, ada 6 bayi yang berjejeran. Keenamnya sama-sama lahir hari ini, mungkin hanya berbeda jam saja. Eits! Keenamnya bukan anak Iris dan Elazein semua, hanya satu yang paling pojok kedua. Iris tersenyum, membuat Elazein dan Koa ikut tersenyum. "Cantik sekali anak Mommy,"

"Benar, Mom. Kedua Adik sangat cantik,"

Iris tersenyum pilu, andaikan kedua bayinya sehat, mereka pasti akan sangat menggemaskan dengan wajah serupa. Iris mendongak, seakan tahu, Elazein tersenyum manis. "Kita ke ruangan Adik Koa yang satunya ya,"

Kamar jenazah.

Tangis Iris pecah kembali, melihat satu bayinya yang tidak selamat. Dia menangis dalam dekapan Elazein, membuat Koa ikut melengkungkan bibirnya ke bawah. "Elazein,"

"Ini yang terbaik, sayang."

***

Proses pemakaman salah satu dari kedua bayi yang Iris lahirkan sudah selesai, wanita dengan kursi rodanya itu meninggalkan area pemakaman dengan wajah pucat yang sembab. Iris harus kembali ke rumah sakit, sebab putrinya yang lain, masih berada di sana. Di pandanginya dengan lembut wajah cantik bayinya.

Selain Koa, bayinya juga tampak sangat cantik dengan bola mata menyegarkan ketika di pandang dan juga penuh keseriusan, "Matanya berbeda dengan mataku atau pun matamu, El."

Elazein menyetujui, "Warna matanya bukankah persis seperti mendiang Ayahmu, sayang?"

Iris tersenyum sekilas, benar, pria pertama yang sangat dirinya benci, menuruni warna matanya pada putri Iris yang paling kecil. Heterochromia, satu mata menyegarkan tapi juga semu. "Cantik sekali putri Mommy," Iris melabuhkan ciumannya pada pipi sang putri, membuat wanita di ambang pintu, bergegas putar balik dan pergi dari ruang bayi.

Selesai dengan urusan rumah sakit yang cukup panjang, akhirnya Iris bisa membawa pulang bayinya. Kepala pelayan Lone menyambut dengan acara kecil-kecilan di kediaman Vestergaard, Eduardo juga turut datang. Semua orang berusaha mengalihkan kesedihan Iris dari dirinya yang kehilangan satu bayi, Iris tetap tersenyum padahal hatinya teriris perih sejak awal menggendong bayinya.

"Selamat datang, princess!"

Semua orang bersuka cita menyambut si bayi tapi juga berduka cita melepas si bayi yang lainnya. Harusnya, jika keduanya hidup, Iris memiliki 2 bayi kembar perempuan yang sangat cantik-cantik. Koa langsung mendapatkan 2 Adik perempuan! Tapi yang selamat dan bisa bertahan di dunia ini, hanya satu yaitu yang sekarang di gendong Ibunya.

Sebenarnya Koa tidak suka Adik perempuan, tapi ini bukan saatnya untuk Koa menunjukkan ketidaksukaannya. Koa masih tahu suasana, Ibu dan Ayahnya tengah berduka atas kehilangan, tidak mungkin Koa menambah beban dengan kalimatnya yang mungkin akan menusuk ke hati. Sesampainya di rumah pun, Koa langsung melenggang pergi menaiki lift menuju kamarnya.

Sedangkan di sisi lain, tepatnya di sebuah rumah bertingkat, Puti Josephine menatap nanar bayinya yang juga lahir beberapa hari lalu. Puti sudah pulang ke rumah, dirinya melahirkan secara normal tanpa perlu rawat lama-lama di rumah sakit. Bayinya perempuan lagi, Puti menatap sedih bayinya. Dia berniat menitipkan bayinya ke panti asuhan tapi Puti tidak setega itu.

"Siapa namanya, Bu?" Elea datang dan langsung bertanya pada Ibunya.

Puti terdiam, jujur, dia belum kepikiran ingin memberi nama apa pada bayinya. "Menurutmu, bagusnya nama apa?" Puti malah bertanya pada Elea.

"Nama tentang bulan, Bu."

Puti berpikir, "Altalune? Artinya di atas bulan,"

"Itu nama yang cantik, Bu!"

"Baik, selamat datang di keluarga kita Altalune Josephine."

"Selamat datang, Adik Alta!"

Elea membuang sejenak memori buruknya yang selama beberapa bulan terakhir, selalu dia lihat terjadi antara Ibunya dengan para pria asing. Elea masih bersikap seakan dia tidak tahu apa-apa, padahal Elea sudah melihat apa yang sering kali Ibunya lakukan dengan pria berbeda setiap malamnya.

Di sisi lain pula, Maxi tidak kalah bahagia menyambut kelahiran putrinya. Putri Iris Elazein, Puti, dan Maxi Taylor nyatanya lahir di hari yang sama namun berbeda jam masing-masing. Maxi menggendong bayinya dengan sangat hati-hati, membuat Taylor yang terbaring di atas brankar, tersenyum.

"Ayah, siapa nama Adik?" Noah berbeda dengan Koa yang tidak menerima Adiknya, sebab Noah sangat menyayangi Adik perempuannya yang cantik ini.

"Hayo, Noah punya ide tidak?" Tanya Taylor yang berhasil membuat Noah mencebik. "Aku masih kecil, Ibu! Mana mungkin bisa memiliki ide?" Seisi ruangan tertawa melihat tingkah menggemaskan anak sulung Maxi dan Taylor itu.

"Aeleen Zeelena Clooper,"

"Cantik sekali nama Adik .... Panggilnya apa, Ayah?"

Maxi tertawa pelan, "Panggilnya Adik Elen ya."

"OKE! Selamat datang Adik Elen yang cantik!"

Taylor dan Maxi tertawa, ini adalah kebahagiaan mutlak keluarga kecil mereka. Keluarga kecil yang sering kali di terpa badai tapi sekarang telah berhasil melewati semuanya.

"Terima kasih, sayang." Maxi tersenyum dengan sangat tulus pada Taylor Roosevelt.

"Tidak perlu berterima kasih,"

***

Follow + Vote + Koment!!

Perjuangan Dia Yang Terlahir KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang