16 : Nagrin

466 56 8
                                    

○○○○○

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

○○○○○

Tarachandra tengah berusaha untuk mencari keberadaan anak sungai yang dimaksud oleh Nawasena. Tarachandra meminta kepada Gajendra dan Karwita untuk tak ikut dirinya yang akan memasuki hutan Anapurna yang dikenal wingit. Pria itu meminta putra serta menantunya untuk menunggu di ujung gapura hutan yang mengarah kembali menuju Purwanagara. Dengan berat hati, Gajendra harus menuruti permintaan ayahnya itu.

Dengan berbekalkan pedang pemberian Nareswari, ia memberanikan diri mengikuti gambaran alur menuju ke anak sungai itu. Tarachandra harus menembus memasuki hutan yang ditumbuhi pepohonan jati yang begitu rindang dan tinggi. Sesekali ia melihat sekelebat bayangan-bayangan yang melintas di sekitarnya, namun semua makhluk itu tak berarti apapun bagi seorang ksatria gagah perkasa seperti Tarachandra.

"Hya!" Tarachandra terus memacu kudanya dengan kencang. Namun, pikirannya melanglang buana memikirkan perasaan Nareswari ketika tahu bahwa dirinya telah meninggalkan wanita malang itu tanpa pamit.

Tarachandra mencoba untuk tak goyah, ia meyakinkan dirinya bahwaa ia hanya mencintai sosok istrinya. Ia memiliki perasaan kepada Nareswari hanya karena kedua wanita ini begitu mirip bak pinang dibelah dua. Namun, dalam hati kecil Tarachandra tak bisa berbohong bahwa dia begitu mencintai Nareswari layaknya istrinya sendiri.

Tarachandra melihat energi yang sama persis berada dalam tubuh Nareswari, energi itu sama dengan energi yang ada dalam tubuh mendiang istrinya. Ia berpikir bahwa energi itu tercipta karena jiwa Prabawati yang berasal dari masa depan. Tarachandra mencoba untuk tak memusingkan hal itu, ia harus tetap fokus pada tujuan utamanya untuk menjadi manusia yang normal.

Hingga tak terasa, Tarachandra tiba di depan sebuah pohon beringin yang begitu besar. Tepat di belakang pohon itu terdengar aliran sungai yang mengalir, namun Tarachandra juga melihat sosok tinggi besar bahkan tiga kali lipat dari ukuran manusia normal. Sosok itu memiliki dua taring yang menghiasi mulutnya yang lebar, sosok itu mengenakan ageman layaknya manusia normal. Namun, tubuhnya memiliki bulu berwarna merah semerah darah. Sosok itu juga mengenakan mahkota emas yang bertengger di kepalanya.

Sosok itu nampak garang, ia menghadang Tarachandra tepat di depan pohon beringin itu. Tarachandra baru teringat bahwa itu adalah sosok danyang, yang diminta oleh Batara Kala untuk menjaga aliran sungai itu, sosok itu bernama Nagrin. Sosok itu memegang sebuah gaman berupa gada dengan duri yang menyelimuti seluruh ujung gada itu.

"Ngaliho! Utowo koe bakalan tak gawe ciloko!" Sosok itu mengeluarkan suara yang begitu menggelegar. Tarachandra mencoba untuk berbicara baik-baik dengan sosok itu, namun Nagrin tak menggubris apapun yang dibicarakan oleh Tarachandra. Nagrin seolah telah diproses untuk membunuh atau menghancurkan apapun yang berani memasuki area anak sungai Tirta Amerta.

Tarachandra baru mengingat ucapan Nawasena, bahwa jika sosok Nagrin merupakan sosok Buta yang begitu bringas dan tak kenal ampun. Hanya Batara Kala yang mampu memerintah sosok Nagrin. Nawasena berpesan kepada Tarachandra untuk membunuh Nagrin menggunakan pedang pemberian dari Nareswari, karena pedang itu bukanlah pedang sembarangan. 

KALA II : Another World [Salakanagara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang