26 : Akhir

923 67 36
                                    

○○○○○

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

○○○○○

Tarachandra bangkit dari keterpurukannya, ia pergi mendaki gunung tertinggi di pulau jawa untuk bertapa di puncaknya. Meskipun berat, ia harus rela meninggalkan keluarganya di Lamajang. Tak ada pilihan lain selain menebus seluruh dosa-dosanya dengan menyerahkan dan mengabdikan jiwanya kepada Sang Hyang Widhi.

Hujan, panas, angin ia taklukan di atas puncak Mahameru. Dengan teguh ia melakukan tapa selama hampir satu bulan lamanya, dirasa cukup ia segera menuruni gunung itu dan pergi mengembara ke blambangan. Tarachandra menghabiskan seluruh hidupnya untuk membantu masyarakat, ia selalu berpindah tempat dari satu kerajaan ke kerajaan lain.

Tiga tahun berlalu begitu cepat, Tarachandra kini berada di sebuah kerajaan bernama kerajaan Kartahun. Disana, ia hidup sebagai seorang petani yang menyumbangkan seluruh hasil taninya secara cuma-cuma kepada rakyat yang membutuhkan. 

"Raden, anda begitu mulia. Semoga Sang Hyang Widhi memberkatimu," ujar salah satu warga yang telah diberi sekarung beras oleh Tarachandra.

Tarachandra hanya bisa membalas ucapan itu dengan senyum tipis. Setelah ia melakukan pembagian hasil tani kepada para warga, ia segera menutup pintu kayu rumahnya. Ia memutuskan untuk merebahkan tubuhnya yang terasa begitu lelah di atas dipan kayu. Mata elangnya menatap ke arah pedang Naga Kala yang terpajang di dinding kamar itu.

Tarachandra menghembuskan nafas panjang, ia memijit pangkal hidungnya perlahan sembari memejamkan kedua matanya. Terlintas sejenak bayangan Maya yang tengah tersenyum lembut ke arahnya, tanpa sadar ia menarik salah satu sudut bibirnya.

"Biarlah kau hidup di dalam benakku," lirihnya dengan pilu.

Tak lama kemudian terdengar suara ketukan yang berasal dari depan pintu rumahnya. Tarachandra segera bangkit dari posisinya, ia segera pergi untuk membuka pintu rumahnya dan melihat siapa yang berani mengganggu waktu istirahatnya.

Ia membuka pintu rumah perlahan, lalu betapa terkejutnya dia melihat sosok yang sangat amat ia rindukan. 

"Rama," sapa Gajendra sembari tersenyum sumringah kepada ayahnya. 

"Rama!" teriak Karwita dari balik pintu, ia memeluk ayah mertuanya dengan begitu erat. Tarachandra membalas pelukan menantunya itu, namun atensinya beralih pada sosok bocah yang berada dalam gendongan Gajendra.

"Siapa cah bagus itu?" Tarachandra mengelus pucuk kepala bocah laki-laki yang berusia dua tahunan itu dengan lembut.

"Dia cucumu, Rama." Jawaban Gajendra berhasil membuat Tarachandra terkejut, segera digendongnya bocah laki-laki yang kini tengah menatapnya dengan kebingungan.

"Ayo masuk!" ajak Tarachandra dengan raut wajah yang begitu terharu dengan kedatangan keluarganya yang begitu tiba-tiba. Mereka berada di ruang tamu kediaman Tarachandra, Gajendra mengetahui keberadaan Ramanya lewat desas-desus keberadaan seorang pemuda yang begitu dermawan di daerah barat kerajaan Daha.

KALA II : Another World [Salakanagara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang