Operasi keduanya berjalan dengan lancar, baik Rosa dan Kaiyca sudah di pindahkan keruang inap yang sama. Sebenarnya Leon menolak keputusan Rajash, ia sama sekali tidak menginginkan Rosa seruangan dengan gadis itu. Tapi, apa boleh buat? Apa yang sudah di putuskan oleh papinya itu menjadi tuntutan tegas yang harus dijalani tanpa mengeluh.
Setelah operasi itu, Rosa dan Kaiyca belum juga tersadar dari tidurnya karena efek dari suntikan yang diberikan oleh dokter saat operasi akan berjalan tadi, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk keduanya sadar.
Sedari tadi Leon terus menatap Kaiyca tanpa ekspresi sedikitpun hanya tatapan datar yang diberikannya pada gadis itu, entah apa yang ada di benak cowok itu saat ini yang pastinya itu bukan hal yang baik.
"Menyedihkan sekali," gumam Leon berdecih di depan gadis itu.
Setelah berkata seperti itu. Leon memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana yang ia kenakan lalu pergi keluar dari ruangan itu tanpa sepatah katapun.
"Mau kemana?"
Pertanyaan dari Rajash sama sekali tidak di gubris oleh putranya, ia menghela nafas lelah, sampai kapan anak itu akan bersikap seenaknya saja terhadap sekitar.
"Saya tidak akan berharap lebih, namun ... Semoga gadis mungil yang menjadi bagian dalam hidupnya sekarang, bisa mengubah sikap dan perilakunya." Mata Rajash terus menatap pada pintu masuk yang masih bergerak sedikit karna baru saja di tutup.
Marvez yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, namun ia bisa mendengar gumaman itu dengan jelas karena posisi mereka yang saling berdekatan. "Kenapa sekarang lo jadi cowok yang menyalahkan seseorang tanpa bukti dan penjelasan dari orang itu sendiri. Apa karena kepergian dia?"
***
Taman rumah sakit
Leon terdiam, ia menatap pohon yang berada di depannya kemudian memejamkan mata dan menghela nafas perlahan, tangannya yang sedari tadi sudah terkepal karena menahan emosi yang bisa saja meledak kapan saja.
'BUUKHHH!!'
Leon melayangkan pukulannya ke pohon, setelah itu, matanya kembali terbuka. Ia melirik sekilas bercak darah miliknya yang tercecer di pohon itu.
"ARGHHH!!!" Leon mengacak rambutnya frustasi.
"Sialan!"
"Sialan!"
"Sialan!"
Cowok itu terus saja mengumpat, pikirannya kalang kabut sekarang apalagi melihat Rosa yang masih belum sadarkan diri.
Leon mendongakkan kepalanya ke atas, menatap langit yang begitu cerah siang ini, ia membayangkan seseorang yang mungkin berada di sana sembari melihat ke arahnya penuh kasihan.
"Gue ga bisa, gue butuh lo. Kenapa harus pergi tanpa pamit dan persetujuan gue? Kenapa? Gue butuh pelukan hangat lo," lirih Leon.
"Arghh!!! Ini semua karna cewek sialan itu, kalau dia ga hadir dan nerima perjodohan ini mungkin lo masih ada disini, sama gue."
"Berhenti menyalahkan seseorang, ini udah kuasa tuhan dan lo gabisa merubah itu."
Itu, Marvez. Ia mengikuti Leon setelah cowok itu keluar dari kamar inap dan Marvez juga melihat apa yang di lakukan Leon beberapa saat yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONIDAS (End)
Teen FictionLeonidas Lion Strength, yang biasa disapa dengan Leon. Ia mempunyai sifat temperamental, biasa disebut dengan 'raja jalanan' dikarenakan geng motor bernama BRUISER yang diketuai olehnya memiliki akses ke seluruh kawasan Bandung. Bukan hanya itu saja...