- Sheet : 13. Dejavu?

8.9K 437 5
                                    

Leon baru menyadari sesuatu, bahwasanya gadis yang selalu ia hina tidak sempurna itu bisa berbicara. Bagaimana mungkin? Ini sama sekali tidak mungkin, namun itulah kenyataannya.

"Kamu pasti bingung sekarang kenapa aku bisa bicara, right? Mami bawa aku ke Korea Selatan, disana aku jalanin operasi pita suara dan berhasil, sekarang aku bisa bicara dan melawan apapun yang keluar dari mulut kamu. I don't hate it, but I will fight it."

Leon hanya terdiam sembari menatap datar kearah gadis itu, "Apapun itu, gue gapeduli."

Mendapatkan respon ketus dari suaminya, Kaiyca hanya menghela nafas sejenak kemudian meraih tangan Leon namun belum beberapa detik cowok itu sudah menghempaskan tangannya.

"Don't touch me, bitch!" Sentak Leon marah, bagaimanpun hanya dia yang boleh menyentuhnya siapapun tidak berhak walaupun itu wanita yang hal untuknya.

"Why? do you feel dejavu? Gadis itu udah pernah pegang dan sampai genggam tangan kamu, kenapa aku ga boleh?"

Leon menatap tajam Kaiyca, "Karena, lo bukan dia sialan! Get out of here, now!" pekiknya sembari menunjuk kearah pintu.

Kaiyca beranjak dari duduknya kemudian berdiri sebelum benar-benar pergi gadis itu menyempatkan diri untuk menatap wajah sang-suami. Sosok yang sekarang ia lihat adalah sosok yang membencinya, suatu saat sosok ini akan melihatnya dengan penuh cinta. Itu akan terjadi namun tidak sekarang.

"I go," ujar Kaiyca kemudian berlalu pergi keluar dari ruang inap itu, meninggalkan Leon seorang diri di dalam sana.

Bukankah itu kemauannya? Tapi kenapa sekarang seakan-akan dirinya tidak ingin gadis itu pergi? Ada apa dengannya sekarang, apakah benih cinta itu sudah menjadi tangkai?

Leon sama sekali tak bergeming, ia memejamkan matanya sesaat kemudian menghembuskan nafas dan mengusap wajahnya kasar.

"Sial, apa yang terjadi sama gue?"

***

Taman rumah sakit, disinilah Kaiyca sekarang. Ia memang memilih pergi namun hanya untuk menenangkan dirinya sejenak.

Ia berpikir, keberanian apa yang muncul dalam dirinya? Kenapa dia berani melawan perkataan Leon? Apakah karena dirinya sudah bisa berbicara makanya ia bisa seberani itu atau mungkin diamnya sudah cukup? Dulu ... walaupun dia tidak bisa berbicara, ia masih bisa melawan kan?

Kaiyca mendongak ke atas, menatap langit yang begitu cerah namun tidak dengan suasana hatinya sekarang. Ia menatap langit seolah-olah ia menatap seseorang, seseorang yang dicintai penuh ketulusan oleh suaminya.

"Mbak ... Apa yang kamu lakukan dulu buat merebut hatinya kak Eo, boleh kasih tau aku caranya? Aku harus belajar dari alihnya sendiri," gumamnya sembari terkekeh kecil.

Kaiyca sama sekali tidak memaksa keindahan langit untuk menerima kegelapan nya, jika langit menerima maka semesta akan ikut gelap dan hujan akan turun. Rintikan hujan serta kebisingannya memang membuat siapapun tenang dan damai namun di tengah derasnya hujan siapa saja bisa hancur dan bahagia. Peristiwa selalu terjadi jika hujan turun, apalagi hujan disertai badai. Seperti hidupku yang selalu di serbu badai dan awan hitam, air mata ku adalah pengganti tetesan hujan.

"Aku selalu mencoba terlihat utuh, namun nyatanya diriku tinggal separuh ... Seperti lagu-separuh."

Leon memang tidak pantas dimaafkan, namun tuhan saja bisa memaafkan hamba-Nya kenapa kita sebagai ciptaan-Nya tidak mengikuti jejaknya? Maafkan, berikan kesempatan, tapi jika kesempatan yang diberikan tidak di gunakan dengan baik, maka itu semua menjadi keputusan dirimu sendiri bukan orang lain. Because, seorang semua manusia memiliki takaran kesabarannya masing-masing, ada yang langsung memaafkan lalu melupakan, juga ada yang memaafkan tapi tidak melupakan dan ada yang sama sekali tidak ingin memaafkan kesalahan siapapun.

LEONIDAS (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang