18. Makna Bahagia

647 91 10
                                    

Jangan lupa like + komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa like + komen.

***

"Dimana?"

"Di rumah mama mas."

"Ngapain?"

"Aku mau ngabarin soal kesepakatan kita kemarin."

Terdengar Seno menghela napas pelan melalui sambungan telfon. Tanpa mengatakan apapun, pria itu mengakhiri panggilannya. Naora memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan beralih menatap Aurin dan juga Kiara yang duduk di hadapannya.

"Jadi, apa kabar yang mau kamu sampaikan Naora?" Tanya Aurin yang sejak tadi hanya menyimak percakapan anak dan menantunya di telfon. Naora tersenyum tipis dan beralih menatap Kiara yang sejak tadi hanya diam dan mengusap perut besarnya.

"Uda berapa bulan Ra?" tanya Naora membuat Kiara mendongak menatapnya. Gadis belia itu tampak terkejut. Tentu saja. Semenjak menjadi bagian dari keluarga Seno, Naora dan Kiara terhitung jarang bertatap muka.

Saat acara keluarga, mereka akan berada di sisi ruangan yang berbeda. Naora akan sibuk membaur dengan para orang tua. Sedangkan Kiara lebih memilih berkumpul dengan saudara seumurannya atau mengurung diri di kamar.

Dan saat ini adalah kali pertamanya bagi Naora memiliki kesempatan untuk mengenal adik iparnya lebih dekat.

"Tu-tujuh bulan mbak," sahut Kiara gugup.

Naora kembali tersenyum dan mengangguk paham. Perempuan itu kembali menatap Aurin.

"Selama seminggu ini Naora sudah coba bicara sama mas Seno ma. Kami banyak membahasnya."

"Dan? Apa keputusannya?" tanya Aurin yang menjadi tidak sabar.

"Mas Seno setuju untuk merawat bayinya Kiara," jawab Naora yang tak mampu menutupi senyum bahagia. Sama halnya dengannya, pun Aurin juga Kiara bersorak gembira atas kabar yang Naora bawa.

Aurin bangkit dan berjalan mendekati Naora. Duduk di samping perempuan itu dan memeluknya erat.

"Makasih Naora. Mama makasih banget sama kamu."

"Makasih ya mbak. Aku janji aku akan belajar jadi ibu yang baik. Supaya nggak terlalu lama ngerepotin mbak sama mas Seno."

"Aku sama sekali nggak ngerasa direpotkan kok Ra," sahut Naora setelah melepas pelukannya dengan Aurin.

"Rumah rasanya sepi. Apalagi kalau mas Seno lagi dinas di luar kota. Dengan kehadiran bayi kamu, rumah bakal lebih hidup."

"Sekali lagi makasih ya mbak," ujar Kiara sembari mengusap bulir bening yang tak mampu ia tahan.

Naora kembali tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Namun kini pikirannya kembali membawanya pada percakapannya dan Seno tadi malam.

Seno mengecup ceruk leher Naora dan memainkan lidahnya disana. Deru napas pria itu menerpa hangat leher Naora. Sementara jemari lentik Naora mengusap punggung telanjang Seno.

Akad PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang