26. Tak Diinginkan

947 109 24
                                    

Jangan lupa like + komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa like + komen.

***

"Kamu hamil, Naora?"

Naora menelan ludah. Ia remas handuk di genggamannya seraya membuang pandangan. Kemana saja asal tak menatap pada mata Seno.

"Kenapa kamu diam saja? Kamu bisu?"

Seno berjalan mendekat kemudian mencengkram bahu Naora. Memaksa perempuan itu untuk balas menatapnya.

"Jawab pertanyaan saya, Naora," ucap Seno dengan suara rendah.

"Apa kamu hamil?" ulang pria itu.

Naora menunduk dalam. Saat ini hal yang paling ia takuti adalah bagaimana Seno menatapnya. Namun pria itu sedang tak ingin main kucing-kucingan. Ia tangkup dagu Naora dan memaksa Naora untuk kembali menatapnya. Kemudian senyuman kecut menghiasi wajahnya.

Seno melepaskan cengkramannya dan sedikit mendorong tubuh Naora menjauh. Membuat perempuan itu mundur beberapa langkah.

"Kamu hamil," gumam Seno menarik kesimpulan.

Tanpa berkomentar, Seno segera berbalik dan hendak pergi. Namun, Naora menyusul langkahnya dan menghalangi pria itu.

"Mas, kamu mau kemana?"

"Minggir."

"Maafin aku mas. Aku minta maaf karena uda rahasiain soal bayi ini dari kamu," ucap Naora dan mengusap perutnya. Melihat hal itu membuat Seno jengah.

"Selama saya masih bisa ngomong baik-baik, saya sarankan kamu untuk minggir, Naora. Saat ini gak ada yang mau saya bicarakan dengan kamu."

"Mas-"

"Aku bilang minggir!" teriak Seno membuat Naora terdiam.

Seno berjalan mendekati Naora dan menatap ke arah dimana obyek yang kini menjadi pusat kemarahannya itu berada.

"Kamu cukup tau, Naora. Kamu sangat tahu bahwa kehadiran bayi itu sama sekali nggak ada dalam daftar hidup saya. Dan sekarang apa? Kamu hamil? Lelucon macam apa yang sedang kamu mainkan, hah?" desis pria itu penuh penekanan.

"Kamu nggak minum pil kontrasepsi?"

"Terakhir kali kita berhubungan waktu kita kehabisan pil itu."

"Dan kamu nggak mengingatkan saya untuk membeli benda itu keesokan harinya. Bagus. Berarti bayi itu memang sudah kamu rencanakan sejak awal."

Naora menunduk semakin dalam. Ia sudah tahu jika hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Ia juga sudah bisa membayangkan bagaimana reaksi Seno terhadapnya. Namun, meski ia sudah mengetahuinya, Naora tak dapat memungkiri bahwa rasanya akan semenyakitkan ini.

"Apa tujuan dari kehamilan kamu, Naora? Apa kamu pikir dengan melahirkan anak saya, kamu akan mendapatkan apa yang selama ini nggak bisa kamu dapatkan dari saya? Omong kosong. Kamu nggak akan mendapatkannya. Baik itu harta, atau apapun itu."

Akad PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang