7. Bertahan

521 89 8
                                    

Jangan lupa like + komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa like + komen.

***

"Dari mana aja kamu?"

Naora nyaris berteriak saat sebuah suara menyapanya dalam kegelapan. Ia nyalakan saklar lampu yang membuat ruangan gelap itu seketika menjadi terang. Naora terdiam sejenak saat menyadari kehadiran Seno yang tengah duduk di sofa tepat di sudut ruangan.

"Ini uda jam sepuluh malam. Dan kamu belum jawab pertanyaan saya. Dari mana aja kamu Naora?" Tanya Seno lagi.

"A-aku dari rumahnya mbak Jelita."

"Jelita?"

"Itu mas.. tetangga baru yang waktu itu."

Seno menatap Naora dengan satu alisnya yang terangkat. Sembari melipat kedua tangan di depan dada, pria itu menanggapi, "Selarut ini?"

"Mbak Jelita mau ngadain acara tujuh bulanan kehamilan keduanya. Aku bantu-bantu disana."

"Tanpa bilang sama saya?"

Naora kembali menelan saliva dan menautkan kesepuluh jarinya gugup. Seno selalu mampu membuat perempuan itu kehilangan ketenangan. Terlebih dengan sikap tenang yang Seno tampilkan bahkan saat pria itu kesal.

"Apa kamu memang selalu seperti ini?"

Dilihatnya, Seno kini bangkit dan berjalan mendekat. Menatap Naora dari puncak kepala hingga ujung kaki. Seakan tengah melakukan penilaian.

"Selalu menganggap remeh perkataan saya?"

"Mas, aku gak maksud-"

"Jangan kamu pikir karena pernikahan kita terjadi atas kesalahan yang kakak kamu lakukan, kamu bisa bertindak semau kamu."

Naora kembali terdiam. Terpaku pada sepasang mata yang menatapnya begitu lekat. Sorot tanpa emosi berarti milik pria itu terasa begitu mencekam. Naora bahkan tak bisa menebak apapun yang ada di pikiran Seno.

"M-maaf.."

"Satu lagi Naora.." Potong Seno meletakkan jari telunjuknya di bibir Naora. Mengisyaratkan perempuan itu untuk diam.

"Jangan melakukan apapun yang gak saya minta. Termasuk mengunjungi orang tua saya. Kita gak lagi di hubungan intim seperti itu." Ujar Seno mengakhiri intimidasinya. Setelah Naora mengangguk patuh, pria itu melangkah pergi.

Sementara setelah kepergian Seno, barulah Naora dapat menghela nafasnya yang tertahan. Dengan tubuh bergetar, ia bertumpu pada bahu sofa. Berusaha menahan beban tubuhnya yang seolah kehilangan kekuatan.

Akad PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang