30. Terlalu Indah Untuk Diimpikan

1K 107 13
                                    

Hai hai ~It's been a long time

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai hai ~
It's been a long time.
Jujur, agak susah lanjutin cerita ini. Sebenernya aku uda punya konsep atau gambaran besar tentang ending Akad Pernikahan. Tapi buat ngatur alurnya tuh rasanya susaaah banget huhuhu T.T
Beberapa kali aku sempat mempertimbangkan buat stop cerita ini. Tapi kok ya sayang banget. Soalnya uda hampir mendekati ending. Jadi kuputuskan untuk coba lanjutin ini cerita. Jadi mohon pengertiannya kalo kelanjutannya tuh luamaaa banget hahaha
So, selamat membaca!
Jangan lupa like + komen.

***

"Keadaan ibu Naora sudah stabil. Nanti sore sudah bisa pulang."

"Dokter yakin?" tanya Seno ragu. Sementara pria dengan jas putih yang ia kenakan itu tersenyum dan mengangguk mantap.

"Apa tidak perlu dilakukan pemeriksaan lainnya dok?"

"Ibu Naora hanya dehidrasi. Setelah dilakukan tindakan medis semalam, kondisinya sudah membaik pagi ini. Untungnya kondisi janin juga tidak perlu mendapatkan perhatian khusus. Bayi bapak dan ibu tumbuh dengan baik," jelas sang dokter.

"Kalau begitu, saya ijin undur diri karena harus memeriksa pasien lainnya."

"Terima kasih dok," ucap Naora dan Seno bersamaan.

Setelah kepergian sang dokter, suasana hening kembali menyelimuti keduanya. Seolah waktu berhenti, baik Seno maupun Naora terdiam di tempatnya masing-masing. Tanpa ada satu pun dari mereka yang berusaha memecah keheningan. Hingga suara pintu yang terbuka membuat waktu mereka kembali berdenting.

Kedua orang tua dan adik Seno, juga orang tua Naora datang bersama. Mereka terlihat senang begitu melihat Naora yang kini sudah duduk di ranjangnya.

"Naora sayang, syukurlah kamu sudah bangun." Aurin berjalan mendekat dan memeluk menantunya penuh kasih. Setelah wanita paruh baya itu melepas pelukannya, ia menoleh pada Yurike dan memberi isyarat untuk mendekat.

"Bagaimana keadaan kamu, nak?"

"Sudah mendingan buk. Dokter bilang nanti sore sudah boleh pulang."

"Benar begitu, Sen?" tanya Hendra yang Seno jawab dengan anggukan.

"Cucu mama gimana, Nao?"

"Dia baik-baik aja ma," sahut Naora tersenyum sembari mengusap lembut perut besarnya. Hal itu tak luput dari perhatian Seno.

Ketika keenam orang itu tengah berbincang, suara getar ponsel milik Seno mengalihkan perhatian pria itu. Nama Brian tertera disana. Segera Seno menyingkir dari sana untuk menjawab panggilan temannya.

"Hal-"

"Lo kemana, bro?" potong Brian setelah panggilannya terjawab.

"Balik."

"Balik kemana? Hotel? Gue ketuk pintu hotel lo kok gak ada jawaban?"

"Gue balik ke rumah, Bri. Bukan hotel."

Akad PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang