Bagaimana rasanya menikah dengan kekasih kakakmu?
Tentu hal tak masuk akal itu tak bisa Naora jabarkan dengan kata-kata.
Dikala dirinya tengah sibuk membantu menyiapkan kamar untuk calon pengantin baru, ibunya datang dengan tergesa-gesa. Memaksanya...
"Kenapa masih berdiri?" Tanya Seno menyadarkan Naora. Perempuan itu tersenyum kikuk sebelum akhirnya meraih piring kosong dan memasukkan nasi serta beberapa lauk sebelum menyerahkannya pada Seno.
Seno memperhatikan gerak gerik perempuan di hadapannya. Setelah Naora meletakkan piring di hadapannya, perempuan itu dengan cekatan menuangkan kopi untuknya.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Naora akhirnya duduk. Menyendokkan makanan untuk diri sendiri sebelum menyantapnya dalam keheningan. Perempuan itu menunduk dalam. Tak memiliki keberanian untuk menatap pria di hadapannya. Sementara Seno menyantap sarapannya pelan-pelan dengan arah pandangannya yang tak juga beralih dari Naora.
Seno berdecak saat pandangannya beralih pada jam dinding. Setelah menandaskan kopi hitam miliknya, pria itu pun bangkit.
"Mau kemana mas?" Tanya Naora bingung.
"Berangkat."
"Tapi makanannya belum ha-"
"Saya ada kegiatan lapangan dan harus segera kesana."
"Kalau gitu biar aku siapin bekal-"
"Gak perlu."
Seno beralih menatap layar ponselnya dan melakukan sebuah panggilan. Tanpa mengatakan apapun, pria itu bergegas pergi meninggalkan Naora yang menatap kepergian suaminya dalam diam.
Naora menatap piring pria itu sebelum seulas senyum tipis terbit di bibirnya. Ini adalah kali pertamanya menikmati sarapan bersama Seno. Walau bisa dikatakan jika ini merupakan sarapan yang kaku, setidaknya Naora bisa melihat jika pria itu sedikit mencoba untuk menerimanya.