Bagaimana rasanya menikah dengan kekasih kakakmu?
Tentu hal tak masuk akal itu tak bisa Naora jabarkan dengan kata-kata.
Dikala dirinya tengah sibuk membantu menyiapkan kamar untuk calon pengantin baru, ibunya datang dengan tergesa-gesa. Memaksanya...
Tenggorokan Naora terasa tercekat. Kalimat singkat yang Seno ucapkan seperti mendorongnya jatuh ke dasar jurang. Pria itu jelas-jelas sudah menolak kehamilannya. Sebelum Naora sempat memberitahukannya.
"Boleh aku tanya, kenapa kamu sebegitu nggak maunya punya anak?"
"Saya sudah pernah bilang kan sama kamu?" balas Seno melirik Naora sekilas sebelum kembali fokus pada laju kendaraannya.
"Karena mereka berisik?"
"Dan merepotkan," timpal pria itu.
"Bukan karena kamu nggak mau anak itu lahir dari rahim aku?"
Seno menepikan mobil dan menginjak pedal rem secara tiba-tiba. Ia lantas memandang Naora yang kini tertunduk.
"Maksud kamu apa? Kamu mau ngajak debat?"
Naora tersenyum masam. Ia menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Naora."
"Ini uda malam mas. Bukannya kamu bilang besok harus berangkat pagi? Ayo jalan lagi."