Bagaimana rasanya menikah dengan kekasih kakakmu?
Tentu hal tak masuk akal itu tak bisa Naora jabarkan dengan kata-kata.
Dikala dirinya tengah sibuk membantu menyiapkan kamar untuk calon pengantin baru, ibunya datang dengan tergesa-gesa. Memaksanya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan lupa like + komen.
***
Naora meremas selimut yang menutupi tubuhnya saat melihat kedatangan Seno. Mengabaikan tatapan Naora, pria itu meletakkan kacamata baca miliknya ke atas nakas sebelum merebahkan diri di samping Naora. Ini masih pukul sembilan malam dan sebuah pemandangan asing bagi Naora ketika melihat kehadiran sosok yang kini telah memejamkan mata.
Mencoba untuk rileks, Naora yang sempat mengubah posisinya menjadi duduk itu memilih untuk merebahkan diri kembali. Namun, rasa kantuk yang semula ia rasakan seolah menguap begitu saja.
"Pulang jam berapa tadi?"
Suara berat Seno memecah keheningan. Naora menoleh menatap punggung pria itu. Sedikit terkejut karena bisa dikatakan ini pertama kalinya Seno memulai topik pembicaraan.
"Jam tujuh mas," jawab Naora.
"Sama siapa?"
"Sama mbak Jelita dan suaminya."
"Jelita?"
"Keponakan jauhnya mama. Kebetulan mereka tetangga kita. Tetangga baru yang kataku waktu itu."
Tak ada tanggapan lanjutan dari Seno membuat Naora menunggu dengan was was. Takut pria itu akan memarahinya lagi. Namun setelah beberapa saat, Seno masih saja bergeming.
Naora menggeleng pelan ketika mengingat kejadian yang ia alami semalam. Perempuan itu memegangi wajahnya yang kontan memerah.
Tinggal satu atap sudah cukup membuat jantungnya berpacu lebih kencang. Dan sekarang, Naora harus menghadapi situasi baru dimana ia akan berbagi kamar dan tempat tidur dengan pria itu.
Tentu, semua terjadi karena Naora yang membuat Seno memilih tidur di kamarnya. Namun ia tak menyangka jika gagasan tersebut malah membuatnya kerepotan.
Ketika Naora tengah mencoba menenangkan debar jantungnya, kedatangan mbok Asmi yang menyambutnya dengan ekspresi panik di ambang pintu membuat Naora kebingungan. Ia hampiri wanita paruh baya itu.
"Kenapa mbok?"
"A-anu non.. I-itu.."
"Kenapa?" tanya Naora lagi.
"A-ada non Clara. Non Clara sama pak Seno.."
DEG
Rupanya kejadian semalam membuat Naora terbuai hingga ia melupakan percakapannya dengan sang kakak terakhir kali. Tanpa sadar, Naora meremas kuat kuku-kuku jarinya.
"Mbok kembali aja ke kamar ya mbok."
"Ta-tapi non.."
"Saya mohon," pinta Naora yang membuat mbok Asmi tak dapat menolak permintaan majikannya. Wanita paruh baya itu pun mengangguk pasrah sebelum berlalu meninggalkan Naora.