27. Perihal koma, pun kehidupan yang tak selalu berjalan semestinya

141 47 176
                                    

Trigger Warning// selfharm, blood.

Tolong bijak ya!

Jika Jia dapat melukis atau menganalogikan bagaimana suasana isi kepalanya sekarang, mungkin ia 'kan mengisi kanvas guna paduan warna kelabu pula hitam 'tuk mematri sketsa langit badai yang hendak menerjang, atau mengukir metafora berupa hiruk pikuk kota yang kerap memicu pening yang bukan kepalang.

Siang ini, sang penguasa langit tak kunjung menyerah dengan para awan yang berkoloni. Meski telah diberi titah 'tuk angkat kaki, mentari tetap berpendar tanpa ada niat untuk bertukar posisi.

Kerumunan awan itu terus berarak membentang menutupi angkasa, hingga matahari hanya terlihat sekelumit serupa cemburu sebab panggungnya diambil alih dengan paksa.

Si dara tak peduli pada sang surya, pula angin yang tengah berlalu-lalang mengecup anak-anak rambutnya, serta beragam manusia yang sibuk dengan urusan sendiri tanpa acuh akan hal lainnya.

Ruang imaji serta sanubarinya tertambat pada satu nama; Bintang Narandanu.

Kendati segera terdistraksi guna tugas akhir yang entah kapan menemukan muara, atau lewat makanan yang justru seolah angin lalu alias tak berarti apa-apa, pikiran tentang pemuda itu kian bersarang seakan betah menjejaki seantero bilik kepala.

Wajah Jia mendongak sejenak lantaran koak elang yang sukses mengambil alih atensi, lalu tak berselang lama kembali menatap sosok di dalam—tepatnya di atas ranjang—yang masih dibuai oleh mimpi.

Sosok itu tidak lain ialah Bintang.

Lagi-lagi, pemudi itu menepuk dahinya sendiri, menyadari bahwa dirinya terlalu gegabah mengambil opsi.

Ini namanya cari mati! begitu ujar sanubari yang mulai merutuki sang empunya diri.

Beberapa jam lalu, sebelum kedua muda-mudi itu mengakhiri pelarian setelah sempat kehilangan tempat 'tuk dijadikan tuju, Jia hanya memikirkan apabila kosnya ialah satu-satunya tempat yang cocok untuk Bintang 'bersembunyi' sementara waktu.

Tidak ada catatan tertulis atau berupa perkataan perihal larangan membawa lawan jenis ke indekos, tetapi dara itu berpikir, tidak etis berduaan dengan seseorang tanpa ada ikatan sah terlebih di satu ruangan.

Mengusir segala kemungkinan terburuk yang entah mengapa kini menjejali isi bilik imaji, Jia berusaha berpikir jikalau semua ini telah terjalin oleh suratan takdirnya sendiri, bahwa segalanya sudah ditulis sedemikian apik hingga tugasnya cukup tinggal menjalani.

Benang takdir memang misteri, serupa waktu yang juga penuh teka-teki. Ia tidak dapat diraba, dibaca, bahkan diterka. Semuanya terjadi secara tiba-tiba, tanpa aba-aba.

Setiap benang bisa saja terjalin dengan benang insan lainnya, sederhananya, mereka saling bersua. Namun serupa benang yang acap kali senang semrawut, masalah kerap datang hingga akhirnya mengundang kemelut.

Tentu, tak semua temu akan bermuara menjadi tuju.

Beberapa benang antar jiwa akan terputus, beberapa bertahan sementara waktu sampai akhirnya juga akan turut pupus. Namun bukan berarti tidak ada yang terjalin abadi, dan Jia berharap temunya dengan Bintang masuk ke dalam opsi ini.

Kendati kepala justru melangitkan asa berbeda, hatinya justru tak menampik bahwasanya itu benar adanya, sebab Jia sangsi jika mereka dapat berakhir bersama.

Tidak apa-apa mereka tidak ditakdirkan 'tuk bersama, akan tetapi hanya satu yang hendak ia pinta, tolong biarkan ia berada di samping sang pemuda untuk kali ini saja.

Betelgeuse [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang