24. Berlari di malam hari

110 36 97
                                    

Trigger Warning//prostitution, mentioned of death

Tolong bijak ya!

Sebenarnya, tidak ada hal yang hendak dilakukan seorang Jia Aliana di luar kala rembulan bersinar indah di atas sana. Namun Jia merasa, raganya harus bersua sejenak dengan angin muson barat yang kini melanglang melintasi Ibu Kota.

Meski dingin menyergap sekujur daksa, entah mengapa, sepasang tungkai Jia lebih memilih menapak di atas jalanan sembari kedua manik yang tak kunjung menemukan tempat bermuara.

Dada sang dara kian bergemuruh seiring kaki yang semakin meninggalkan persemayaman, membawa sukma serta raga bersemuka dengan ingar bingar perkotaan kendati sanubari tidak mendapati tujuan maupun pencerahan.

Rasanya, baru kemarin semua hal bahagia pun lara menimpanya; seminar proposal yang berjalan lancar sebagaimana nan ada di kepala, serta sang pemuda yang hadirnya tak jua tiba sedari lama.

Akan tetapi hal itu digantikan oleh sebuket bunga berikut kartu berisi tulisan tangan Bintang di atasnya.

Sudah berapa lama ia tak bertatap muka dengan pemuda itu? Jika Jia menarik ke hari-hari lalu, keduanya bertemu di pelabuhan Tanjung Priok kala lembayung pula jingga menginvasi bentangan cakrawala.

Saat itu, sang taruna yang bertemankan gitar juga luka di tangan kiri membuatnya kian mengudarakan tanya semu di ruang imaji, apa yang sebenarnya Bintang sembunyikan dari ia pun para warga maya?

Banyak tanya yang berseliweran di kepala, tapi tak kunjung mendapat jawab dari bibir yang dilontarkan tanya.

Dari lagu yang menyiratkan rasa enggan akan adanya perpisahan yang entah ditujukan kepada siapa, hingga gestur raga serta tutur kata Bintang yang mengungkapkan jika ia sedang tidak baik-baik saja.

Namun kembali lagi, Bintang bukan tipe manusia yang mudah terbuka terlebih pada orang yang baru masuk ke kehidupannya, Jia juga sangsi apabila pemuda itu mau berbagi perihal masalah pribadinya kepada teman sejawatnya.

Meski begitu, Jia sangat ingin melindungi Bintang, entah dari apa pun yang kini menyakitinya.

Mengingat sorot netra serta roman muka sang pemuda yang kian dirundung mendung seiring terkikisnya waktu, niat gadis itu 'tuk melindunginya justru semakin berakar di dalam kalbu.

Sejatinya sepasang sorot mata ialah komunikasi paling jujur dari manusia, sebab mereka tak menyembunyikan rahasia, justru memaparkan bahwasanya sang jiwa kini tengah berduka atau terluka.

Bintang pun sama adanya; ia terluka oleh dunia, akan tetapi memilih 'tuk tetap bersembunyi alih-alih membagikan luka ataupun menyembuhkannya.

Meski pertemuan mereka baru terjalin beberapa bulan lamanya, akan tetapi Jia merasa ada sesuatu magis dari pribadi seorang Bintang Narandanu, sesuatu yang kerap menganggu sanubari hingga memicu perasaan gamang yang kian bersarang.

Tentang musik yang bahagia namun menyuratkan bait-bait lirik yang justru berkata sebaliknya. Perihal luka yang seringkali pemuda itu torehkan di atas raga. Dan binar mata yang senantiasa melukiskan duka alih-alih suka cita.

Ah sebenarnya, luka seperti apa yang kini mendera Bintang hingga ia mati-matian menyembunyikannya dari setiap insan di semesta?

Tak terasa, tungkainya telah berjalan cukup jauh dari tempat indekosnya berada. Di sekeliling Jia penuh sesak oleh gedung yang menjalar ke kaki langit, serta manusia dan kendaraan yang hilir mudik tanpa henti.

Betelgeuse [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang