Bukan satu atau dua dan tiga kali dalam setiap harinya mengalami pemukulan, peninjuan, penjambakan pada rambut, dan kekerasan lainnya. Seakan segalanya sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Adelia Putri, si gadis polos yang tidak tahu menahu apa yang membuat dirinya begitu dibenci oleh teman sekelasnya sendiri.
Ah, rasanya tidak pantas untuk menyebut mereka sebagai teman. Dibenci oleh orang-orang di kelasnya sendiri. Adel hanya bisa tertunduk dalam sedih, tubuh ringkih dan kecilnya itu tentu saja tidak mampu dalam memberikan perlawanan pada tiga orang gadis seusianya dengan kekuatan yang berbeda. Mereka, tiga orang pelaku kekerasan itu memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dan massa otot yang lebih baik. Adel tentu saja hanya dibuat bungkam menahan rasa sakit akibat ulah ketiganya.
"Udah, Lyd. Dia nangis sampai sesegukan tuh," kata salah satu dari tiga orang yang tampak sudah puas setelah melakukan penamparan pada wajahnya saat jam pulang sekolah di halaman belakang.
"Ingat, ya! Berani lo ngadu lagi ke guru BK, gue gak akan segan-segan bikin lo ditendang dari sekolah ini." Adel tahu bahwa apa yang diucapkan oleh Lydia hanyalah sebuah ancaman. Lydia tentu saja tidak akan bisa membuat itu terealisasi mengingat dirinya yang merupakan siswi berprestasi sekaligus putri dari donatur terbesar di sekolah mereka.
Lydia tentu saja perlu untuk memasang diri sebagai orang yang paling sempurna di segala bidang. Prestasi akademik dan non akademik, menjadi siswi paling populer dan memenangkan banyak ajang lomba demi mengharumkan nama sekolah sekaligus menjaga nama baik keluarga.
Adel tahu itu. Karena sejatinya, setiap kali Adel membuat laporan kepada guru, selalu Lydia yang mendapatkan teguran dan berujung pada skors. Namun, Adel tidak mengerti. Hal seperti itu tak lantas membuat Lydia berhenti mem-bully dirinya. Seakan bully sudah menjadi kesenangan tersendiri bagi gadis itu.
"Benar apa kata Lydia. Cewek dekil kayak lo gak sepantasnya goda-godain Keenan. Lo tau sendiri kalau cowok itu adalah gebetan Lydia." Sekali lagi, Adel sangat tidak mengerti. Bahkan dua orang yang berdiri di sisi kanan dan kiri Lydia ikut membela si pimpinan bully itu. Entah apa yang Lydia berikan pada mereka sampai keduanya begitu penurut juga ikut-ikutan mencela.
"Saya sama sekali gak godain Keenan. Kebetulan dia sendiri yang membantu saya dan itupun karena ulah kalian." Adel berbicara. Ingatannya menerawang ke kejadian dua hari lalu ketika Adel dirundung oleh ketiga pem-bully itu dan diselamatkan oleh Keenan. Seorang lelaki remaja yang tak lain adalah kakak kelas mereka.
Keenan tentu saja melakukan hal itu atas dasar kebaikan hati. Namun, ketiga manusia jahat di hadapan Adel saat ini tentu saja tidak akan mengerti. Mereka menganggap Adel sebagai orang yang telah menggoda Keenan sehingga pria itu mau untuk membela dan menolong dirinya. Sungguh tuduhan yang sangat tidak wajar.
"Lo ngomong kayak gitu tuh nipu! Nipu tau, nggak?! Mana mungkin Keenan bakalan tertarik nolongin orang kayak lo. Udah jelek, miskin, dekil, gak terurus, dan macem-macem jeleknya." Sudah biasa. Telinga Adel sudah amat kebal mendengar penuturan jahat itu dari Lydia.
"Udah, Lyd. Entar bokap lo marah lagi kalau pulang telat. Kita mending pulang dah," kata seorang gadis berambut bob di sisi kiri Lydia.
"Cih." Lydia mengumpat sebelum benar-benar pergi dari area halaman belakang sekolah, meninggalkan Adel yang berdiri dari jatuhnya akibat tamparan keras dari Lydia tadi.
Adel membersihkan bajunya yang kotor akibat benturan dengan tanah, sesekali meringis merasakan denyutan sakit pada bagian pipi, dan kemudian mengusap air mata yang langsung menetes di waktu yang sama.
Beginilah keseharian Adel di sekolah. Si gadis yang tidak sempurna dengan kemiskinan, wajah yang jelek menurut pandangan orang sekitar di sana, dan kebodohannya yang tidak pernah absen berada di peringkat sepuluh terbawah. Segala kekurangan Adel selalu menjadi bahan cemoohan di sekolah itu.
Berbanding terbalik dengan Lydia si paling sempurna. Wajah cantik gadis berambut panjang itu memikat banyak hati pria di sekolah, nilai raport yang selalu meraih peringkat pertama, memenangkan juara di banyak kompetisi, juga kekayaan dari orang tua yang luar biasa. Dalam sekali pandang, siapapun akan tercengang dan tertegun atas kesempurnaan seorang Lydia Kirana.
Dalam sekolah menengah atas tersebut, kedua gadis itu menjadi bahan bincang satu sekolah. Adel si tak sempurna, dan Lydia si paling sempurna.
.
.
.🌹❤️🌹
Dipublikasikan pertama kali pada :
Senin, 01 Mei 2023, 22:31 WIB🌹❤️🌹
~ Resti Queen ~
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Ugly, Just Broken! [END]
Teen FictionAdelia Putri selalu menjadi bahan perundungan di sekolahnya lantaran kondisi hidupnya yang tak sempurna. Miskin, jelek, dan bodoh. Itulah yang selalu disematkan oleh Lydia Kirana, seorang gadis dengan predikat sempurna berkat kecantikan, kecerdasan...