21. Masa Lalu

4 1 0
                                    

Lydia dan Keenan dahulu bertetangga di masa kecil mereka, sebagai anak seumuran yang tinggal di kompleks perumahaan yang sama, keduanya pun sering bertemu dan mudah akrab. Termasuk kedua orang tua kedua belah pihak yang saling mengenal dan sering sekali saling bertemu atau makan malam bersama. Hubungan keduanya baik-baik saja pada mulanya. Jika Lydia mengingat kembali masa-masa dahulu, agaknya Keenan sedikit mulai menjauh ketika ia kelas 2 sekolah menengah pertama. Dan makin parah jauhnya saat sekarang sudah menginjak sekolah menengah atas.

"K-Kalau temenan, kenapa kalian keliatan kayak jauh banget gitu, ya, sekarang? Ah, maaf saya bukannya bermaksud kepo tapi agak disayangkan aja pertemanan kalian jadi kayak orang musuhan sekarang." Lydia berinisiatif bertanya. Jawaban yang diberikan oleh Keenan bisa dijadikan sebagai introspeksi bagi dirinya sendiri. Apa kiranya yang membuat pria itu jadi benci terhadapnya.

"Dulu itu, Lydia orangnya baik banget. Ramah banget dan gak pernah pilih-pilih teman," ucap Keenan. Mata lelaki itu memandang kosong, seperti sedang mengawang, membayangkan masa lalu sesuai dengan apa yang dikatakan. Ia mengingat-ingat masa-masa ketika mereka masih kecil dulu dan betapa aktifnya Lydia untuk berteman dengan sesama anak-anak di kompleks yang sama ketika berada di taman.

Ya, dahulunya Lydia memang anak yang mudah bergaul dengan semua orang. Ia disegani karena berasal dari keluarga terpandang dan ramah tanpa memilih-milih teman. Semua orang akhirnya mau berteman dan menaruh perhatian. Lydia ingat betul masa yang dimaksud oleh Keenan.

"Terus?" Lydia bertanya.

"Semuanya berubah semenjak dia masuk SMP," jawab Keenan, pandangannya berubah menjadi sedih. "Jujur aja gue rasanya kayak ngerasa kehilangan teman yang udah akrab banget gitu. Sikapnya jauh berbeda, gak sama kayak Lydia yang gue kenal pas masih di bangku sekolah dasar."

Lydia jadi terdiam untuk sesaat. Ada sesuatu hal yang disadari olehnya dari ucapan Keenan barusan. Tentang perubahannya yang dimulai sejak bangku sekolah menengah pertama. Itu adalah sejak ayahnya mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan perusahaan setelah kakeknya meninggal. Lydia tertunduk dalam sedih.

"Pasti ada alasan kenapa Lydia sampai kayak gitu, kan?" Lydia bertanya dengan suara yang bergetar.

"Adel, lo gak apa-apa? Kenapa lo jadi kayak mau nangis gitu?" Keenan bertanya balik. Segera Lydia menelan ludah dan mendongak dengan membulatkan mata. Ia lupa kalau saat ini sedang berada di tubuh Adel. Tidak seharusnya ia terbawa suasana. Ia harus menjadi seorang pendengar dari sudut pandang Adel tanpa mencampur adukkan dengan perasaannya yang asli. Keenan bisa-bisa jadi merasa tidak nyaman dan enggan untuk bercerita lagi.

"Nggak. Maksudnya, gue–eh, maksudnya saya itu kasihan aja gitu sama Lydia kalau berpisah sama temannya dari kecil. Pasti ada alasan dibalik itu, kan?" Lydia memperbaiki pertanyaannya yang tadi.

"Itu sejak kakeknya meninggal, sih. Papa Lydia jadi pemegang resmi perusahaan dan sejak itu Lydia jadi kehilangan keramahannya lagi. Dia jadi lebih fokus sama dirinya sendiri dan gak mau lagi temenan sama orang yang gak sederajat sama dia. Lydia jadi lebih sombong dan kadang menindas orang yang dianggapnya gak sejajar sama dia." Keenan menjelaskan panjang lebar.

Sekarang, Lydia tahu semuanya. Alasan mengapa ia dibenci oleh Keenan. Kebiasaan buruknya semasa SMP belum hilang hingga sekarang. Bahkan ia juga sering sekali menindas Adel selama di sekolah. Hal seperti itu jujur saja Lydia lakukan hanya sebagai bentuk pelampiasan emosinya yang tidak terkendali. Rasa iri terhadap Adel karena anak itu bisa berbahagia meski dalam kondisi yang kekurangan. Sedangkan dirinya sendiri yang serba berkecukupan tidak merasakan hal demikian. Ia iri pada kesempurnaan tersembunyi yang dimiliki orang lain. Dan ia tertekan atas ketidaksempurnaan yang ia sembunyikan.

"J-Jadi, Kak Keenan benci sama Lydia?" Lydia mengatakan itu dengan terbata. Ia akan sangat terpukul jika sampai Keenan mengiyakan pertanyaannya.

Namun, Keenan menjawab, "Gue gak benci Lydia. Gue cuma kangen aja sama dia yang dulu. Dan Lydia yang sekarang itu bukanlah Lydia yang gue kenal. Gue cuma mau berteman sama Lydia yang asli, bukan Lydia yang sekarang."

Terharu rasanya Lydia mendengar hal itu. Segalanya memang salahnya yang membuat Keenan sampai menjauh. Pria yang sudah dikenalnya sejak kecil dan memenuhi hari-harinya itu berkata dengan jujur. Sepertinya memang, Lydia berlebihan dalam menyikapi masalah yang dihadapinya dengan kedua orang tuanya.

Alasan mendasar mengapa Lydia berubah juga karena tuntutan dari orang tua. Kedua orang tuanya yang melarang ia bergaul dengan orang miskin atau tidak setara dengan alasan bahwa mereka adalah keluarga terpandang. Sejak saat itu pula, Lydia tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Lydia yang sering petakilan, punya hobi makan, dan suka tertawa terbahak-bahak begitu lebar. Tuntutan dari orang tua yang mengharuskan Lydia bersikap sempurna selayaknya wanita paling anggun lah yang membuat kepribadian Lydia menjadi sangat berbeda dibandingkan sebelumnya.

Namun, sekarang Lydia sudah mengerti segalanya. Hal yang sesungguhnya ia cari dan bisa melepaskan segala tekanan bukanlah pelampiasan. Melainkan penerimaan. Penerimaan terhadap dirinya sendiri dan keadaannya sendiri.

.
.
.

🌹❤️🌹

Jum'at, 30 Juni 2023, 18:28 WIB.

🌹❤️🌹

~ Resti Queen ~

I'm Not Ugly, Just Broken! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang